Lihat ke Halaman Asli

Rezara

Mahasiswi Psikologi semester 4, UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

4 Langkah untuk Menghindari Self Diagnose

Diperbarui: 22 Juni 2022   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Informasi mengenai kesehatan mental kini dapat diakses dan kapanpun. Hal tersebut menyebabkan banyaknya masyarakat terutama kalangan remaja yang menetapkan penyakit sesuai dengan apa yang dibaca, maupun dilihat tanpa memeriksa ke ahlinya terlebih dahulu . Self diagnose adalah upaya menghadapi jenis penyakit dengan cara meneliti informasi yang diperoleh secara mandiri. 

Saat mendiagnosis diri sendiri, masyarakat menyimpulkan suatu masalah psikologis maupun kesehatan fisik yang dimiliki. Padahal butuh waktu yang lama bagi tenaga medis untuk mengulik seluk-beluk suatu masalah kesehatan sebelum diagnosis pasiennya. 

Psikolog Klinis dan Pengurus Bidang Strategi Komunikasi Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK) Wilayah DKI Jakarta Masfuukhatur Rokhmah mengatakan banyak remaja telah melakukan self-diagnose (mendiagnosis diri sendiri) pada kesehatan mentalnya tanpa bantuan dari para ahli.

Nah hal ini yang sering remaja lakukan ketika merasakan ada suatu gejala yang terjadi pada dirinya, dan akibat dari mendiagnosis diri sendiri ini adalah timbulnya pikiran cemas, gelisah dan bisa saja menjadi overthingking akibat mengetahui hasil dari self diagnose tersebut. 

Akhirnya hal itu berdampak pada produktivitas dan bisa menganggu pikiran kita ketika sedang beribadah. Mendiagnosa diri sendiri ini merupakan perilaku tercela yang pada dasarnya dalam pandangan psikologi islam seseorang tidak dianjurkan untuk memiliki sikap was-was ataupun berlebihan. 

Allah berfirman:"(yaitu) orang- orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingat, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." Begitu juga disebutkan dalam hadits, "Ma'anzalallahu daa an, illa anzala lahu syifaan," (HR. Bukhori), artinya "Allah tidak akan menurunkan satu penyakit kecuali Allah turunkan juga obatnya".

Maka dari itu dalam islam juga tidak dianjurkan untuk panik secara berlebihan dan dalam psikologi tidak dianjurkan untuk melakukan self diagnose karena memiliki dampak negatif seperti salah mengkonsumsi obat, dan akan memicu timbulnya gangguan kesehatan mental yang lebih parah lagi. 

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari mendiagnosis diri sendiri secara berlebihan dan lebih aman agar tidak menganggu pikiran dan produktivitas sehari-hari serta tetap dalam tuntunan agama islam.

Hindari Mencari Tahu Penyakit Melalui Internet. Perlu diketahui bahwa tidak semua informasi yang ada pada internet benar adanya. Meski tidak dilarang, untuk mencari tahu mengenai kondisi yang kamu alami melalui media sosial dan internet, namun hal ini bukanlah cara penanganan yang efektif. Hal ini justru dapat memicu kesalahaan dalam hal penanganan akibat salah diagnosa.

Hindari Tes Mental Melalui Daring. Jangan terlalu sering melakukan tes mental secara online! Saat ini banyak sekali tes yang berkaitan dengan kondisi kesehatan mental beredar di internet. Hindari melakukan tes-tes tersebut karena kredibilitasnya sangat diragukan. Selain itu, tes online yang kemudian marak ditemukan juga tidak menilai gejala secara spesifik hanya berdasarkan pada gambaran umum saja.

Jangan Jadikan Penderita Gangguan Mental Lain Sebagai Rujukan. Meski mirip tapi kondisimu dengan orang lain belum tentu sama, jangan jadikan kondisi orang lain sebagai rujukan. Seringkali kita menemukan kesamaan gejala dan kondisi yang dirasakan dengan seorang yang kita kenal atau selebritas dengan gangguan kesehatan mental. Perlu diketahui meski mirip namun kondisi satu orang dan orang lainnya belum tentu sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline