TAX AVOIDANCE DALAM KACAMATA ETIKA BISNIS
Ditulis Oleh :
Mulang Agung Santoso (191011201164)
Reza Haliza (191011201117)
Berdasarkan APBN, sumber penerimaan negara Indonesia berasal dari iuran Pajak, Kekayaan Alam, Bea dan Cukai, Retribusi, Iuran, Sumbangan, Laba dari badan usaha milik Negara, dan sumber-sumber lain. Dari sektor penerimaan tersebut, sebesar 80% sumber penerimaan negara adalah dari sektor penerimaan iuran pajak. Besarnya pendapatan negara pada APBN tahun anggaran 2022 ditargetkan sebesar Rp.1.846.136,7 Miliar, dan sektor yang sangat diharapkan dalam target pendapatan ini adalah sektor perpajakan yang ditargetkan bisa memenuhi target sebesar Rp. 1.510.001,2 Miliar. (https://www.kemenkeu.go.id).
Menurut UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa "Pajak adalah kontribusi Wajib pajak kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Pajak menurut Niru (2017) adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Bagi wajib pajak baik orang pribadi maupun badan, pajak dianggap memiliki arti tersendiri bagi setiap wajib pajak. Kebanyakan wajib pajak mengganggap pajak sebagai momok bagi wajib pajak yang berorientasi untuk memaksimalkan laba sebesar-besarnya. Wajib pajak dan pemerintah dianggap mempunyai tujuan yang berbeda dalam hal perpajakan. Pemerintah berusaha untuk memungut pajak sebesar--besarnya, sedangkan sebaliknya, wajib pajak berupaya sebisa mungkin untuk menghindari pembayaran pajak yang terutang. Banyak cara yang dilakukan oleh wajib pajak untuk tidak melakukan pembayaran pajak, salah satunya adalah dengan menghindari pajak atau dikenal dengan tax avoidance.
Menurut Deanna (2018) penghindaran pajak adalah rekayasa 'tax affairs' yang masih tetap dalam bingkai ketentuan perpajakan (lawful). Penghindaran pajak adalah suatu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang yang ada, (Mardiasmo dalam Prakosa (2014)). Berbagai cara penghindaran pajak dilakukan oleh wajib pajak misalnya dengan cara transfer pricing, pemberian natura, memanipulasi laporan keuangan atau sering juga perusahaan dengan sengaja menghindari pemeriksaan pajak.
Tax avoidance prinsipnya adalah penundaan membayar pajak, menggunakan tarif pajak yang rendah dan memanipulasi pendapatan menjadi pendapatan dengan tarif yang berbeda-beda (Stiglitz dalam Farouq, 2018). Tiga hal yang dilakukan dalam tax avoidance secara garis besar yaitu penundaan pendapatan untuk menunda dalam membayar pajak, tax arbitrage yang menggunakan perbedaan tarif yang lebih menguntungkan pembayar pajak, tax arbitrage yang menggunakan perbedaan perlakuan pajak seperti perlakuan pajak berdasarkan penghasilan bersih atau omset usaha (Putranti, 2015).
Secara harfiah, praktik tax avoidance atau penghindaran pajak ini tidak melanggar aturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku, jadi bisa dikatakan praktik ini legal atau sah. Tidak ada hukum atau UU yang secara khusus meng-ilegal-kan praktik tax avoidance ini. Namun praktik tax avoidance (penghindaran pajak) ini dianggap dan nilai kurang etis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hall (2015), Filho (2014), serta Prebble dan Prebble (2012), dimana tax avoidance adalah tindakan yang tidak etis.
Hal ini dikarenakan tujuan yang dimiliki adalah untuk menghemat beban pajak dan tidak sejalan dengan peraturan perpajakan, meskipun cara yang dilakukan tidak bertentangan dengan peraturan perpajakan. Mengutip dari Pidian (2017) secara hukum, Tax Avoidance (penghindaran pajak) tidak termasuk kedalam pelanggaran tindak pidana karena tidak tersaji dengan jelas pelanggaran hukum yang dilakukan. Akan tetapi, dari sudut pandang etika bisnis, Tax Avoidance (penghindaran pajak) tidak sesuai dengan etika karena Tax Avoidance (penghindaran pajak) dilakukan melalui skema dan cara tertentu, sehingga keuntungan yang diperoleh tercatat lebih kecil dari yang sebenarnya agar utang pajak yang tercatat dalam jumlah minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan.