Jam menusuk pergelangan tangan tanpa ampun, detak nya bergumam dalam kepala, menafsirkan makna kehidupan. Aku sadar betul bahwasannya detiknya semakin mengikis, semakin mencoba melepaskan tautannya dan debu pun bertebaran di sana. Menandakan tak ada satupun yang akan tinggal, ya..
Tak ada, hanya asa saja yang lewat bertegur sapa, walau sering kan tak dihiraukan. "Aku sudah bisa berdiri tegak" katanya sambil mengerutkan dahi. Baiklah ku akui kau memang hebat, hanya saja kau lupa sedang siapa kau berbicara. "Pelan-pelan saja" katanya. "Aku tahu kau sangat takut ketinggian, bukan?" jawabku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H