Belum reda kehebohan soal kasus tawuran supporter persita tangerang dengan divisi 1 infanteri kostrad TNI yang menyebabkan puluhan orang luka-luka dan satu orang meninggal dunia. Kali ini sepakbola Indonesia kembali menjadi bahan berita soal kematian salah satu bintang sepakbola Indonesia kapten tim persela lamongan Choirul huda yang posisinya sebagai kiper. Video ini menjadi viral karena membuka mata semua orang bahwa olahraga sepakbola juga memiliki resiko bahaya yang dapat mengakibatkan kematian.
Jika membaca berbagai situs berita, pemicu persoalannya hanya masalah sepele yakni rebutan bola. Huda sebagai kiper merasa dirinya paling berhak merebut bola dari Marcel Sacramento ketika sudah membahayakan gawang yang berpotensi menciptakan gol. Sayangnya rekan setimnya Ramon Rodrigues juga memiliki perasaan yang sama sehingga terjadilah tragedi yang menyedihkan. Tindakan Huda ingin mengambil bola dari kako Marcel justru dalam waktu yang bersamaan menghantam kaki Ramon yang juga ingin merebut bola. Malang tak dapat ditolak dan untung tak dapat diraih. Maksud hati menyelamatkan gawang malah berbuah petaka yang berujung kematian sesama rekan tim.
Hanya karena benturan yang merupakan hal biasa bagi olahraga sepakbola ternyata bebuntut panjang. Huda sempat bergerak, kemudian tidak sadarkan diri. Tim medis langsung melarikan sang penjaga gawang ke rumah sakit dengan ambulans. Sebelum dilarikan ke rumah sakit, sosok berusia 38 tahun itu sempat mendapatkan pertolongan dengan alat bantu oksigen. Sang pemain didiagnosis dokter mengalami trauma dada, kepala, dan leher. Di dalam leher, ada sumsum tulang yang menghubungkan batang otak lalu meninggal dunia. Informasi kepergian Huda diterima para pemain Persela tepat setelah peluit panjang laga kontra Semen Padang. Persela menang 2-0, tetapi kapten mereka tutup usia. Dunia sepakbola pun kembali berduka bahkan pemain internasional Pogba menyatakan duka cita melalui media sosial.
Aneh. Mungkin itu yang juga berkelebat di benak Anda menyimak fenomena ini. Memang fenomena kecelakaan dalam dunia sepakbola sangat jarang apalagi sampai meninggal dunia tapi bukan berarti tidak ada dan olahraga ini tidak berbahaya. Kalau kita lihat data ternyata kecelakaan sepakbola juga banyak berujung kecelakaan parah dan tindakan medis lanjutan seperti kasus eduardo da silva, david busst dan patrick battiston. Untuk posisi kiper sendiri juga tak kalah berbahaya dengan posisi lain seperti kasus Petr Cech. Karena kerasnya benturan, Cech sampai mengalami retak tengkorak yang menekan otaknya. Dokter menyatakan nyawa kiper asal Ceko itu nyaris melayang. Setelah sembuh, Cech memutuskan memakai helm topi scrum (scrum cap) untuk mengurangi dampak jika terjadi benturan yang sama, sekaligus melindungi bekas operasi di kepalanya.
sumberdetik-59e447967461b10a80649932.jpg
Memang apabila dibandingkan dengan pemain-pemain posisi lain, kiper yang relatif jarang melakukan kontak fisik dengan lawan. Selain itu posisi kiper memiliki usia yang relatif panjang sampai pensiun yang rata-rata mencapai 40 tahunan beda dengan posisi lain yang selalu bersaing dengan pemain-pemain muda. Namun terkadang kiper justru mendapatkan benturan yang lebih keras saat beraksi karena perkembangan strategi sepakbola memaksa kiper untuk berperan lebih dalam bertahan.Sepakbola jaman now atau kekinian mengenal posisi "sweeper keeper". Kiper dengan tugas ini diharuskan terlibat lebih banyak dalam permainan antara lain menerima umpan dari kawan, menahan dan mendistribusikan bola, serta keluar dari daerah tugas kiper dengan segera apabila perangkap offside yang digalang para bek gagal. Serangkaian tugas baru ini membuat risiko kiper meningkat. Tidak hanya blunder yang mengancam, tapi juga situasi satu lawan satu yang lebih sering dihadapi termasuk rekan satu tim sendiri seperti yang dialami Choirul Huda yang berujung kehilangan nyawanya.
Soal keamanan atau safety pemain sepakbola, harus kita akui dan ketahui masih belum banyak peraturan perlengkapan standar kemanan yang mampu melindungi area kepala, leher dan dada serta lengan. Kenapa kemudian bisa terjadi kecelakaan? Hal ini tidak mengherankan, sebab telah menjadi fakta bahwa benturan kepada tubuh manusia secara langsung tanpa perlindungan perlengakapan memang meningkatkan resiko cedera luka sampai patah tulang yang menyebabkan cacat atau kematian.
Kasus Choirul Huda seharusnya menjadi wake up call atau momentum perbaikan sepakbola, PSSI dan FIFA seharusnya segera sadar akan bahaya yang ditimbulkan dari kontak fisik tanpa perlindungan terhadap area tubuh yang terbuka. Sepakbola harus segera mengadaptasi berbagai perlengkapan keamanan atau safety bagi para pemain seperti pemakaian topi scrump atau helm pada kiper seperti yang dilakukan Pter Cech.
Sebuah penelitian pernah dilakukan terkait pemakaian topi scrum ini. Sebuah studi inovatif yang tercatat dalam Jurnal Kedokteran Olahraga Inggris dilakukan setelah musim sepakbola tahun 2006 pada klub Oakville membuktikan dapat menekan resiko cedera pada area kepala. Penelitian lain juga banyak yang menekankan pentingnya memakai perlengkapan yang banyak pada permainan sepakbola namun sayang sampai sekarang belum ada aturan resmi dari PSSI dan FIFA terkait kewajiban pemakaian alat-alat kemanan pada pemain sepakbola.
Sekarang kita berada pada jaman yang menekankan keselamatan kerja atau yang populer dikenal dengan nama k3 bagi jurusan kesehatan masyarakat seperti bidang yang ditekuni kompasianer Listia rahman. Sudah seharusnya kasus Choirul huda ini diperhatikan sebagai hal yang penting agar tidak terjadi insiden selanjutnya. Saya sangat berharap kepada semua orang yang peduli dengan sepakbola terutama yang terhormat ketua PSSI Edy Rahmayadi agar kejadian ini jangan berhenti pada ungkapa duka cita dan pembuatan patung Choirul Huda dimarkas persela lamongan saja.
Alangkah sangat bijak segera memperbaiki regulasi dan keamanan sepakbola dan stadion bagi pemain, pengurus, pengaman dan penonton sepakbola. Data penelitian terutama dalam bidang kesehatan olahraga pun sudah banyak yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan pembenahan jadi tunggu apa lagi?? akademisi kesehatan masyarakat dan olahraga juga banyak yang dihasilkan dari berbagai perguruan tinggi ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan. Saya rasa apabila Edy Rahmayadi mengambil momentum penggunaan alat bantu kemanan kepada pemain seperti helm untuk kiper beliau akan dikenang seperti Jenderal Hoegeng yang mewajibkan helm bagi pengendara motor. Kalau tidak ada tanggapan serius dari PSSI sebaiknya Edy Rahmayadi mundur saja dan fokus kepada TNI silahkan serahkan PSSI pada sipil yang ahli olahraga sehingga dapat segera berbenah diri dunia sepakbola Indonesia.