Lihat ke Halaman Asli

Ada Apa dengan Proyek: Resensi Novel Orang-orang Proyek

Diperbarui: 16 November 2023   00:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dewasa ini Indonesia sedang mengalami pembangunan pesat. Infrastruktur dikebut dan disebarkan ke seluruh penjuru Indonesia. Dibalik itu, ternyata terdapat realitas yang hanya mampu ditangkap oleh para oknum. Oknum yang memeras semangat pembangunan demi keuntungan kantong pribadi. Realitas inilah yang coba diceritakan Ahmad Tohari melalui novelnya.

Tohari mampu menceritakan sebuah realitas menyakitkan tentang dibalik layar sebuah pembangunan proyek. Sebagai masyarakat awam tentu mengagumi gedung-gedung atau fasilitas megah yang berada di pelupuk mata kita. Namun Tohari pada novel Orang-orang Proyek berhasil menceritakan kepada masyarakat mengenai realitas yang seharusnya diketahui masyarakat luas.

Novel OOT menceritakan sesosok insinyur muda bernama Kabul yang mendapatkan amanah mendirikan jembatan di sebuah desa. Sifatnya yang idealis terbentur oleh berbagai masalah yang tidak pernah dia kira sebelumnya, mulai dari penyuapan, korupsi, bahkan percintaan (meskipun yang terakhir ini dampaknya sekadar pribadinya seorang).

Walaupun pembahasan yang diangkat sangat berat, namun pembaca akan mengalami kenyamanan menikmati suasana yang diciptakan oleh Tohari. Seperti suasana pedesaan yang asri, bahkan sampai suasana hangat warung nasi mampu dinikmati berkat kepiawaiannya. Bahasa yang digunakan Tohari masih dapat dimengerti oleh pembaca yang awam, bahkan istilah asing dapat dijelaskan dengan perlahan melalui narasinya.

Tokoh yang dihadirkan mampu memanggil hati nurani pembaca mengenai sosok yang diidamkan oleh para pahlawan bangsa. Di sisi lain terdapat tokoh pusat sengsara yang sengaja diciptakan agar pembaca menghindari sifat rakus tersebut. Tidak ketinggalan para tokoh sampingan seperti penjual nasi, lurah, kontrakor, buruh, penyanyi dangdut, sampai petugas partai memegang makna kehidupan masing-masing.

Tohari menciptakan novel ini dengan latar tahun 1991, 30 tahun berjarak dari zaman sekarang. Kendati demikian, novel ini seolah mampu melintasi zaman dengan permasalahan yang akan terus relevan. Tidak ketinggalan solusi atau petuah hidup yang tertulis mampu digunakan sampai kapanpun. Pembaca dapat mengetahui permasalahan di era tersebut, kemudian akan senyum sendiri sembari berucap dalam hati "Sepertinya hari ini masih ada deh".

Novel OOT pantas dibaca oleh siapapun, dari  pekerja sampai pelajar. Mengajarkan bahwa pada dasarnya manusia bersifat rakus, ketika menemukan kesempatan hanya hati nurani yang mampu membatasi diri. Pelajar yang membaca novel ini dapat mengetahui lebih awal tentang realitas zaman, lantas memiliki waktu untuk memilih di masa yang akan dayang agar siap menderita atau menghadirkan penderitaan.

Terakhir, novel OOT bagi saya menghadirkan pertanyaan dan langsung mendapatkan jawaban  seiring membacanya, pertanyaan "ada apa dengan proyek?". Tentu isu yang lebih romantis, pelik, dan realis daripada "ada apa dengan cinta" sekalipun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline