"Hari ini Ibu meninggal. Atau mungkin kemarin, aku tak tahu."
Sebuah kalimat pembuka yang mencengangkan untuk memulai sebuah cerita, ya begitu juga mungkin yang akan kalian rasakan ketika atau setelah membaca buku yang akan saya bahas ini. Ya, buku yang akan saya bahas adalah karya salah satu penulis fenomenal di eranya, bahkan mungkin hingga sekarang, yaitu Albert Camus dan buku yang akan saya bahas adalah "The Stranger.
Buku ini berjudul asli (L'tranger) dalam bahasa Prancis. Karya Camus ini telah diterbitkan ke dalam banyak Bahasa, juga ditempatkan pada peringkat pertama dalam 100 buku paling berkesan pada abad ke -20 oleh Le Monde.
Dalam cerita ini Camus mencoba menggambarkan pemikirannya tentang Absurdisme, yang digambarkan dengan menceritakan kehidupan Meursault. Tokoh eksentrik yang memiliki cara pandang berbeda dengan kebanyakan orang mengenai kehidupan.
Di mana ia hanya menjalani kehidupan dengan menerima setiap kejadian, baik hal terjadi padanya maupun yang terjadi pada orang lain. Ia tidak banyak menunjukkan emosi, tanpa tujuan, tidak memiliki ambisi atau hasrat. Banyak orang yang heran dengan bagaimana Meursault menjalani hidupnya.
Dari awal cerita kita akan dijejalkan berbagai peristiwa yang dihadapi dan dijalani Meursault dengan datar, yang dimulai dari kematian Ibunya. Ia menjalani malam berkabung dan pemakaman ibunya seperti orang-orang pada umumnya, namun tanpa ada raut atau tangisan sedih seperti yang dilakukan kebanyakan orang.
Meursault bukannya tidak sedih dengan kepergian sang Ibu, tetapi menurutnya semua manusia akan mati nantinya dan apa yang terjadi pada ibunya adalah hal yang akan terjadi pada semua orang. Begitu juga saat Raymond menanyakan apakah ia mau menjadi sahabatnya, saat bosnya menawarkan kesempatan bekerja di Paris, atau saat pacarnya Marie mengajaknya untuk menikah.
Meursault hanya mengiyakan permintaan mereka tanpa adanya hasrat dan tujuan khusus dalam pengambilan keputusannya karena menurutnya semua akan sama saja baginya.
Begitu juga saat ia harus menghadapi dakwaan pembunuhan terhadap seorang Arab yang ia tembak tanpa alasan yang jelas. Ia menghadapi persidangan dengan sikap yang sangat acuh tak acuh, bahkan ketika orang-orang berusaha memahami alasan di balik perbuatannya.
Sikapnya yang datar dan tidak bersemangat saat menjelaskan tindakannya membuat banyak orang merasa bingung dan marah. Ia malah terganggu pada sensasi fisik dan cuaca yang panas daripada proses persidangan itu sendiri. Kegelisahannya terhadap cuaca panas dan pengap di ruang persidangan, membuatnya terlihat tidak peduli dengan keadaan sekitarnya.
Sebenarnya Meursault bukan orang yang apatis, ia memperhatikan setiap orang dan kejadian yang terjadi disekitarnya. Ia memang tidak melibatkan banyak perasaan, tetapi ia tetap memiliki perasaan atau emosi seperti manusia lainnya. Meursault merasa ia sama seperti manusia lain yang hidup pada masa sekarang, memiliki masa lalu, dan tidak tahu akan masa depan.