Lihat ke Halaman Asli

Reza Firnanto

Mahasiswa Akuntansi Universitas Pekalongan

Hutan Mangrove, Harapan Baru Mitigasi Perubahan Iklim

Diperbarui: 31 Desember 2020   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://unsplash.com/@tbep

Dewasa ini perubahan iklim sudah tidak lagi menjadi hal yang asing. Perubahan iklim yang terjadi akibat pemanasan global ini menjadi momok tersendiri bagi masyarakat dunia. Pasalnya, perubahan iklim yang terjadi berdampak sangat luas pada kehidupan. Bahkan, dalam konferensi-konferensi antar negara sering mengangkat isu tersebut dan mencari solusinya bersama. Sudah seharusnya kita sebagai umat manusia.

Nah, apakah sahabat alam tahu apa itu perubahan iklim?  Ya, perubahan iklim adalah kondisi di mana iklim berubah secara signifikan dan tidak menentu hingga mengakibatkan curah hujan dan suhu udara menjadi meningkat. Perubahan iklim terjadi karena konsentrasi gas karbon dioksida dan gas-gas lainnya di atmosfer meningkat sehingga menyebabkan efek gas rumah kaca. Menurut pengamatan dari IPCC (Inter-governmental Panel on Climate Change), jika suhu permukaan bumi rata-rata meningkat sebesar 1,5 derajat celcius, maka perubahan iklim yang terjadi akan cukup parah dan dapat menaikkan tingkat risiko kepunahan berbagai jenis spesies sebesar 20-30 persen.

Namun, dalam penelitian terbaru mengatakan bahwa ekosistem mangrove dapat berperan dalam upaya mitigasi perubahan iklim tersebut. Seperti ekosistem hutan pada umumnya, mangrove tentu memiliki peranan yang sangat penting bagi lingkungan. Mangrove sebagai ekosistem, memiliki fungsi utama yaitu sebagai green belt. Secara ekologi, ekosistem mangrove memiliki fungsi sebagai alat pemecah ombak dan pencegah abrasi alami.

Mangrove juga dapat menyerap dan menyimpan karbon lebih banyak dibanding ekosistem hutan lainnya. Dalam luasan yang sama, mangrove dapat menyerap karbon sebesar 600-1800 ton dan menyimpan karbon lima kali lebih banyak. Meski menurut data ekosistem mangrove hanya menyumbang 0,7% dari luas hutan tropis di bumi, tetapi mangrove memiliki pertumbuhan dan kepadatan tanaman yang tinggi. Selain itu, mangrove juga bisa mereduksi CO2 melalui mekanisme "sekuestrasi", yaitu penyerapan karbon dari atmosfer dan penyimpanannya dalam bentuk biomassa yang mencapai 296 ton C/ha.

Tidak hanya itu saja, negara Indonesia dengan kawasan mangrove terbesar di dunia memiliki banyak tanah anaerob yang tergenang air. Kondisi itu dapat menjadikan ekosistem mangrove sebagai penyimpan karbon yang banyak dalam jangka waktu yang panjang di Indonesia. Bahkan, mangrove yang berada di Indonesia mampu menyimpan karbon rata-rata sebanyak 1.083 MgC/Ha. Selain itu, mangrove sebanyak 2,9 Mha di Indonesia mampu menyerap karbon hingga 3,14 PgC. Dengan begitu, ekosistem mangrove di Indonesia sangat berpotensi untuk mitigasi perubahan iklim global.

Namun sayangnya, kondisi ekosistem mangrove di Indonesia tergolong cukup parah. Sekitar 39 persen ekosistem mangrove di Indonesia dalam kondisi rusak. Bahkan, Jakarta dengan kepadatan penduduk yang tinggi hanya menyisakan mangrove seluas 300 hektar. Tentu, hal ini sangat menyedihkan, karena Indonesia merupakan negara dengan kawasan mangrove terbesar di dunia.

Kerusakan ekosistem mangrove ini sebagian besar disebabkan oleh ulah tangan manusia. Kebutuhan manusia yang semakin meningkat, mendorong manusia untuk melakukan deforestasi mangrove. Masyarakat cenderung menggunakan ekosistem mangrove untuk tempat bermukim. Tingkat kerusakan tersebut semakin diperparah dengan pencemaran lingkungan, reklamasi, dan sedimentasi di sekitar ekosistem mangrove.

Kita tentu tidak bisa membayangkan jika keadaan ekosistem mangrove ini dibiarkan semakin parah. Karbon yang tadinya tersimpan dalam mangrove akan lepas ke atmosfer dan perubahan iklim pun akan semakin parah. Bahkan, makhluk hidup yang tinggal di mangrove ikut terancam. Tidak hanya itu saja, gelombang dan tsunami akan langsung menerjang daratan tanpa pemecah.

Oleh karena itu, keadaan ini jangan kita biarkan terus menerus. Apalagi negara Indonesia merupakan kawasan ekosistem mangrove terbesar di dunia. Terlebih lagi, masih banyak masyarakat Indonesia yang menjaga kelestarian ekosistem mangrove ini. Seperti di Kepulauan Maluku dan Papua yang masih menjunjung tinggi kearifan lokal.

Mereka masih memegang teguh mitos-mitos dari nenek moyang mereka yang memiliki kesadaran menjaga lingkungan dengan tetap melestarikan ekosistem mangrove. Tidak hanya itu saja, sekarang banyak masyarakat Indonesia yang melakukan aksi penanaman mangrove. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh LindungiHutan. Untuk itu, mari bentangkan green belt lebih luas lagi dan melestarikannya agar perubahan iklim yang terjadi di bumi semakin berkurang. Salam lestari!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline