Isu SARA adalah isu yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. SARA adalah singkatan dari Suku, Agama, Ras dan Antargolongan. Isu SARA menjadi salah satu konflik sosial yang sangat sensitif bagi masyarakat Indonesia karena adanya multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia.
Keberagaman tersebut menjadi sangat sensitif semenjak munculnya pemilu yang digunakan sebagai identitas oleh para elit politik dalam kampanyenya. Mencari simpati dan dukungan massa menggunakan Konten SARA menjadi salah satu jalan termudah untuk menarik para pemilih. Tidak heran hal tersebut pada praktiknya memberikan hasil yang signifikan.
Teknologi komunikasi di zaman ini telah menjadi sarana Isu SARA seperti ujaran kebencian, provokasi, pencemaran nama baik, fitnah, pelecehan, dan ancaman terhadap individu atau suatu kelompok. Hal tersebut menjadi kejahatan online yang paling sering dilaporkan ke polisi. Pemerintah sudah banyak sekali melakukan berbagai macam upaya untuk menanggulangi konflik ini dengan Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), tetapi masih belum cukup mampu menanggulangi konflik ini.
Penyebab Seseorang Melakukan Perbuatan SARA di Media Sosial
Pertama, mereka yang melakukan perbuatan SARA memiliki pandangan bahwa kepercayaan yang mereka anut merupakan yang paling benar dan kepercayaan lain salah. Padahal paham seperti ini justru paham yang harus dihindari karena akan memunculkan pemikiran yang berbahaya. Hal ini dapat menyebabkan adanya dominasi dari penganut kepercayaan tententu dan dominasi tersebut dapat membuat munculnya diskriminasi pada penganut kepercayaan minoritas.
Kedua, minimnya pemahaman atas kebebasan dalam beragama dan beribadah. Tidak ada pihak yang bisa memaksakan kehendak atas apa yang mereka yakini dan percaya kepada orang lain. Minimnya pemahaman tersebut membuat isu SARA dapat berkembang menjadi konflik yang besar. Terkadang ada suatu kelompok yang menganut kepercayaan tertentu memaksa pihak lain untuk mengikuti kepercayaan mereka, bahkan ada kelompok yang sampai melakukan tindakan kekerasan hinga berujung pada pengusiran dan pembubaran satu kelompok dari wilayah tertentu.
Ketiga, mereka yang memiliki paham radikalisme. Kelompok radikal adalah kelompok yang sempit akan paham dan pandangan tentang perbedaan. Pesatnya pertumbuhan media sosial justru menjadi salah satu masalah dalam persatuan bangsa karena melalui media sosial banyak kelompok yang menyalahgunakannya untuk melakukan penyebaran radikalisme, intoleransi, dan terorisme.
Brigjen Pol Ibnu Suhaendra selaku analis utama Intelijen Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri mengatakan "Medsos dapat mengubah karakter seseorang dalam waktu singkat," saat Diskusi Kebangsaan Bertajuk "Peranan Media Sosial dalam Mengarusutamakan Pancasila", Jumat 28 Mei 2021.
Menurut Ibnu, di media sosial seseorang dapat dengan mudah menjumpai ajaran-ajaran tentang perakitan bom bunuh diri atau mati syahid serta ajaran radikal lainnya. Hal ini membuktikan bahwa perkembangan teknologi informasi tidak hanya memberi efek positif saja, tetapi juga dapat memberi efek negatif yang sangat merugikan.
Hukuman yang Diberikan Kepada Pelaku Perbuatan SARA
Seseorang yang melakukan perbuatan SARA akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis Pasal 4 dan Pasal 16.