Pagi 1 Oktober 1965, Panglima Udara Marsekal AURI OMAR DANI menyiarkan 4 poin pernyataan penting kepada publik. Jika dilihat secara sepintas, pernyataan yang disampaikan Omar Dani tersebut mengesankan dukungannya terhadap pihak pelaku G 30 S. Sejak saat itu terjadi "bully" kepada keluarga besar AURI kini TNI AU mulai dari diludahi sampai ditabrak. Mengutip pidato Suharto saat penemuan jenazah Jenderal TNI AD yang dibunuh, Suharto menyatakan, "Tidak mungkin oknum-oknum Angkatan Udara tidak ada hubungan dengan peristiwa ini... Saya berharap anggota patriot Angkatan Udara membersihkan anggota Angkatan Udara yang terlibat petualangan ini,"
Persaingan Internal Militer atau Rival Angkatan
TNI sebagai lembaga militer ketika itu bernama ABRI terdiri dari 4 Angkatan termasuk Kepolisian. Berdasarkan hirarki jabatan masing-masing anggota dari 4 Matra merupakan kolega, keluarga sekaligus pesaing untuk posisi Panglima ABRI yang membawahi 4 Angkatan. Setelah G 30 S PKI menyebabkan gugurnya Jenderal Ahmad Yani sebagai orang nomor satu TNI AD otomatis menjadikan jalan tol Jenderal Suharto sebagai Pangkostrad dengan posisi orang nomor tiga TNI AD untuk naik ke puncak. Sayang beberapa waktu sebelum peristiwa itu orang nomor dua TNI AD Jenderal Gatot Subroto meninggal.
Praktis saingan Jenderal Suharto menuju puncak hanya tinggal Udara, Laut dan Kepolisian. Ironisnya Laut ada konflik internal antara Ali Sadikin, Martadinata, Yos Sudarso dan Hartono. Kepolisian pun sama saja ada konflik internal. Jamak kita dengar ketika itu perwira saling protes atas pengangkatan koleganya sebagai pimpinan kepada Presiden Sukarno sebagai penguasa tertinggi sehingga ada yang dipertahankan dan dibatalkan.
Maklum saja tahun 1960 an Indonesia masih muda dan tentaranya dulu banyak yang dari laskar atau milisi sipil jadi belum cukup pendidikan profesional tentaranya. Tinggal Udara yang kompak sejak awal berdiri, mungkin faktor keahlian terbang butuh orang-orang berpendidikan ahli yang profesional sehingga jarang ada konflik internal. kalau kita orang awam cermati melalui posisi militer sejak jaman Jenderal Sudirman dan Marsekal Udara Suryadarma memang dekat. Jaman perang ganyang Malaysia pun sempat terjadi persaingan posisi antara Jenderal Suharto dengan Marsekal Udara Omar Dani untuk panglima kolaga.
Persaingan militer tidak lepas dari sejarah panjang tentara. Dalam konfrontasi menghadapi Malaysia, Presiden Soekarno memperoleh pelajaran penting dari keberhasilan Operasi Trikora yang telah mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Dalam operasi semacam ini terlihat pentingnya keunggulan angkatan laut dan angkatan udara. Jangan lupa trikora juga menewaskan salah satu calon terkuat Panglima Laut atau Laksamana yaitu Yos Sudarso.
Sempat ada konflik antara matra laut dan matra udara, saling menyalahkan karena dianggap kurang mendukung. Kondisi matra udara dan darat pun malah jadi mesra karena keberhasilan penerjunan pasukan terjun darat dari pesawat udara sehingga menghasilkan calon-calon Jenderal masa depan TNI AD dan calon-calon Marsekal masa depan TNI AU. Dampaknya posisi Suryadarma tergeser sebagai penasihat militer presiden dan secara tidak langsung sudah masuk kotak. Posisi Panglima ABRI praktis tertutup digantikan oleh Marsekal Udara Omar Dani.
Nasib mantan Panglima AURI Marsekal Udara Suryadarma setelah menjabat penasihat militer Presiden juga tak aman. Masih hangat peristiwa kematian Kommodor Yos Sudarso di Laut Aru bertambah pula dengan kelakuan salah satu anak didiknya yaitu Daniel Maukar yang menembaki istana negara dengan pesawat tempur. Praktis TNI AU juga kehilangan salah satu penerbang terbaiknya hasil tangan dingin Suryadarma. Tragedi 1965 juga semakin menyudutkan bapak AURI ini karena dianggap lalai mendidik anak militer udaranya ke jalan yang benar. Loyalis Sukarno seperti Soebandrio dan Hanafi dalam buku mereka juga menyalahkan Suryadarma sebagai penasihat yang jarang memberikan masukan apabila tidak diminta. Idealnya suka atau tidak suka harus sering datang ke Istana agar 1965 tidak terjadi namun nasi sudah menjadi bubur sang bapak udara harus melihat anaknya jatuh.
Ada apa di balik keluarnya pernyataan Omar Dani tersebut ? Dalam bukunya, Tuhan Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku, Omar Dani mengungkapkan bahwa ia memang mendapat informasi dari stafnya yang bernama Heru Atmojo bahwa pada 30 September 1965 akan terjadi gerakan pembersihan terhadap perwira-perwira korup di lingkungan TNI AD, tetapi ia sendiri belum tahu siapa para perwira yang dijadikan sasaran operasi tersebut.
Omar Dani mengakui bahwa keluarnya pernyataan tersebut terlalu tergesa- gesa, ia mengira G 30 S hanya operasi biasa yang tidak berujung pada pembunuhan sejumlah perwira tinggi AD. Dampaknya beliau ditahan dan pernah dihukum mati namun diganti hukuman seumur hidup. Beliau bahkan pernah dihapus dalam sejarah militer TNI dan fotonya baru dipajang kembali ketika masa reformasi.
Dalam buku Menguak Misteri Sejarah, Sejarawan Asvi Warman Adam bercerita betapa mobil para personel Angkatan Udara ditabrak jip-jip Resimen Para Komando Angkatan Darat. Istri-istri anggota AURI yang berbelanja di pasar di luar Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma pun ikut diejek. Bahkan para calon prajurit atau kadet taruna mengalami pembullyan. Tercipta stigma negatif masyarakat kepada keluarga besar AURI bahkan ada anggapan matra Udara sebagai kasta terendah.