Lihat ke Halaman Asli

Reza Salman Alfaris

Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran

"Selamat Hari Natal": Polemik Jelang Tahun Baru

Diperbarui: 24 Desember 2022   10:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap tanggal 25 Desember, umat Kristiani selalu merayakan hari raya Natal. Hari Natal dirayakan untuk menyambut kelahiran Tuhan Yesus dan kehidupan yang baru. Kata "Natal" merupakan sebuah ungkapan yang lahir dari bahasa Latin, yaitu Dies Natalis (Hari Lahir). Sedangkan kata "Christmas" merupakan istilah dari Inggris kuno, yaitu Cristes Maesse (1038) atau Cristes-messe (1131), yang berarti Misa Kristus. Lalu, kata "Natal" di dalam Alkitab berbahasa Indonesia tidak ditemukan, yang ada hanya "kelahiran Yesus". Natal sendiri dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember. Selain itu, ada sebuah tradisi yang identik dengan perayaan hari Natal. Perayaan hari Natal tersebut adalah pengadaan pohon natal, kartu Natal, bertukar hadiah dengan teman dan anggota keluarga serta kisah tentang Santa Klaus atau Sinterklas.

 Menyikapi perayaan hari Natal di Indonesia terbilang masih menjadi sebuah polemik. Hal tersebut disebabkan oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam dan menjadikan pemeluk agama Kristen sebagai minoritas. Meski zaman sudah maju, nyatanya perdebatan tentang toleransi antaragama masih belum selesai dibahas dari tahun ke tahun. Perdebatan tersebut terjadi antara pemeluk agama Islam. Ada yang menyebutkan tidak boleh dan ada yang menyebutkan diperbolehkan oleh agama.

 Toleransi merupakan sebuah kemampuan seseorang memperlakukan orang lain yang berbeda. Toleransi termasuk ke dalam sikap positif seperti menghargai dan menghormati orang yang berbeda agama, ras, bahasa, suku, dan budaya. Toleransi dalam bahasa Arab memiliki arti sebagai suatu pendirian atau sikap untuk menerima berbagai pandangan, serta pendirian yang beraneka ragam meski tidak sependapat. Sedangkan menurut KBBI Edisi V, diartikan sebagai sikap toleran, mendiamkan, dan membiarkan.

Berdasarkan pengertian toleransi di atas, maka tindakan yang bersifat toleransi antaragama sangat diperlukan. Dalam hal ini adalah tentang bagaimana umat Islam di Indonesia menyikapi perayaan hari Natal yang dilakukan oleh umat Kristiani. Polemik yang selalu terjadi saat menjelang tahun baru, tepatnya saat hari Natal adalah pengucapan "selamat hari Natal" oleh umat Islam. Polemik tersebut jelasnya berisi ada umat muslim yang tegas tak memberi ucapan selamat hari Natal dan ada juga yang mengucapkan dengan alasan toleransi beragama. Menanggapi hal tersebut maka hanya bisa dijawab oleh hukum dalam Islam, apakah boleh atau haram.

Dilansir Muhammadiyah.or.id, pada Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Wawan Gunawan Abdul Wahid, mengungkapkan bahwa perbedaan pendapat pada ulama disebabkan oleh ijtihad mereka dalam memahami generalisasi ayat atau hadis sehingga ada ulama yang membolehkan ucapan selamat hari Natal, karena dasar hukum mengikuti prosesi Natal bagi mereka memang boleh. Lalu, ada juga ulama yang lebih memilih berhati-hati, karena mengucapkan selamat Natal berarti dia telah memberikan kesaksian palsu.

Wawan kemudian menjelaskan beberapa sebab terjadinya perbedaan hukum. Hal tersebut dapat dilihat dari penempatan ini adalah apakah mengucapkan "selamat hari Natal" itu bagian dari persoalan keseharian belaka ataukah muamalah, atau apakah berkaitan dengan akidah. Para ulama yang mengharamkan pengucapan "selamat hari Natal", berdasarkan penafsiran QS. Maryam ayat 23-26. 

Dalam ayat tersebut, Jibril memerintahkan Maryam yang sedang melahirkan Isa Al-Masih untuk meraih pangkal pohon kurma itu ke arahnya lalu mengambil buahnya yang sudah matang untuk dimakan. Kehadiran buah kurma memberi isyarat bahwa kelahiran Isa Al-Masih, bukan di musim dingin dan dengan demikian tanggal 25 Desember bukanlah kelahiran Putra Maryam tersebut. Sementara, para ulama yang membolehkan memberi ucapan selamat hari natal berlandaskan pada QS. Al Mumtahanah ayat 8. Dalam ayat tersebut, Allah tidak melarang untuk berbuat baik kepada orang-orang yang tidak memerangi umat Islam. Oleh karena itu, mengucapkan "selamat Natal" adalah salah satu bentuk perbuatan baik kepada orang non-muslim sehingga perbuatan tersebut diperbolehkan.

Perbedaan yang telah disebutkan di atas hendaknya tak boleh menjadikan internal umat Islam terpecah belah. Umat Islam harus paham bahwa di dalam Al-Quran dan As-Sunah tidak disebutkan secara spesifik terkait dengan kebolehan atau keharaman mengucapkan "selamat Natal". Hal itu terjadi karena termasuk aspek ijtihadiyah, maka hal ini adalah kreasi nalar manusia dan refleksi terhadap realitas.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hukum pengucapan hari Natal termasuk aspek muamalah yang harusnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang menyertai kita. Misalnya, dalam satu situasi minoritas, ia berada di lingkungan minoritas, bila tidak mengucapkan "selamat hari Natal" akan terjadi sesuatu, maka mengucapkannya bagian dari yang disampaikan (boleh). Namun, jika dalam satu lingkungan tertentu, misalnya sering berbagi makanan dengan non-muslim pada rapat RT setempat, maka tidak ada satu keharusan memberi ucapan selamat hari natal karena telah terjalinnya hubungan yang baik dengan non muslim. Maka dari itu, dalam kondisi minoritas di mana toleransi begitu diperlukan agar terjalin keharmonisan, maka boleh mengucapkan selamat hari natal. Sementara, dalam situasi yang tidak menuntut untuk adanya toleransi di lingkungan kita (karena memang telah harmonis) maka sebaiknya hindari ucapan selamat hari natal kepada umat Kristian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline