Lihat ke Halaman Asli

White Vs Riedl di Tengah-tengah Ada Kolev

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Abad 21 Sepakbola Indonesia terutama tim nasional mengalami perubahan besar dari sisi formasi dan permainan. Tidak percaya? Boleh, ini masih jadi perdebatan diantara pengamat dan suporter. Dalam 12 tahun mengikuti perkembangan tim nasional saya mencermati ada tiga orang pelatih asing yang menonjol dengan dua orang membawa perubahan fundamental dari segi pola permainan dan satu orang membawa ketenaran. Peter White, Ivan Kolev dan Alfred Riedl merupakan pelatih yang dulu dipuja di awal namun terpuruk di akhir. Kisah perjalanan tiga orang ini dalam menangani tim nasional disertai juga pendapat Saya mengenai ketiga-tiganya.

1. Peter White

Pria yang lahir pada 30 Agustus 1951 adalah Pahlawan Aston Villa di final Piala Champion tahun 1981. Saat itu gol semata wayang White berhasil mengalahkan Bayern Muenchen di final dengan skor 1-0 untuk keunggulan Aston Villa. Setelah pensiun pada tahun 1990 sebagai pemain, White meneruskan karir nya sebagai pelatih Wimbledon di tahun 1991, di tahun 1998 White mulai melatih tim nasional, Thailand adalah negara pertama yang ditangani pria berkebangsaan Inggris.

Warga negara Indonesia pada tahun 2000 dan 2002 tentu tidak akan melupakan betapa perkasanya tim nasional Thailand, selalu bermain cepat dengan umpan direct football yang membuat repot pemain-pemain kita ketika itu seperti Nur'alim, Aji Santoso dan Sugiantoro. Thailand pada masa tersebut adalah raja asia tenggara, Indonesia hanya spesialis runner-up. Publik juga tidak akan melupakan bagaimana tim nasional harus kalah adu penalti pada final Piala Tiger (AFF Cup) 2002 di Senayan Jakarta, kala itu sistem satu tuan rumah yang berlaku tidak membuat gentar Thailand yang bertindak sebagai tamu, alhasil Peter White berhasil membawa Thailand untuk kedua kalinya menjadi Juara di level Asia Tenggara setelah menang adu penalti.

Prestasinya tersebut ternyata membuat kepincut PSSI yang ketika itu di pimpin oleh Nurdin Halid. PSSI akhirnya menawari kontrak kepada White untuk menangani tim nasional selepas kegagalan lolos ke perempat final Piala Asia 2004 di Cina. White langsung membuat gebrakan, Indonesia di tangannya di ajarkan taktik dan formasi yang dianggap modern oleh dunia yaitu 4-4-2, formasi ini mengundang kritik luar biasa dari Benny Dollo dan Sutan Harhara yang menganggap formasi 4-4-2 tidak berhasil karena pemain Indonesia belum mampu memahaminya, bahkan Benny menyarakan agar kembali ke formasi konservatif 3-5-2 yang dianut hampir seluruh klub Indonesia. White punya pendirian dan menghiraukan seluruh kritik tersebut, selain itu publik juga mengenang White yang berhasil mengangkat mutiara hitam yang paling berkilau ketika itu, Boaz Solossa. White juga membuat publik terkejut dengan meninggalkan pujaan hati pendukung Jack Mania yaitu Bambang Pamungkas, di sisi lain White lebih memilih Ilham Jaya Kesuma (van Nistelroy-nya Persita Tangerang) dan Kurniawan Dwi Yulianto sebagai pelapis IJK. Strategi White ketika itu adalah memaksimalkan serangan dari sisi lapangan  yang diemban oleh Boaz dan Budi dengan bantuan holding midfielder dan deep playmaker yang ketika itu dijalankan oleh Ponaryo Astaman. White yakin tim yang dibentuknya akan membawa tim nasional menjadi juara di level Asia Tenggara sekaligus mencapai perempat final di Piala Asia 2007.

Pada kejuaraan Piala Tiger 2004 yang dihelat di Vietnam dan Malaysia, Indonesia bergabung di grup A bersama Vietnam, Singapura, Kamboja dan Laos. Dengan 3 kemenangan (vs Laos 6-0, vs Vietnam 3-0, Kamboja 8-0) 1 seri (vs Singapura 0-0) dan 17 gol tanpa kebobolan, publik Indonesia optimis White dan pasukannya mampu melepas dahaga akan gelar tim senior apalagi saat itu permainan menyerang dan penuh determinasi membuat semua pihak sangat mengunggulkan Indonesia, apalagi seteru beratnya Thailand gagal lolos ke semifinal. Pada semifinal, supporter di Senayan terkejut tatkala Malaysia membungkam Indonesia 2-1, namun White meyakinkan pemainnya  untuk mengalahkan Malaysia di Shah Alam dan mengatakan bahwa tim nasional akan mempersembahkan gelar untuk korban tsunami. Hasilnya Indonesia bermain gila dan ngotot dengan membantai Malaysia 4-1 setelah sebelumnya tertinggal 1-0. Sayangnya, di final taktik kotor Agu Casmir  dkk dengan mencederai Boaz menyebabkan harapan meraih gelar pertama Piala AFF musnah, Indonesia di tekuk Singapura kandang-tandang dengan skor 3-1 dan 2-1.

Setelah kekalahan mengejutkan di Piala AFF 2004, Peter White kembali menargetkan timnas untuk masuk final di Piala AFF 2006 yang digelar di Singapura dan Thailand. Indonesia berada di grup neraka bersama Singapura, Vietnam dan Laos, dengan modal determinasi dan kecepatan yang menjadi ciri khas tim nasional ketika itu, White gagal total. Tim nasional hanya mampu sekali menang (vs Laos) dan dua kali imbang (vs Vietnam dan vs Singapore), hasil ini membuat berang petinggi PSSI dan tentu saja publik, tuntutan agar White segera dipecat sangat tinggi. Pemecatan yang membuat was-was petinggi PSSI karena Piala Asia 2007 sudah di depan mata dan sangat riskan memecat pelatih yang hanya berselang 6 bulan dengan turnamen prestisius. Keputusan pemecatan akhirnya dilakukan oleh Nurdin Halid kepada White. Kini, pahlawan Aston Vila tersebut memilih untuk tinggal di Australia, warisannya berupa formasi 4-4-2 yang dapat bertransformasi menjadi 4-3-3 kini diadopsi oleh tim nasional masa kini dan klub-klub Indonesia, dengan pola permainan menyerang lewat sayap dan direct football.

2. Ivan Venko Kolev

Ivan Venko Kolev atau lebih dikenal dengan Ivan Kolev  adalah pelatih yang malang melintang di Indonesia sejak tahun 2000 hingga 2011. Kolev ditunjuk sebagai pelatih tim nasional setelah sukses menangani Persija Jakarta, dibawahnya Persija berhasil meraih gelar Piala Invitasi di Brunai Darussalam pada tahun 2000. Tim nasional Indonesia di tangan Kolev mampu lolos ke putaran final Piala Asia 2004 setelah jadi runner-up di bawah Arab Saudi.

Lolosnya Indonesia ke putaran final Piala Asia 2004 yang digelar di Cina menjadikan Kolev populer di mata pers, hal ini dikarenakan Indonesia lolos kualifikasi melalui pertandingan sistem turnamen yang diselenggarakan di luar Indonesia. Di Cina 2004, Kolev menorehkan sejarah saat tim nasional mampu meraih kemenangan pertama di ajang Piala Asia. Ketika itu, Kolev berhasil membawa tim nasional mengalahkan Qatar 2-1 yang lebih diunggulkan, publik tentu masih ingat Philip Trousier, pelatih yang mampu membawa Jepang lolos ke perdelapan final Piala Dunia 2002, langsung dipecat oleh federasi sepakbola Qatar. Tendangan geledek ponaryo astaman memastikan kemenangan bersejarah Indonesia. Namun, kekalahan dari Cina 0-5 dan Bahrain 3-1 membuat mimpi lolos pertama kali ke perempat final gagal. Kegagalan ini disinyalir karena ingkar janjinya Nurdin Halid cs. memberikan bonus atas kemenangan melawan Qatar yang membuat pemain tidak fokus dan konsentrasi saat melawan Cina dan Bahrain.

Usai Piala Asia 2004 Kolev dipecat dan digantikan oleh Peter White, namun Kolev kembali dipanggil oleh PSSI untuk menangani Indonesia di Piala Asia 2007, bertindak sebagai tuan rumah, publik saat itu merasa pesimis tim nasional akan mampu melewati putaran grup yang diselenggarakan di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok dan Ho Chi Minh City. Saat itu, Saya merasakan putus asa bahwa Indonesia akan jadi bulan-bulanan Republik Korea, Arab Saudi dan Bahrain ditambah lagi rekor melawan ketiganya tidak memihak Indonesia. Sebelum penyelenggaraan, kabar buruk menimpa timnas, Boaz Solossa cedera patah kaki saat pertandingan uji coba melawan Hong Kong. Namun, Kolev menyatakan publik jangan khawatir terhadap cedera Boaz, dirinya masih memiliki Budi Sudarsono dan Ellie Aiboy yang mampu menggantikan peran Boaz.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline