Lihat ke Halaman Asli

Solusi Jangka Panjang Kasus Korupsi

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

[caption id="attachment_102747" align="alignleft" width="85" caption="Korupsi"][/caption] Kasus korupsi yang ada di Indonesia sudah sangat membuat banyak rakyat di Indonesia merasa kecewa. Mulai dari tingkat daerah sampai dengan tingkat Nasional, dari mulai pedagang sampai dengan pejabat, dari mulai ribuan hingga sampai triliunan, semuanya tidak akan luput dari yang dinamakan korupsi. Hal yang terburuk dari kasus korupsi di Indonesia adalah peringkat 10 besar sebagai negara paling terkorup di dunia. Pemerintah sudah melakukan banyak cara untuk mengatasi permasalahan yang mengakar ini diantaranya adalah pembentukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada Kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, tetap saja tidak cukup banyak membuat para pelaku korupsi merasa jera. Jika ditinjau dari sudut psikologis mengapa seseorang melakukan korupsi dan banyak para korupsi tidak pernah merasa jera adalah karena mereka memiliki sifat tamak atau tidak pernah puas/bersyukur terhadap hasil yang telah dimilikinya. Berdasarkan asumsi tersebut maka jelas bahwa walaupun pemerintah sudah membentuk KPK, banyak pelaku-pelaku korupsi yang tidak pernah jera dengan hukuman yang diberikan kepadanya. Upaya penanggulangan secara psikologi bisa dengan menggunakan metode ESQ sebagai pendekatan spiritual mengingat sebab yang ditimbulkan adalah sifat tamak. Metode ini dapat digunakan dan dilakukan oleh keluarga. Selain itu, sebagai solusi jangka panjang, dapat menggunakan pendekatan keluarga diantaranya adalah pola asuh. Keluarga yang memiliki prinsip sosial, fungsi edukatif, dan pengelolaan ekonomi di dalamnya dapat digunakan sebagai alternatif solusi menghilangkan sifat korupsi di negeri ini. Dengan adanya prinsip sosial, anak-anak dapat diajarkan bagaimana seharusnya melakukan kontak sosial yang baik, berinteraksi dengan orang lain, penanaman nilai-nilai moral sejak mereka dini dan berperilaku yang sopan kepada siapa pun. Ketika anak merasa mampu dan matang secara sosial, maka ketika mereka berada di lingkungan yang lebih luas, mereka akan dapat menyesuaikan dengan nilai-nilai sosial yang semakin kompleks. Adanya fungsi edukatif pada keluarga, orangtua diharapkan dapat memberikan pendidikan tentang arti sebuah kejujuran, kerendahan hati, dan mengajarkan anak mereka bagaimana seharusnya bersikap ketika anak mereka dalam keadaan yang senang maupun dalam keadaan terdesak. Hal tersebut dilakukan karena memang kasus korupsi merupakan kasus laten yang dapat dilakukan oleh siapa pun dan apa pun profesi mereka. Fungsi pengelolaan ekonomi di dalam sebuah keluarga dapat menjadi sebuah latihan kepada anak-anak mereka bagaimana mereka harus bertanggungjawab terhadap uang yang telah diberikan kepada mereka, sehingga dengan adanya latihan tersebut, maka telah ada pembiasaan perilaku mereka yang telah dibentuk sejak mereka masih kecil. Harapannya dengan adanya pembiasaan perilaku tersebut, ketika anak telah terjun di dalam dunia pemerintahan yang lebih luas, dia dapat bertanggungjawab terhadap keuangan apa pun. Semuanya membutuhkan kerja sama yang baik antara ayah dan ibu sebagai elemen penting di dalam keluarga tanpa kerja sama mereka semuanya akan berjalan sia-sia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline