Lihat ke Halaman Asli

Rezi Hidayat

researcher and writer

Menyoal Babak Baru Pengelolaan Lobster

Diperbarui: 2 Agustus 2021   10:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pengelolaan sumber daya lobster di Indonesia memasuki babak baru setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) resmi menerbitkan Peraturan Menteri (permen) KP No. 17 tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster, Rajungan, dan Kepiting di wilayah NKRI. Belied yang dirilis bulan Juni lalu ini dengan tegas mencabut aturan terdahulu yakni permen KP No. 12 tahun 2020.

Perubahan mendasar dalam aturan anyar ini yaitu larangan ekspor benih bening lobster dari yang sebelumnya diperbolehkan. Benih bening lobster diatur hanya dapat ditangkap untuk pembudidayaan yang dilakukan di wilayah provinsi yang sama dengan lokasi penangkapan. Pembudidayaannya dibagi dalam empat segmentasi usaha yakni: a) pendederan I dimulai dari benih bening lobster sampai ukuran 5 g; b) pendederan II dengan ukuran >5 g sampai ukuran 30 g; c) pembesaran I dengan ukuran >30 g sampai ukuran 150 g; dan/atau d) pembesaran II dengan ukuran >150 g. 

Adapun, penangkapan maupun ekspor lobster dewasa hanya dapat dilakukan dengan kondisi tidak bertelur dan ukuran berat per ekor >150 g untuk jenis pasir atau >200 g untuk jenis lainnya. Seluruh ketentuan penangkapan tersebut harus berdasarkan rekomendasi dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan baik estimasi potensi, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, hingga tingkat pemanfaatan.

Secara konsepsi, terbitnya permen KP No. 17 tahun 2021 patut diapresiasi sebagai upaya menjaga kelestarian sumber daya lobster sekaligus pengembangan budidaya lobster nasional. Aturan ini yang banyak dinanti para pembudidaya lobster nasional, terutama guna memudahkan mendapatkan suplai benih bening lobster. Sayangnya, dalam tataran praktis, implementasi aturan baru ini masih harus dibenturkan dengan sederet persoalan yang pelik.

Persoalan utama yang menjadi isu strategis yaitu maraknya penyeludupan ekspor benih bening lobster. Selama tahun 2015-2019, jumlah benih bening lobster yang diamankan dari kasus penyeludupan ekspor terus meningkat setiap tahunnya hingga sebanyak 12 juta ekor. Dari jumlah tersebut, total kerugian yang berhasil diselamatkan mencapai Rp 1,63 triliun (KKP, 2020). Padahal dalam periode tersebut berlaku aturan larangan ekspor benih bening lobster.

Sebaliknya di tahun 2020, ketika ekspor benih bening lobster dilegalkan, jumlah benih bening lobster yang diamankan dari kasus penyeludupan ekspor justru turun drastis dari 5,85 juta ekor benih bening lobster pada 2019 menjadi 896 ribu ekor (KKP, 2020). Hal ini ditengarai sebagian penyeludup memilih melakukan ekspor benih bening lobster secara legal. 

Artinya, meskipun ekspor benih bening lobster dilarang, penyeludupan masih bisa terus terjadi karena besarnya permintaan dari luar negeri terutama Vietnam yang berani membeli dengan harga lebih tinggi dibanding pembudidaya nasional.

Persoalan lainnya yang perlu mendapat perhatian lebih yaitu kemampuan budidaya lobster nasional yang masih tertinggal. Jika dibandingkan dengan Vietnam, SR (survival rate) dari budidaya benih bening lobster sampai ukuran konsumsi (400 g/ekor) kita masih <50%, sementara Vietnam sudah mencapai 70%.  

Selain itu, kualitas SDM nya pun kita masih kalah baik dari segi teknis maupun manajerial. Adapun sederet persoalan lainnya yang mendera yakni kurang memadainya infrastruktur, keterbatasan permodalan, minimnya penerapan teknologi, hingga kurang kondusifnya iklim usaha.

STRATEGI PENGEMBANGAN

Agar implementasi permen KP No. 17 tahun 2021 dapat berjalan dengan baik, maka segenap komponen usaha harus bahu-membahu secara sinergis. Sejumlah langkah yang mesti segera dilakukan, antara lain. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline