Lihat ke Halaman Asli

Minusya Kepekaan Lingkungan, Sikap Hedonisme Masyarakat Perkotaan

Diperbarui: 5 Juni 2020   00:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi padatnya aktivitas kehidupan masyarakat perkotaan. (sumber foto: KOMPAS IMAGES / RODERICK ADRIAN MOZES)

Masyarakat modern cenderung memiliki sikap hedonisme atau yang lebih kerap disebut 'hedon' terutama masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah perkotaan. 

Kota besar di Indonesia mempunyai perilaku hedonis dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memandang kesenangan sebagai tujuan pokok kehidupan. 

Hedonisme merupakan cara pandang dalam menilai kebahagiaan yang hanya akan didapat melalui kesenangan sebanyak mungkin. Saat ini, orientasi makna dari hedonisme sendiri mulai bergeser, hedonisme menjadi bentuk perilaku konsumtif yang memiliki dampak buruk termasuk dampak bagi lingkungan. Sikap hedonisme melekat baik pada generasi melenial maupun generasi old melihat gaya hidup 'hedon' terkesan begitu menyilaukan.

Gaya hidup masyarakat perkotaan terkesan "Hura-Hura Oriented" sebagai salah satu fenomena kesenangan sesaat untuk mencari kenikmatan dari kejenuhan dunia kerja. Kenikmatan yang dicari berupa terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan dimana hal tersebut tidak bisa lepas dari lingkungan. 

Sandang manusia seperti konsumsi pakaian berlebih padahal pakaian tidak lepas dari warna tekstil, jika pabrik pakaian membuang limbah ke sungai tanpa sadar manusia ikut dalam proses pencemaran lingkungan. 

Sikap hedonis yang menginginkan semua barang bermerek dan memiliki kualitas tinggi seperti tas kulit, sepatu kulit, dan lain sebagainya padahal dengan jelas akan merusak ekosistem mahluk hidup. Apalagi tingkat hedonis masyarakat dengan membeli ditempat seperti mall, alhasil banyak mall didirikan di perkotaan yang menyebabkan pembebasan lahan hijau.

Terlepas dari sandang yang menjadi kebutuhan manusia, ada pangan dimana menjadi pokok bagi kelangsungan hidup masyarakat. Produksi pangan telah merusak lingkungan, manusia telah menggunakan banyak tanah baik untuk tanaman maupun ternak, pemupukan terlalu banyak bahkan mengairi terlalu luas. 

Populasi manusia terus berkembang, seharusnya mampu memikirkan ulang tentang cara memproduksi makanan dengan teknik yang tidak merusak bumi. 

Sikap hedonis masyarakat perkotaan tidak akan sempat memikirkan hal tersebut karena cenderung hanya memikirkan kerja dan bagaimana mencari kesenangan di waktu luang. 

Padahal kerusakan alam disebabkan karena melampaui batasan lingkungan. Mulai dari meluapnya pupuk berbasis nitrogen yang mampu merembes ke air tentu akan menjadikan zona mati dan membunuh populasi dan kehidupan biota air. 

Teknik pertanian pun melampaui penggunaan air tawar, petani terlalu agresif menggunakan deforestasi untuk membuka lahan baru yang secara tidak langsung berdampak erosi tanah dan hilangnya nutrisi tanah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline