Masih ingat kasus Ahok? demo berjilid-jilid menjegal tokoh tionghoa dengan dasar sentimen agama, politik dan etnis. Euforia dua pihak yang bertikai baik pro maupun kontra melupakan satu fakta sejarah penting. Sebelum Ahok, Indonesia ternyata sudah memiliki tokoh dari etnis tionghoa yang menduduki jabatan penting dalam pemerintahan.
Salah satunya Oei Tjoe Tat seorang menteri negara dan menteri keuangan jaman orde lama era presiden Sukarno. Karir politiknya habis setelah tragedi 1965 dan ketika Presiden Suharto berkuasa terpaksa harus mendekam dalam penjara. Tidak cukup sampai disitu, seperti banyak pejabat lain yang dipenjara namanya seolah hilang dari sejarah Indonesia dan bukunya dilarang beredar oleh Jaksa Agung karena akan meracuni generasi muda. Hasilnya bisa kita lihat sekarang banyak generasi muda buta sejarah beranggapan kalau etnis tionghoa tidak akan bisa dapat jabatan penting.
Siapa Oei Tjoe Tat?
Oei begitu beliau akrab disapa, politikus dari etnis tionghoa beragama katolik kelahiran Surakarta lahir di 26 April 1922 dan meninggal di Jakarta 26 Mei 1996 pada umur 74 tahun. Pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia etnis tionghoa secara politik memang terpecah menjadi tiga kubu, pertama mendukung belanda, kedua mendukung cina, ketiga mendukung Indonesia.
Oei Tjoe Tat termasuk kubu pendukung Indonesia bersama tokoh hukum Yap Thiam Hiem, tokoh militer Panglima Muda Laut Laksamana Muda ALRI TNI AL John Lie dan tokoh politik Siauw Giok Tjhan, Go Gien Tjwan, Liem Koen Seng, Oei Poo Djiang yang kemudian berhasil menduduki posisi pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif.
Alumnus Universiteit van Indonesi (sekarang Universitas Indonesia) di Batavia (sekarang Jakarta) bersama tokoh tionghoa lainya mendirikan Partai Demokrat Tionghoa Indonesia dan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia. Tercatat dalam sejarah etnis Tionghoa tangan dingin para bapak bangsa Indonesia yang terlupakan ini berhasil menghasilkan kader berbakat seperti Arief Budiman dan Soe Hok Gie.
Pandangan umum orang awam, etnis tionghoa identik dengan pedagang padahal kalau melihat sejarah Oei Tjoe Tat dan organisasi yang didirikanya menunjukkan bahwa tionghoa juga memiliki peran lain diluar perdagangan.
Universitas Tri Sakti dan Universitas Surabaya ternyata dahulunya merupakan yayasan pendidikan yang dibentuk etnis Tionghoa bernama Universitas Res Publika.
Sayang paska tragedi 1965 aset politikus dan pendidik tionghoa diambil alih pemerintah serta etnis Tionghoa hanya dibatasi profesinya sebatas pedagang saja. Gagasan mengalihkan status Tri Sakti menjadi kampus negeri yang ramai beberapa tahun lalu pun seperti hal yang lucu mengingat sejarah etnis tionghoa yang terlupakan ternyata punya saham lebih dulu dari pemerintah.
Drama sempat terjadi ketika Sukarno angkat mengangkat beliau menjadi Menteri. "Saya panggil Mr. Oei untuk diangkat menjadi Menteri yang akan membantu Presiden dan Presidium (Dr. Subandrio, Dr. Leimena, dan Chaerul Saleh).
Bagaimana?" Oei Tjoe Tat menjawab polos, "Mengagetkan, tak perah saya impikan dan inginkan." Sukarno pun mengangkat Oei jadi menteri diluar dugaan banyak orang. Media pun sempat ramai memberitakan, wajar bersamaan dengan itu tokoh-tokoh Tionghoa mulai dapat posisi strategis lebih banyak seperti John Lie (TNI), Yap Thia Hie (Hukum).