Lihat ke Halaman Asli

Pentingnya Perhatian kepada 1000 Hari Pertama Kehidupan

Diperbarui: 25 Mei 2022   21:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia terutama masalah pendek (stunting). Stunting merupakan sebuah masalah gizi kronis dengan kondisi tinggi badan seseorang lebih pendek (kerdil) dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya (seusianya). Pendek diidentifikasi dengan membandingkan tinggi seorang anak dengan standar tinggi anak pada populasi yang normal sesuai dengan usia dan jenis kelamin yang sama. Anak dikatakan pendek (stunting) jika tingginya berada dibawah -2 SD dari standar WHO.

Saat ini, jumlah anak balita di Indonesia sekitar 22,4 juta. Setiap tahun, setidaknya ada Oleh. Bagus Satrio Utomo 5,2 juta perempuan di Indonesia yang hamil. Dari mereka, rata-rata bayi yang lahir setiap tahun berjumlah 4,9 juta anak. Tiga dari 10 balita di Indonesia mengalami stunting atau memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar usianya. Tak hanya bertubuh pendek, efek domino pada balita yang mengalami stunting lebih kompleks. Selain persoalan fisik dan perkembangan kognitif, balita stunting juga berpotensi menghadapi persoalan lain di luar itu.

Kecukupan energi dan protein per hari per kapita anak Indonesia terlihat sangat kurang jika dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan baik untuk anak normal maupun pendek. Hal ini sangat menarik, ternyata asupan energi dan protein tidak berbeda secara signifikan antara anak yang tergolong pendek atau normal. Secara umum, konsumsi yang diperoleh untuk semua anak (pendek atau normal) adalah sama, lebih kecil dari AKG. Jika ini berlangsung selama bertahun-tahun maka masalah kronis terjadi.

Banyak faktor penyebab stunting pada balita, namun karena sangat bergantung pada ibu atau keluarga maka kondisi keluarga dan lingkungan yang mempengaruhi keluarga akan berdampak pada status gizinya. Penurunan status gizi terjadi karena asupan gizi yang tidak kuat dan sering terjadinya infeksi. Sehingga faktor lingkungan, keadaan dan perilaku keluarga yang memudahkan terjadinya infeksi mempengaruhi status gizi balita.

Stunting juga dapat terjadi akibat kekurangan gizi terutama pada 1000 HPK. 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) terdiri dari 270 hari selama kehamilan dan 730 hari dalam dua tahun pertama kehidupan bayi. Dampak masa emas akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi hingga dewasa.

Dalam periode emas tak tergantikan. Jika kebutuhan nutrisi anak terpenuhi dengan baik, potensi anak dapat berkembang optimal dan perkembangan otak terjadi dengan cepat. Sebaliknya jika selama periode ini kecukupan makanan bergizi dan kualitas tidak diberikan maka pertumbuhan otak tidak optimal, kekebalan tubuh yang kurang sehingga ketika dewasa cenderung menderita penyakit tidak menular sehingga berpotensi menjadi tidak produktif. Pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan ibu hamil perlu mendapat perhatian untuk mencegah stunting.

Dampak kurang gizi pada 1000 HPK bersifat permanen dan sulit diperbaiki. Salah satu cara untuk mencegah stunting adalah dengan pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan kepada ibu hamil. Upaya ini sangat diperlukan, mengingat stunting akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak dan status kesehatan saat dewasa. Dengan demikian periode 1000 hari pertama kehidupan seyogyanya mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan (TNP2K 2017).

Hasil penelitian di India menemukan bahwa ada lima prediktor utama stunting pada anak yaitu ibu yang terlalu pendek, ibu yang tidak berpendidikan, rumah tangga berada pada tingkat ekonomi rendah, pola makan anak tidak seimbang (kurang gizi). keragaman makanan), dan ibu yang kekurangan berat badan. Kelima faktor ini memiliki risiko populasi gabungan sebesar 67,2% untuk pengerdilan. Studi lain menemukan bahwa anak dari ibu berusia 19 tahun memiliki 20-30% peningkatan risiko berat badan lahir rendah dan kelahiran prematur dibandingkan dengan ibu berusia 20-24 tahun, yang meningkatkan risiko stunting pada anak. Proses stunting pada anak dan peluang peningkatan kejadian stunting diperparah dengan masalah gizi yang terjadi pada 1000 HPK. Pencegahan stunting dapat dilakukan antara lain dengan cara

  • Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil.
  • ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.
  • Memantau pertumbuhan balita di posyandu.
  • Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.

Untuk itu, sangat diperlukan perhatian penuh kepada 1000 HPK. Utamanya bagi ibu hamil dan ibu menyusui agar dapat mencegah stunting pada generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline