Jika ada yg menanyakan tentang tumbuhan yang identik Cilacap wa bil khusus pulau Nusakambangan pasti banyak yang menyebut Bunga Wijayakusuma. Bukan hal yang salah sebab tapi juga tak sepenuhnya benar. Tapi sebelumnya mari kita ketahui ada dua jenis 'Wijayakusuma' yang kita kenal. Bunga yang putih besar yang hanya mekar di malam hari adalah Wijayakusuma impor asal Amerika Latin. Bernama ilmiah Epiphyllum anguliger, Wijayakusuma yang ini berfamili dengan kaktus-kaktusan macam Buah Naga.
Sedangkan Wijayakusuma yang sering dimunculkan di folkrore kehidupan masyarakat Jawa bernama ilmiah Pisonia grandis var silvestris. Jauh berbeda perawakannya dengan Wijayakusuma impor, perawakan Wijayakusuma Keraton ini serupa semak dan bunganya kecil-kecil mirip kol banda. Hal yang wajar sebab sama-saama tergabung dalam genus Pisonia.
Nah si Wijayakusuma Keraton ini tak tumbuh di daratan Cilacap pada umumnya atau pun di pulau penjara Nusakambangan. Ada satu area konservasi khusus yang bahkan bernama Cagar Alam Wijayakusuma demi membentengi jenis ini. Cagar alam (CA) ini tak seperti pada umumnya area CA lain yang berupa hutan, CA Wijayakusuma hanya berupa pulau karang kembar di timur Nusakambangan. Genus Pisonia ini berhabitat alami di atas karang atau atol yang muncul di atas permukaan laut.
Oleh para penduduk sekitar kedua pulau karang disebut Pulau Majeti dan juga dikenal sebagai wilayah istana Nyi Roro Kidul. Menuju Pulau Majeti sungguh sulit ditembus sebab pusaran ombak ganas pantai selatan dan curamnya dinding karang pulau. Jangan juga karang ini sebagai area yang luas, total luas area CA Wijayakusuma hanya seluas 1 Ha. Kebun Raya Bogor saja seluas 87 Ha. Wijayakusuma Keraton hanya tumbuh di atas karang-karang ini.
Sulitnya menuju ke CA ini dan persyaratan tumbuh Wijayakusuma Keraton membuat jenis ini sangat terancam. Keberadaanya juga kalah beken dengan Wijayakusuma impor dan secara peraturan jenis Pisonia grandis var Silveltris tak dilindungi oleh undang-undang maupun tercatat di situs Apendix dan IUCN Red List. Padahal CA Wijayakusuma sudah ditetapkan sebagai wilayah konservasi semenjak masa kolonial Belanda di 1923.
Usaha terbaru dari pihak berwenang, yaitu BKSDA Jateng adalah mengumpulkan bagian tumbuhan sebagai stek dan usaha konservasi ex-situ. Perlu adanya penyebarluasan informasi mengenai Pisonia grandis var Silveltris sebagai Wijayakusuma yang 'asli' dan pengintesifan kegiatan konservasi ex-situ. Tantangan terbesar konservasi ex-situ tak lain adalah masih belum mampunya Wijayakusuma Keraton berbunga di luar Pulau Majeti.
Melihat betapa sulitnya mendapat bunga Wijayakusuma Keraton, tak heran bunga ini menempati tahta yang keramat di kebudayaan Jawa. Menemui tumbuhannya tak berarti bertemu bunganya, menanamnya juga tak menjamin ia mau berbunga.
Jika Wijayakusuma yang impor itu harus ditunggu hingga tengah malam, Wijayakusuma Keraton ini malah tak tentu kapan ia berkenan berbunga. Mungkin harus Sri Susuhunan atau Sri Sultan sendiri yang memohon padanya untuk berbunga sambil bersemedi khusyuk di bawah naungan redup rembulan Pulau Majeti.
Semoga energi pusaran ombak samudera selatan mampu melindunginya dari tangan-tangan bodoh manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H