Lihat ke Halaman Asli

Reza Muara

mahasiswa

Bukan Kesalahan Fatal (LEKRA)

Diperbarui: 29 Juni 2022   15:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menyadari, bahwa rakyat adalah satu satunya penggagas atau pencipta kebudayan dan bahwa kebudayaan Indonesia sendiri baru hanya dapat dilakukan oleh rakyat, Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA), berdiri pada 17 agustus 1950, berdirinya sautu organisasi ini karena terjadi diantara tengah-tengah proses perkembangan manusia terhadap kebudayaan, yang sebagai hasil daya upaya manusia secara sadar untuk pembangunan Indonesia baik lahir da batin.

Lekra berkecimpung di dunia kebudayaan dan untuk masa ini terutama di kesenian dan ilmu, lekra mengajak para anggota dan masyarakat untuk mengabdikan daya upaya, bakat serta keahlian mereka guna kemajuan bangsa Indonesia sendiri,Zaman kita dilahirkan oleh perjalanan sejarah yang amat besar, dan sejarah bangsa ini telah melahirkan sejumlah putra-putri yang cakap, dalam kasusastran, seni, musik, maupun kesenian lain dan ilmu, dimana juga, kergaman bangsa ini yang menjadi ciri khas antara satu sama lain kebudayaan

Lembaga kebudayaan rakyat atau lebih dikenal LEKRA ini didirikan atas inisiatif D.N Aidit, Njoto, san M.S Ashar pada tahun 17 Agustus 1950, pendirian ini terjadi di tengah-tengah proses perkembangan kebudayaan, sebagai hasil upaya manusia secara sadar untuk memenuhu, setinggi-tingginya kebutuahan lahir dan batinm senantiasa maju dengan tiada putus-putusnya.

Lembaga kebudayaan rakyat ini tidak semata-mata menyambut setiap sesuatu sesuatu yang baru, ia memberikan bantuan aktif untuk memenangkan setiap yang baru maju, lekra membantu aktif perombakan sisa-sisa kebudayaan yang secara luas meninggalkan kebodohan, rasa rendah serta watak lemah terhadap bangsanya sendiri, lekra sendiri menerima dengan kritis peninggalan nenek moyang, mempelajari seksama sehingga para seniman untuk mempelajari kenyataan, mempelajari kebeneran, yang hakiki dari kehidupan, dan bersikap setia terhadap kenyataan dan kebenaran.

Dalam pandangan lekra, penganut aliran realism sosialis, kebudayaan bukan saja tak dapat dipisahkan dengan politik, melainkan kebudayaan merupakan bagian dari politik, dengan demikian sastra juga bagian dari politik, pandangan ini menempatkan sastra hanya sebagai alta-alat politik saja, dan juga menerapkan paham Marxisme-lenimisme, termasuk dalam teori-teori dan kritik-kritiknya.Paham realisme sosialis juga pernah diterapkan dalam beberapa karya-karya sastra Indonesia, seperti karya Utuy Tatan Sontani "Si Kempeng" dan karya Pramoedya Ananta Toer "Si Manis Bergigi Emas", yang menggambarkan kyai sebagai tokoh penghisap rakyat.

Ilham karya sastra lekra terutama digali dari hasil kunjungan-kunjungan di berbagai Negara sosisalis. Peristiwa yang menyangkut buruh-buruh dan para petani, yang dimana lalu di tarik tentang pertentangan kelas, didramatiskan sedemikian rupa sehingga alih-alih gambaran buruh dan petani yang mereka tokoghkan adalah personafikasi gagasan ideal kelompok, gagasan partai.Kebanyakan karya karya sastra lekra ini menimbulkan banyak propaganda-propaganda, atas dasar semangat para sastrawanya, sehingga mutunya menjadi sangat rendah disbanding dengan karya-karya sastra lainya


Tumbuh dan berkembangannya kesadaran nasionalisme tidak hanya berkembang pada para aktivis pergerakan nasional yang ada di Indonesia, namun juga berpengaruh terhadap seniman yang berada di dalam lingkup perjuangan dan aktivis tersebut. 

Dengan pemikiran humanism liberal membuat para seniman untuk menuangkan seluruh ide dan karyanya untuk kehidupan masyarakat, pemikiran tersebut menjadi pondasi dasar terbentuknya paradigma kerakyatan yang berkembang di dalam dunia kesusastraan Indonesia. 

Memasuki zaman pendudukan Jepang, banyak seniman yang mengekspresikan kerealisitasan kehidupan yang pahit. Kondisi tersebut tentu berasal dari unsur-unsur social, ekonomi dan lebih tepatnya unsur politik. Oleh karena itu, lahirlah pandangan baru kontekstual dalam menjadi praktik dalam kreativitas seniman di Indonesia pada masa Jepang.

Indonesia termasuk negara yang mengalami sejarah yang begitu Panjang dan luas, meliputi, politik dan social kebudayaan. Kesenian dan kebudayaan yang ada di Indonesia muncul kurang lebih pada tahun 1960-an, dan polemik kebudayaan yang terdapat di Indonesia antara lain, nasionalis, agama, dan komunis. Nasionalis di wakili oleh PNI (Lembaga Kebudayaan Nasional), Agama NU (Lesbumi (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia), dan Komunis PKI (Lekra).

Masalah politik dan kebudayaan yang ada di Indonesia terjadi pada tahun 1960-1965 dan memberi makna bagi para budayawan, sastrawan,seniman, dan politisi pada kurun waktu itu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline