Ketika ada perang Armenia-Azerbaijan kembali pecah untuk memperebutkan daratan Nagorno-Karabakh seketika terbesit sebuah nama, Qarabag. Sebenarnya fragmen perang antar kedua negara tak lain lanjutan baku hantam mereka sejak 1990an.
Salah satu ekor dari akibat pecahnya Uni Sovyet, kedua negara saling sikut demi wilayah otonomi di pegunungan Karabakh yang oleh pihak Armenia disebut Artsakh.
Singkat cerita sebab gencarnya pertempuran dan diakhiri dengan kalahnya pihak Azerbaijan di perang pertama, mulai lah gelombang eksodus warga Azeri keluar area itu.
Tak cuma warga biasa saja yang harus hijrah dari daerah yang kemudian terus menjadi sengketa, tapi juga menimpa klub sepak bola kebanggaan kota Agdam, Qarabag FK.
Kota Agdam yang terkena dampak besar akibat peperangan jelas tak bisa membuat Qarabag dengan tenang bertanding sepak bola. Bahkan secara de facto Kota Agdam kemudian diduduki oleh tentara Armenia.
Demi menyelamatkan eksistensinya, akhirnya di 1993 Qarabag diboyong jauh ke timur menuju pesisir Laut Kaspia, ibu kota negara Baku. Malangnya juga pelatih Qarabag kala itu, Allahverdi Bagirov ikut gugur dalam perang.
Kini keadaan sekarang berbalik sebab menangnya pihak Azerbaijan di lanjutan perang tahun 2020. Kota Agdam sudah dibebaskan militer Azerbaijan dari pendudukan Armenia dan stadion Imarat yang sudah rata dengan tanah sejak dibombardir tahun 1993 dicanangkan untuk kembali dibangun, mungkin ada kemungkinan Qarabag FK kembali pulang ke kampung halamannya.
Kisa klub sepak bola yang harus hijrah akibat perang juga dialami oleh raksasa sepak bola Ukraina, Shaktar Donestk. Klub para pekerja tambang ini harus meninggalkan markas mereka yang megah, Donbass Arena di kota Donetsk akibat konflik berkepanjangan yang terjadi. Sejak 2014 memang muncul breakaway nation bernama di region Donestk dan Luhansk yang pro ke Rusia.
Stadion pun tak luput dari arena konflik antara pihak pemberontak dan pemerintah Ukaraina. Akhirnya manajemen Shaktar memutuskan mengungsi dari Donestk untuk mencari daerah yang relatif lebih aman.