Pengukuran Berbasis Citra
Pengukuran berbasis citra merupakan sistem pengukuran dengan objek pengukuran berupa citra. Secara garis besar sistem pengukuran berbasis citra dapat dilihat pada gambar 2.1. Beberapa komponen utama pada sistem pengukuran berbasis citra adalah sumber cahaya, objek, sensor dan sistem pengolahan data berupa citra.
Sumber cahaya berfungsi untuk memberikan gelombang elektromagnetik untuk dikenai pada objek. Cahaya yang datang kemudian akan mengalami reflektansi,transmisi dan absorbsi. Berdasarkan tiga jenis sifat cahaya setelah mengenai objek, maka pengukuran berbasis citra juga dibagi menjadi tiga mode yakni, reflektansi, transmisi dan absorbsi.
Sensor pada sistem pengukuran ini, berfungsi mengubah gelombang elektromagnetik yang telah mengenai objek menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik ini kemudian akan disusun ke dalam bentuk matriks agar data-data berbentuk matriks tersebut mudah divisualisasikan dalam bentuk citra. Data berbentuk citra inilah yang kemudian akan diolah oleh sistem pengolahan citra untuk kemudian di analisis.
Pengukuran berbasis citra memiliki beberapa keuntungan seperti pengukuran dapat dilakukan secara non-destruktif, mengetahui detail objek yang tidak mudah dianalisis mata manusia, dapat melakukan analisis kualtitaif dan/atau kuantitatif, dan tidak membutuhkan kontak antara objek dan sensor pengukuran (Heijden, 1994).
Pengukuran dan analisis citra ini digunakan pada bidang computational biology. Beberapa aplikasinya adalah melihat berupa pengamatan bentuk objek, melihat distribusi spasial objek, melihat distribusi interaksi dua objek (Sbalzarini, 2016). Namun, seiring dengan kompleksnya objek yang diamati, diperlukan spektrum pengamatan diatas cahaya tampak untuk mampu menganalisis kandungan kimia pada objek.
Penggunaan Citra Hyperspectral
Hyperspectral merupakan perpaduan teknologi pencitraan dan spektroskopi. Spektroskopi merupakan alat ukur yang memiliki kelebihan mampu menyediakan data absorbansi sampel, namun tidak mampu menyediakan informasi mengenai posisi dari data tersebut. Di sisi lain, teknik pencitraan biasa mampu menyediakan lokasi data namun sulit mendapatkan informasi kuantitatif sampel (ElMasry & Sun, 2010).
Perpaduan keduanya ialah yang kemudian menjadi dasar pengembangan pencitraan hyperspectral. Artinya, jika kita menggunakan pengukuran berbasis citra hyperspectral, kita mengetahui data absorbansi sampel dan mengetahui posisi data absorbansi tersebut. Secara umum, kelebihan menggunakan citra hyperspectral adalah:
1.Tidak memerlukan preparasi sampel.
2.Pengukuran bersifat non-destruktif.
3.Dapat melakukan pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif.
Sementara itu, sistem pengukuran berbasis hyperspectral memiliki beberapa kekurangan, yakni:
1.Data yang dihasilkan cukup besar secara ukuran sehingga membutuhkan daya komputasi lebih.
2.Proses pengambilan data hingga analisis cukup lama.
3.Pengukuran dilakukan secara tidak langsung, artinya membutuhkan fungsi transfer dan standar kalibrasi.
Berdasarkan prinsip kerja hyperspectral, yang merupakan gabungan spektroskopi dan pencitraan, maka data yang dihasilkan tentu saja memiliki koordinat x,y dan nilai intensitas pada tiap panjang gelombang. Secara visual, bentuk data citra hyperspectral dapat dilihat pada gambar 2.2. Nilai panjang gelombang yang dapat diamati, bervariasi tergantung dari sensor yang digunakan. Secara keseluruhan, citra hyperspectral mampu mengamati hingga daerah longwave infrared.