Lihat ke Halaman Asli

Bloor

TERVERIFIKASI

Masih dalam tahap mencoba menulis

Mengenal Gus Mus dari Pintu Sastrawi

Diperbarui: 10 Juni 2021   05:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gus Mus dalam acara 'Doa untuk Palestina' di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, 24 Agustus 2017. dok:Antara Foto

Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus atau yang pernah dikenal sebagai M. Ustov Abi Sri sebagai nama pena bebarapa karyanya adalah kiai cum sastrawan. Hal yang semakin jarang di zaman kiwari ini. 

Ketika makna ulama atau kiai tereduksi menjadi juru ceramah atau orator agama. Padahal bukan hal yang jarang pada zaman salafus shalih seorang ulama menggemari berbagai cabang ilmu. 

Seperti halnya Imam Syafii yang meski terkenal sebagai pendiri mazhab fiqih, beliau punya kitab yang berisi syair-syair buatannya sendiri bernama Diwan As-Syafii.

Bukan tanpa alasan Imam Syafii menuangkan kelihainnya bersyair menjadi kiab tersendiri. Syair menjadi medium bagi Imam Syafii menyebarkan kalam-kalam hikmatnya, bahkan kitab 'antololgi' syair ini sudah ada kitab syarah (penjelasan) sendiri yang disusun Syaikh Muhammad Ibrahim Salim. 

Gus Mus pun sepertinya mengikuti jejak Imam Syafii. Selain rutinitasnya mengaji kitab-kitab salaf bersama santri, undangan ceramah yang menurut beliau sendiri faedahnya sedikit, Gus Mus menulis banyak karya sastra dalam bentuk puisi maupun prosa, bahkan lukisan.

Penulis meski dibesarkan di lingkungan pesantren, pertama kali 'mengenal' Gus Mus melalui karya cerpennya yang monumental itu, Gus Jakfar. Terpukau dan sendari situ lebih mengenali beliau dan terus dari jalur sastrawinya. 

Cerpen Gus Jakfar dengan lihai menguliti aspek-aspek mistisme khas pesantren tapi dengan mudah dilahap masyarakat awam yang mungkin sanksi akan kelakuan tokoh 'Gus Jakfar' itu sendiri sepanjang jalannya cerita. Banyak orang pintar tapi tak sebanyak orang yang pintar menyederhakan isi pikirannya ke orang lain.

Dalam cerpennya yang lain, Ngelmu Sigar Raga. Lagi-lagi Gus Mus membuat penulis terpukau dengan kelihainnya membedah mistisme agama dengan pisau sastrawi. Dibalut plot cerita yang tak tertebak dan kritik sosial yang sudah digeluti Gus Mus sejak tahun 1980an. 

Dalam cerita tersebut, bukan hanya pembaca yang terlupa akan Sigar Raga tokoh 'Aku' hasil tabarukan ke Mbah Joned, tapi bahkan si tokoh 'Aku' juga lupa akan ilmu dan amalan lamanya itu. 'Aku' sudah terbuai akan dunia.


Lain lagi ketika menyelami karya beliau yang lebih baru, yaitu Nyai Sobir (Kompas, 2011). Disitu Gus Mus bukan membedah mistisme seperti di dua karya diatas, tapi dilema yang sudah sangat sering dirasakan kaum yang menjanda. 

Tokoh janda Kiai Sobir dihadapkan dengan kegundahan hati setelah ditinggal mati oleh suaminya yang merupakan sesepuh besar di daerahnya dan mengayomi ribuan santri dan warga. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline