Lihat ke Halaman Asli

Choirul Huda dan Masalah Keselamatan Pesepak Bola

Diperbarui: 16 Oktober 2017   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum  reda kehebohan soal kasus tawuran supporter persita tangerang dengan  divisi 1 infanteri kostrad TNI yang menyebabkan puluhan orang luka-luka  dan satu orang meninggal dunia. Kali ini sepakbola Indonesia kembali  menjadi bahan berita soal kematian salah satu bintang sepakbola  Indonesia kapten tim persela lamongan Choirul huda yang posisinya  sebagai kiper. Video ini menjadi viral karena membuka mata semua orang  bahwa olahraga sepakbola juga memiliki resiko bahaya yang dapat  mengakibatkan kematian.

Jika membaca berbagai situs  berita, pemicu persoalannya hanya masalah sepele yakni rebutan bola.  Huda sebagai kiper merasa dirinya paling berhak merebut bola dari Marcel  Sacramento ketika sudah membahayakan gawang yang berpotensi menciptakan  gol. Sayangnya rekan setimnya Ramon Rodrigues juga memiliki perasaan  yang sama sehingga terjadilah tragedi yang menyedihkan. Tindakan Huda  ingin mengambil bola dari kako Marcel justru dalam waktu yang bersamaan  menghantam kaki Ramon yang juga ingin merebut bola. Malang tak dapat  ditolak dan untung tak dapat diraih. Maksud hati menyelamatkan gawang  malah berbuah petaka yang berujung kematian sesama rekan tim.

Hanya  karena benturan yang merupakan hal biasa bagi olahraga sepakbola  ternyata bebuntut panjang. Huda sempat bergerak, kemudian tidak sadarkan  diri. Tim medis langsung  melarikan sang penjaga gawang ke rumah sakit  dengan ambulans. Sebelum dilarikan ke rumah sakit, sosok berusia 38  tahun itu sempat mendapatkan pertolongan dengan alat bantu oksigen. Sang  pemain didiagnosis dokter mengalami trauma dada, kepala, dan leher. Di  dalam leher, ada sumsum tulang yang menghubungkan batang otak lalu  meninggal dunia. Informasi kepergian Huda diterima para pemain Persela  tepat setelah  peluit panjang laga kontra Semen Padang. Persela menang  2-0, tetapi kapten mereka tutup usia. Dunia sepakbola pun kembali  berduka bahkan pemain internasional Pogba menyatakan duka cita melalui  media sosial.

Aneh. Mungkin itu yang juga berkelebat di  benak Anda menyimak  fenomena ini. Memang fenomena kecelakaan dalam  dunia sepakbola sangat jarang apalagi sampai meninggal dunia tapi bukan  berarti tidak ada dan olahraga ini tidak berbahaya. Kalau kita lihat  data ternyata kecelakaan sepakbola juga banyak berujung kecelakaan parah  dan tindakan medis lanjutan seperti kasus eduardo da silva, david busst  dan patrick battiston. Untuk posisi kiper sendiri juga tak kalah  berbahaya dengan posisi lain seperti kasus Petr Cech. Karena kerasnya  benturan, Cech sampai mengalami retak tengkorak yang  menekan otaknya.  Dokter menyatakan nyawa kiper asal Ceko itu nyaris melayang. Setelah  sembuh, Cech memutuskan memakai helm topi scrum (scrum cap) untuk mengurangi dampak  jika terjadi benturan yang sama, sekaligus melindungi bekas operasi di  kepalanya.

sumberdetik-59e447967461b10a80649932.jpg

Memang  apabila dibandingkan dengan pemain-pemain posisi lain, kiper yang  relatif jarang  melakukan kontak fisik dengan lawan. Selain itu posisi  kiper memiliki usia yang relatif panjang sampai pensiun yang rata-rata  mencapai 40 tahunan beda dengan posisi lain yang selalu bersaing dengan  pemain-pemain muda. Namun terkadang kiper justru  mendapatkan benturan  yang lebih keras saat beraksi karena perkembangan strategi sepakbola  memaksa kiper untuk berperan lebih dalam bertahan.

