Maraknya kasus Operasi Tangkap Tangan tindakan korupsi oleh KPK, sebenarnya menyedihkan bagi bangsa Indonesia. Dan sepertinya, bangsa ini tidak pernah mengenal kata-kata "taubat" untuk perilaku ini. Lihatlah, ketika kepala daerah kabupaten ditangkap di sebuah cafe, tak seberapa lama berselang anggota dewan-pun ditangkap di bandara. Dan jumlah kasusnya cenderung meningkat dari tahun ke tahun dengan format dan jenis cenderung berubah-ubah dan makin massive.
Di lain pihak, orang yang mempunyai keinginan berbuat baik dianggap suatu yang aneh sehingga perlu di-blow up oleh media. Contohnya adalah seorang polisi yang merupakan operator pembuatan sim dengan suka rela menjadi pemulung demi menjaga dirinya untuk tidak menerima uang sogokan dalam pembuatan sim. Begitu juga ada seorang office boy yang menjadi perhatian public setelah mengembalikan uang temuannya di sebuah kantong plastik. Dari contoh pemberitaan tersebut, terlihat sekali, begitu langkanya orang-orang jujur di negeri ini, dan memang kenyataannya seperti itu. Tengoklah, bagaimana proses birokrasi saja, kita sudah dihadapkan dengan aparatur yang tidak mau bekerja kalau tidak ada uang pelicin. Belum lagi kalau kita lihat di terminal-terminal, begitu banyaknya pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum preman.
Berikut saya akan mencoba membahas beberapa hal yang mengakibatkan begitu dahsyatnya permasalahan ketidakjujuran di tengah masyarakat sehingga orang jujur bisa kita anggap sebagai makhluk langka.
* Budaya yang sudah menggurita
Masalah ketidakjujuran ini sudah mencapai level "budaya". Betapa tidak, banyak sekali ketidakjujuran yang kita temui di hampir semua tempat atau aktivitas kehidupan di Indonesia. Cobalah pergi ke pasar tradisional, masih kita temui pedagang yang memainkan timbangan atau menjual sesuatu yang jelek tapi dikatakan barangnya bagus. Atau kalau kita di jalan raya, kita sangat mahfum melihat pengendara kendaraan yang tidak sabar di saat lampu merah. Mereka menyerobot lampu merah hanya untuk alasan ingin cepat sampai di tempat tujuan.
Di birokrasi begitu juga, setiap ber-urusan dengan birokrasi pada saat itu kita dihadapkan dengan orang-orang yang mengharapkan uang tidak resmi. Pungutan liar ini bukan hanya dilakukan oleh pejabat tinggi atau anggota dewan saja (untuk urusan proyek yang besar), di level bawahpun hal itu sudah sangat umum ditemui. Contoh kongkritnya adalah; Untuk membuat selembar surat keterangan miskin, seseorang harus memberikan sejumlah uang kepada oknum kelurahan, kalau tidak si miskin harus melengkapi berkas-berkas yang sangat banyak sebelum dibuatkannya surat tersebut (dipersulit oleh birokrasi).
Di sekolah, cara berbuaat curang atau ketidakjujuran lain lagi formatnya. Dengan menargetkan memperoleh nilai yang tinggi, oknum guru-guru berbuat curang dengan "memberikan" jawaban soal-soal ujian nasional. Ada juga dengan alasan memberikan pelajaran tambahan, siswa diperlakukan tidak adil di sekolah, yang ikut les dengan guru pelajaran diberikan soal-soal ulangan plus pembahasannya di tempat lesnya sedangkan anak yang tidak ikut les dibiarkan susah payah belajar tanpa arah.
Dari contoh-contoh tersebut, terlihat jelas bahwa masalah ketidak jujuran sudah merambah di semua lini kehidupan. Karena langkanya kejujuran, akhirnya Departemen Pendidikan Nasional harus menerbitkan sertifikat jujur untuk sekolah yang tidak melakukan kecurangan. Belum lagi Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) memberikan sertifikat PAS untuk mereka yang tidak berbuat curang. Dan di kantor-kantor pemerintah perlu mereka buatkan spanduk "Tidak menerima uang sogokan" hanya demi menekan kasus pemberian tips kepada pegawai pemerintah. Inilah phenomena yang berlaku di semua tempat dan dilakukan oleh banyak orang, sehingga sulit dihilangkan karena sudah menjadi tradisi. Pada akhirnya akan terbawa ke dalam kehidupan sehari-hari.
*Harus Taubat Nasional
Betapa peliknya permasalahan ketidakjujuran di negeri ini. Betapa tidak, penyakit masyarakat yang menggurita di semua jenis kehidupan; mulai dari urusan birokrasi hingga urusan lalu lintas di jalan raya; dari urusan pelaksanaan ujian sekolah hingga saringan masuk penerimaan pegawai instansi swasta dan pemerintah. Rasanya, dan harus dilakukan upaya penghilangan budaya seperti itu. Kalau budaya ketidakjujuran tetap melekat, maka sulit sekali ditemukan suasana aman, tentram, dan kondusif untuk melakukan aktivitas perekonomian, sosial, politik, dan lainnya di masa mendatang.