Lihat ke Halaman Asli

Rezky NurulAulia

Mahasiswa Telkom University

Analisis Susunan Rumah "Julang Ngapak" dari Jawa Barat dan Kaitannya dengan Komunikasi Lintas Budaya

Diperbarui: 10 November 2023   01:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Anwar & Nugraha, 2013)

Indonesia terkenal dengan keberagaman budayanya. Keberagaman itu datang dengan berbagai bentuk, termasuk salah satunya adalah susunan rumah. Sebagian besar rumah adat di Indonesia mengikuti aturan tertentu dalam tradisi lokalnya, atau didorong oleh budaya (Kane et al., 2016). Oleh karena itu, penting dalam memahami sebuah arti dan kegunaan susunan rumah tradisional sebagai cara untuk melestarikan dan menjaga budaya Indonesia. Berbagai daerah memiliki susunan atau bentuk rumah tradisionalnya sendiri, khususnya Jawa Barat memiliki beberapa susunan rumah yang terlihat menarik dan memiliki fungsi serta arti yang berbeda.

Masyarakat Sunda yang kebanyakan tinggal di Jawa Barat memiliki susunan rumah yang dicirikan dengan fungsionalitas, kesederhanaan, kesopanan, keseragaman detail, dan keselarasan dengan lingkungan dan alam. Ada tujuh gaya susunan rumah dari Sunda, yaitu Jubleg Nangkub, Buka Pongpok, Badak Heuay, Parahu Kumureb, Jalopong, Tagog Anjing, dan Julang Ngapak. Masing-masing memiliki gaya atap berbeda dan mirip dengan desain atap Melayu.

Susunan rumah Julang Ngapak memiliki bentuk sesuai dengan namanya, memiliki arti burung yang sedang mengepakkan sayap. Karena bentuk atap yang memanjang ke samping seperti burung mengepakkan sayapnya.

Atap rumah ini biasanya terbuat dari dedaunan seperti alang-alang, rumbia, dan ijuk. Sedangkan dinding dan kerangka rumah bisanya terbuat dari campuran kayu dan bambu. Ciri khas lain dari susunan rumah ini adalah Cagak Gunting yang terletak di ujung atap. Cagak Gunting Ini berfungsi sebagai pencegahan air hujan meresap ke dalam, khususnya pada bagian pertemuan atap.

Seperti rumah Sunda pada umumnya, rumah dengan susunan Julang Ngapak berbentuk panggung dan memiliki kolong untuk memelihara hewan peternakan, dan juga sebagai antisipasi saat gempa dan banjir. Untuk masuk ke dalam atau naik ke rumah, disediakan tangga yang disebut Golodog. Golodog ini terbuat dari kayu dan bambu yang memiliki tiga anak tangga dan berfungsi untuk membersihkan kaki sebelum masuk ke rumah.

Analisis Komunikasi Lintas Budaya

Bentuk dan susunan rumah tradisional ini memiliki fungsi simbolik dibaliknya.

Sehingga jika dikaitkan dengan komunikasi lintas budaya, ini merupakan perspektif interpretatif sebuah budaya. Karena kebudayaan adalah suatu sistem makna dan simbol yang disusun dengan cara yang digunakan individu untuk mendefinisikan dunianya, mengungkapkan perasaannya, dan membuat penilaiannya, suatu pola makna yang diwariskan melalui sejarah (Sumarto, 2019). Karena sifat simbolisnya, budaya memerlukan pembacaan, penerjemahan, dan interpretasi untuk memahami pola dan aturan sebuah kelompok.

Bentuk rumah panggung memiliki fungsi simbolik dengan arti bahwa manusia tidak tinggal di bawah bumi ataupun di atas langit, tetapi berada di tengah-tengah. Rakyat Sunda mempercayai bahwa alam terbagi menjadi tiga, yaitu buana larang (handap), buana pancatengah (tengah), dan buana nyungcung (agung).

Secara simbolis, ini memberi makna pada bagian handap “bawah”, tengah, dan “atas” yang luhur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline