Lihat ke Halaman Asli

Belajar Mengenal Kata "Syukur" dari Kaum Marginal.

Diperbarui: 4 April 2017   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13275179851485093008

Indonesia di kenal sebagai negara agraris atau zamrud khatulistiwa yang "katanya" memiliki kekayaan yang melimpah ruah,alamnya subur dan penduduknya makmur, namun KENYATAANNYA berbanding terbalik dengan hutang yang menumpuk,illegal loging,korupsi dan kemiskinan yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Belum lagi bermacam tegran-teguran Tuhan melalui kiamat kecil berupa bencana alam, rasanya negeri ini jauh dari kata "KAYA" akan sumber daya. Segudang permasalahan yang selalu menjadi topik hangat di warung-warung kopi, media massa sampai pada sidang paripurna, ternyata tak mapu menemukan jalan keluar yang logis dan nyata implementasinya. Pemimpin dan rakyatnya sudah terlanjur terbiasa membudayakan cara-cara berdiskusi yang terlalu intens, namun rendah dalam melakukan implementasi atau pembuktian yang nyata dari apa yang telah di hasilkan melalui diskusi tersebut. Imbasnya, negeri ini akan semakin disesaki dengan masalah dan terus menemui kendala tanpa ada pendewasaan dan pencerminan diri dari masalah-masalah tersebut. Di tambah dengan budaya "menghakimi" dan "melempar batu sembunyi tangan" menambah pelik problematika di negeri ini. Mencari kambing hitam kemudian memperkaya diri adalah slogan yang rutin dilakukan setiap terjadi pergantian tahta kepemimpinan, serta mengumbar janji-janji manis dengan membuat rakyat miskin melalui materi yang di jadikan kedok tak mendasar juga menyesatkan. Jika melihat keadaan seperti ini, apakah kita masih dapat mengatakan negeri ini layak menyandang status kaya dan makmur secara idealis..??? rasanya bijak kita katakan "BELUM LAYAK..!!! Jika kita amati sumber permasalahn yang sebenarnya terajdi, ternyata kunci permasalahan ada pada rasa syukur yang kurang bahkan hampir punah di negeri ini. Semua kalangan hanya mampu melempar justifikasi dan statmen yang hanya menambah panas situasi bukan meredam dan mendinginkan situasi yang terjadi. Keterbatasan seseorang atau pun kelompok yang mengaku diri mereka "ahli" dalam setiap permasalahan yang ada, ternyata hanya mampu megeluarkan statmen dari satu sudut pandang saja dan tidak memikirkan point-point penting dalam menghasilkan sebuah solusi di masa yang akan datang secara bijak dan tidak memiliki ketakutan yang kontemporer. Seandainya kita mampu melihat negeri ini lebih seksama atau sederhananya melihat kehidupan sekitar kita saja, rasanya kita tentu akan mendapatkan sebuah data dan fakta yang obyektif dari maket kehidupan bernegara. Jangan lagi hanya mampu saling menyalahkan, mengumbar keahlian agar dipandang namun tak berdaya dalam menemukan solusi, dan hanya bisa saling menghakimi dan memperkaya diri. Negeri ini harus mengakui telah jauh dari kata "syukur", sebuah kata namun memiliki arti luas dan efek yang benar-benar mampu merubah sebuah keadaan yang jauh lebih baik jika dapat dilakukan dengan rasa ikhlas yng saling terikat satu sama lain. Tidak banyak orang yang mampu mengartikan dan menerapkan kata "syukur" dalam kehidupannya sehari-hari, hal ini terjadi karena orang-orang tesebut lebih menggunakan sifat manusiawinya berupa ketidakpuasan secara ragawi dibanding rohaninya. Padahal banyak sekali pelajaran yang kita dapatkan jika ingin mendalami kata "syukur" tersebut, salah satunya kita lihat kehidupan kaum marginal (kaum-kaum terpinggirkan). Kehidupan pemulung yang masih melakukan kerja keras di tengah himpitan ekonomi yang semakin hari kian mencekik. Namun mereka mampu menjalaninya dan dapat bertahan karena rasa syukurnya dari rizki yang diberikan oleh sang pencipta.

1327518195867327779

Sedikit lagi gambaran kecil dai kenyataan yang dihadapi kaum marginal. Lagi-lagi harus di jalani dengan penuh keikhlasan dan rasa syukur yang menjadi landasan utamanya demi bertahan hidup di negeri ini.

1327518583762381219

Para pengamen yang tertidur akibat kelelahan menjalani kerasnya kehidupan jalanan. Mereka berjuang demi mempertahankan kehidupan dan menegakkan rasa syukurnya.

1327518898912313826

Budaya nyata dari sebuah jabatan dan tahta kekuasaan tanpa di landasi rasa syukur yang terjadi di Republik ini.

13275190661625976087

Tindakan nyata dari hilangnya rasa syukur dalam bentuk tanggungjawab sebagai seorang pemimpin negeri ini.

13275193431951154331

Bentuk ketamakan manusia yang mengakibatkan teguran Tuhan bagi negeri ini berupa kiamat kecil bagi penghuninya. Semoga masih ada orang-orang yang lebih mengedapankan dan menggunakan rasa syukurnya di negeri ini dibandingkan rasa ketidakpuasaan yang pasti membawa malapetaka, baik sebagai pemimpin atau sebagai kaum yang dipimpin dalam bernegara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline