Saya merasa janggal apabila Edy Rahmayadi, Pangkostrad, Ketua Umum PSSI, Kemudian Bakal Calon Gubernur Sumatera Utara. Hemat saya sebagai orang awam posisi seorang jendral angkatan darat bintang tiga memegang pimpinan kostrad yang memiliki pasukan, memegang ketua umum PSSI itu belum layak menjadi gubernur sumatera utara.
Tengok saja sejarah panjang jenderal yang punya bintang dimasa lalu sepanjang pengetahuan saya tidak ada yang memegang jabatan gubernur jauh dari sekitar ring 1 kepulauan Jawa. Singkat kata untuk ukuran bintang tiga dan kostrad yang levelnya sudah nasional bukan regional dengan jejak rekam alumni yang jadi menteri, dpr atau presiden (Suharto) tindakanya dapat dikatakan menurunkan level sendiri. Yah maju ke politik itu pilihan namun ada baiknya belajar dari AHY dan TB Hasanudin.
Agus Harimurti Yudhoyono
Rekam jejak pria yang akrab disapa AHY ini memang hampir sempurna. Lahir dari keluarga terhormat dan terpandang keturunan Jenderal dan birokrat besar tanah air. Secara finansial dan fisik dapat dikatakan sangat tampan sehingga terkenal bayak fans wanita. Sejak kecil sampai remaja dari sd sampai akademi militer selalu meraih nilai sempurna dan ranking bahkan catat rekor SMA Taruna Nusantara dan Akademi Militer yang belum dipecahkan sampai sekarang.
Wanita yang menjadi pasanganhidupnya juga bukan sembarangan yaitu wanita cantik annisa pohan. Penugasanya lengkap sampai ke luar negeri bahkan kuliahnya di universitas Harvard dapat ipk 4 alias sempurna. Satu-satunya kelemahanya yang muncul ke publik ialah ijin umroh saat pasukanya perang sebagai kontingen garuda diluar negeri.
Catatan politiknya memang gagal ketika menjadi calon gubernur Jakarta. Ada beberapa hal dari AHY yang dapat dicontoh Edy Rahmayadi. Pertama, AHY ketika jadi cagub langsung segera mundur dan mengurus syarat-syarat pencalonan. Kedua, AHY segera mecari pasangan duet untuk maju sehingga publik cepat tahu Agus-Silvi.
Ketiga, AHY segera mencari konsultan politik dari akademisi seperti rocky gerung. Keempat, AHY segera membuat basis sosial media untuk menggiring dukungan generasi milenial. Kelima, AHY lupa adaptasi militer ke sipil sehingga memang gayanya masih formal dapat dimaklumi soalnya waktu pencalonan dan pengunduruan dirinya pendek. Keenam, AHY ikhlas mundur dari TNI meskipun peluang Jenderal besar.
Ketujuh, sebaiknya Edy melepas simbol mirip militer sehingga tidak terulang kasus AHY yang gaya pakaian dan kampanye masih sedikit kaku bahasanya masih bahasa formal yang khas tentara dan akademisi bukan bahasa sehari-hari yang lebih merakyat. AHY langsung pindah dari TNI ke politik tanpa jabatan dobel meskipun gagal namun masih bis anyalon lagi nanti. Mungkin Edy tidak mau belajar dari AHY yang hanya mayor maka saya akan mencarikan tokoh lain seorang jenderal yang kini di PDI dan DPR.
Tubagus Hasanudin
kalau memang AHY terkesan luar biasa masa mudanya beda dengan TB Hasanudin yang seperti rakyat kebanyakan. Dari penelusuran saya sedikit dari masa muda hasanudin yang menonjol kecuali bakat olahraga dan keturunan bangsawan sunda dengan gelar tubagusnya. Pengalaman pendidikan umumnya juga normal dan universitasnya biasa. Karir militernya pun standar Jenderal darat yaitu lulusan akademi militer, korps infanteri, komandan pasukan, instruktur pasukan dan komandan teritorial serta sekolah komando.
Catatan politiknya memang luar biasa sampai sekarang langganan jadi legislatif atau dpr terutama komisi 1 soal hankam dan dari pdi tidak ada catatan pindah partai secara tidak langsung selalu sukses. Ada beberapa hal dari TB Hasanudin yang dapat dicontoh Edy Rahmayadi. Pertama, jauh sebelum pemilu sudah lepas baju TNI. Kedua, fokus mencari dukungan partai kepada kubu nasionalis. Ketiga, tidak memasang harga politik harus jadi legislatif atau eksekutif. Terakhir sama seperti AHY, TB hasanudin dari TNI ke politik g ada jabatan dobel lain.