Lihat ke Halaman Asli

Jokowi vs Prabowo - Arb, Dejavu Reformasi vs Orde Baru

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1399373407251332426

[caption id="attachment_322831" align="aligncenter" width="425" caption="ilustrasi gambar diambil dari dokumentasi kompas"][/caption]

Sekitar tanggal-tanggal  sekarang di bulan mei, tepatnya 16 tahun yang lalu ( 1998), terjadi pertarungan yang alot antara rakyat indonesia yang dimotori oleh aktifis2 reformasi untuk menuntut adanya perubahan kepemimpinan di indonesia. Orde baru, yang pada saat itu telah memimpin selama 32 tahun, dianggap gagal mengemban amanah penderitaan rakyat ( ampera) seperti saat semula orde baru di tegakkan. Di barisan reformasi, terdapat para tokoh pemimpinnya seperti amien rais, megawati sukarno putri dan Gus Dur, dengan kekuatan utama adalah para mahasiswa dengan dukungan yang meluas rakyat indonesia. Sementara pilar utama orde baru waktu itu di perkuat oleh 3 komponen utama, yaitu Golkar, Abri / TNI Ad, serta birokarasi pemerintahan atau Korpri.

Hasil pertarungan itu sudah kita ketahui bersama. Pada akhirnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 mei 1998 mengundurkan diri. Namun sejatinya, gerakan reformasi belum berhasil mereformasi total seluruh tatanan kehidupan masyarakat indonesia menjadi lebih baik seperti tujuan semula. Bahkan reformasi tersebut telah berhasil di bajak oleh elemen2 yang sebenarnya anti reformasi atau bisa dibilang cenderung mempertahankan kondisi mapan sebelumnya.

Kita lihat perjalanan reformasi yang terseok seok. Bahkan para tokoh reformasi nya pun, telah bercerai berai diantara mereka. Antara megawati, gus dur dan amien rais, masing masing telah memilih jalannya sendiri sendiri seusai dengan kepentingan masing2. Di lain pihak, elemen orde baru justru semakin menguat. Kita lihat Partai Golkar, meskipun saat ini sudah bukan single majority lagi, tetapi kekuasaannya masih tetap eksis mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. Demikian juga dengan birokrasi, kalau pada jaman orde baru, perilaku korupsi hanyat terbatas di ruang2 wilayah elit, pada saat ini para koruptor telah berhasil mengembangbiakkan dirinya sampai ke tatanan masyarakat paling bawah.

Disaat kondisi perjalanan sejarah bangsa sampai di titik kritis inilah, pertarungan pilpres kali ini akan menjadi momentum klimaks, yang memberi 2 pilihan kepada rakyat indonesia. pilihan tersebut yaitu :

1. Apakah reformasi benar2 menjadi gagal total, dan perjalanan bangsa menjadi menuju titik yang bahkan lebih nadir daripada tahun 1998 ? atau ...

2. Apakah momentum kali ini akan menjadi tonggak kebangkitan bangsa indonesia, untuk meneruskan cita cita reformasi indonesia menjadi suatu bangsa  yang mempunyai karakter bangsa yang tangguh, dan menuju cita cita bangsa sejahtera adil dan makmur ?

DEJAVU

Renungan di atas  akan membawa kita pada suatu lintasan ingatan ( dejavu).

Di satu sisi, Jokowi pada saat ini mendapatkan dukungan yang luar biasa dari rakyat indonesia. Harapan rakyat lah yang menumbuhkan dukungan untuk menjadikan Indonesia bangsa yang lebih baik. sosoknya yang sederhana dan dianggap sejiwa dengan masyarakat bawah, membuat imagenya selalu tertancap di hati masyakarat. Dalam bahasa gaul masyarakat, mereka berkata JOKOWI ADALAH KITA .Rakyat  kecil memang selalu berpikir sederhana, dan meskipun terhimpit beban kesulitan, harga dirinya masih terjaga dari perbuatan  untuk sekedar melakukan kerakusan korupsi.

[caption id="attachment_322836" align="aligncenter" width="340" caption="dokumentasi dari kompas"]

13993753891390902611

[/caption]
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline