Saya mengenal Sumpah Pemuda berkat sekolah saya tepatnya sekolah dasar. Kalau bukan karena ritual upacara hari nasional sekolah dasar negeri sejak kelas satu, saya mungkin telat mengenal kreo yang sangat legend bagi bangsa Indonesia ini. Maklum saja sebagai anak kecil yang hidup dalam keluarga buruh kota besar sangat sulit mendapatkan pendidikan sejarah Indonesia selain dari bangku sekolahan.
Berbagai bentuk upacara selama sekolah dasar sampai mahasiswa saya tekuni dengan terus mengulang janji mulai dari tanah air, bangsa dan bahasa Indonesia yang disampaikan oleh teman sebaya yang jadi petugas upacara. Mulai dari seragam putih merah, putih biru, putih abu-abu dan almamater mahasiswa sudah lengkap saya jalani ritual upacara sumpah pemuda itu.
Sebagai generasi yang menghabiskan masa anak-anak hingga remaja di tahun 90an akhir dan 20an awal, awalnya saya merasa bangga ketika sekolah saya terus-terusan merayakan ritual upacara sumpah pemuda. Maklum pada saat itu kan, berbagai bentuk nasionalisme sedang hangat karena pengaruh orde baru. Tapi lama kelamaan setelah sma masuk reformasi, akhirnya saya sempat kritis juga terhadap sumpah pemuda karena pernah terpengaruh paham radikal. Dan baru beberapa lama kemudian tepatnya ketika mahasiswa, saya baru menyadari kalau sumpah pemuda itu penting.
Selain itu, karena sumpah pemudalah akhirnya saya mendalami pentingnya kemanusiaan dan penghargaan terhadap perbedaan. Memang paham radikal yang sempat meracuni saya terkesan indah karena hidup dengan satu golongan saja namun lama-lama saya sadar manusia tidak selamanya seragam. Contoh kasarnya walaupun sama-sama penggemar nasi nanti akan terpecah juga pada varian nasinya seperti apa entah itu bubur ataukah goreng.lagipula amat sangat bosan apabila hidup dengan satu warna saja.
Bagi saya sendiri, sumpah pemuda yang dilakukan generasi jaman old masih relevan dengan generasi jaman now. Kenapa? karena pemilihan kredo atau kalimatnya mewakili atau merangkul entitas SARA yang berbeda. Karena pemilihan bait yang egaliter atau setara tanpa kenal dikotomi seperti mayoritas, minoritas, pribumi dan non pribumi itulah, sumpah pemuda masih relevan untuk digaungkan sampai kini. Pada saat sumpah pemuda, lengkap dari pemuda berbagai macam SARA bahkan ada warga tionghoa, indo Eropa dan indo Arab disamping itu ada juga minoritas ahmadiyah, syiah dan minoritas agnostik dan atheis atau tak beragama yang diwakili pemuda komunis.
Kebetulan juga, saya sempat kuliah dalam kajian sejarah sehingga pandangan saya lebih terbuka atau open minded. Dan karena kampus tempat yang kritis bukan doktrin seperti sekolah sd sampai sma mau tak mau saya semakin menyadari bahwa sumpah pemuda masih relevan untuk Indonesia yang beranekaragam ini. Memang kajian sejarah lebih bebas para dosen tidak lantas bersikeras harus tetap Indonesia karena sejatinya sejarah nusantara ini sangat cair dari kesukuan, kerajaan sampai republik ini. Masa depan ada ditangan generasi muda mau jadi apa bangsa manusia ini nantinya.
Sumpah pemuda yang diinisiasi oleh berbagai bentuk organisasi pemuda jaman old telah membuktikan bahwa 3 bait mereka betul-betul melegenda dan relevan. Dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan suku, agama, ras, golongan dan gender, semuanya pasti tahu. Dan bahkan hingga kini setelah mereka sudah pada meninggal dunia, saya yakin jasa mereka akan tetap terkenang dalam tinta emas peradaban makhluk hidup yang bernama manusia ini. Saya kira untuk tetap membumikan sumpah pemuda sebaiknya generasi muda menggunakan berbagai cara kreatif yang menarik seperti membuat hastag atau beritagar.
Selamat hari sumpah pemuda! Salam persatuan!