Sepakbola jaman now atau kekinian mengenal posisi "sweeper keeper".  Kiper  dengan tugas ini diharuskan terlibat lebih banyak dalam  permainan antara  lain menerima umpan dari kawan, menahan dan  mendistribusikan bola,  serta keluar dari daerah tugas kiper dengan  segera apabila perangkap  offside yang digalang para bek gagal.  Serangkaian tugas baru ini  membuat risiko kiper meningkat. Tidak hanya  blunder yang mengancam, tapi  juga situasi satu lawan satu yang lebih  sering dihadapi termasuk  rekan satu tim sendiri seperti yang dialami  Choirul Huda yang berujung kehilangan nyawanya.

Soal  keamanan atau safety pemain sepakbola, harus kita akui dan ketahui masih  belum banyak peraturan perlengkapan standar kemanan yang mampu  melindungi area kepala, leher dan dada serta lengan. Kenapa kemudian  bisa terjadi  kecelakaan? Hal ini tidak mengherankan, sebab telah  menjadi fakta bahwa benturan kepada tubuh manusia secara langsung tanpa  perlindungan perlengakapan memang meningkatkan resiko cedera luka sampai  patah tulang yang menyebabkan cacat atau kematian.

Kasus  Choirul Huda seharusnya menjadi wake up call atau momentum perbaikan  sepakbola, PSSI dan FIFA seharusnya segera sadar akan bahaya yang  ditimbulkan dari kontak fisik tanpa perlindungan terhadap area tubuh  yang terbuka. Sepakbola harus segera mengadaptasi berbagai perlengkapan  keamanan atau safety bagi para pemain seperti pemakaian topi scrump atau  helm pada kiper seperti yang dilakukan Pter Cech.

Sebuah penelitian  pernah dilakukan terkait pemakaian topi scrum ini. Sebuah studi  inovatif yang tercatat dalam Jurnal Kedokteran  Olahraga Inggris  dilakukan setelah musim sepakbola tahun 2006 pada klub Oakville  membuktikan dapat menekan resiko cedera pada area kepala. Penelitian  lain juga banyak yang menekankan pentingnya memakai perlengkapan yang  banyak pada permainan sepakbola namun sayang sampai sekarang belum ada  aturan resmi dari PSSI dan FIFA terkait kewajiban pemakaian alat-alat  kemanan pada pemain sepakbola. 

Sekarang  kita berada  pada jaman yang menekankan keselamatan kerja atau yang populer dikenal  dengan nama k3 bagi jurusan kesehatan masyarakat seperti bidang yang  ditekuni kompasianer Listia rahman. Sudah seharusnya kasus Choirul huda  ini diperhatikan sebagai hal yang penting agar tidak terjadi insiden  selanjutnya. Saya sangat berharap kepada semua orang yang peduli dengan  sepakbola terutama yang terhormat ketua PSSI Edy Rahmayadi agar kejadian  ini jangan berhenti pada ungkapa duka cita dan pembuatan patung  Choirul Huda dimarkas persela lamongan saja. 

Alangkah sangat bijak  segera memperbaiki regulasi dan keamanan sepakbola dan stadion bagi  pemain, pengurus, pengaman dan penonton sepakbola. Data penelitian  terutama dalam bidang kesehatan olahraga pun sudah banyak yang dapat  dijadikan dasar untuk melakukan pembenahan jadi tunggu apa lagi??  akademisi kesehatan masyarakat dan olahraga juga banyak yang dihasilkan  dari berbagai perguruan tinggi ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan  perbaikan. Saya rasa apabila Edy Rahmayadi mengambil momentum penggunaan  alat bantu kemanan kepada pemain seperti helm untuk kiper beliau akan  dikenang seperti Jenderal Hoegeng yang mewajibkan helm bagi pengendara  motor. Kalau tidak ada tanggapan serius dari PSSI sebaiknya Edy Rahmayadi mundur saja dan fokus kepada TNI silahkan serahkan PSSI pada sipil yang ahli olahraga sehingga dapat segera berbenah diri dunia sepakbola Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline