Lihat ke Halaman Asli

Reza Alwi Ibnu Ibrohim

Mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Jakarta

Ahmadiyah di Indonesia: Pertimbangan Masyarakat dan Pemahaman

Diperbarui: 27 Desember 2023   21:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ahmadiyah adalah aliran Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India pada tahun 1889. Sebagian dari aliran ini ada di Indonesia dan menjadi salah satu gerakan kebangkitan dalam Islam.

Sejarah Ahmadiyah

Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India pada 23 Maret 1889 sebagai gerakan kebangkitan dalam Islam. Mirza Ghulam Ahmad mendakwahkan diri sebagai metafora kedatangan kedua Nabi Isa dan Hal inilah menjadi poin kontroversi keberadaan Ahmadiyah, termasuk di Indonesia. Pada 1925, Ahmadiyah mengirim Rahmat Ali ke Hindia Belanda. Pada 1926, Ahmadiyah resmi menjadi organisasi keagamaan di Padang. Organisasi Islam ini kemudian menyebar luas ke seluruh penjuru di Indonesia. Pada 1953, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan ketetapan bahwa Ahmadiyah sah sebagai organisasi keagamaan di Indonesia. 

Kontroversi

Kontroversi seputar Ahmadiyah di Indonesia telah menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Beberapa perbedaan pandangan muncul terkait keyakinan Ahmadiyah, di mana gerakan ini menyebut adanya nabi setelah Nabi Muhammad, yaitu Mirza Ghulam Ahmad, yang diklaim sebagai nabi kedua. Kontroversi ini juga terkait dengan pengakuan Ahmadiyah terhadap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, yang bertentangan dengan keyakinan mayoritas umat Islam bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir.

Meskipun pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1953 mengeluarkan ketetapan yang menyatakan Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan yang sah di Indonesia, kontroversi seputar keberadaan Ahmadiyah tetap berlanjut. Sebagian masyarakat menganggap Ahmadiyah sebagai aliran sesat karena keyakinannya yang berbeda dengan ajaran Islam mayoritas. Hal ini juga memicu perdebatan di kalangan masyarakat dan organisasi Islam lainnya.

Kontroversi seputar Ahmadiyah di Indonesia juga pernah dibawa ke meja dialog pada tahun 1933, di mana beberapa organisasi Islam, seperti Persatuan Islam (Persis), Nahdlatul Ulama, hingga Al-Irsyad, turut serta dalam dialog tersebut. Meskipun demikian, kontroversi ini tidak selalu berujung pada kekerasan, dan pada akhirnya pemerintah Republik Indonesia tetap mengakui keberadaan Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan yang sah. Meskipun menghadapi kontroversi, Jamaah Muslim Ahmadiyah telah menyebar luas ke berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Pengikut Ahmadiyah di Indonesia lebih dari 200 negara dengan jumlah anggota puluhan juta. 

Pemahaman Masyarakat

Pemahaman masyarakat tentang Ahmadiyah di Indonesia sangat bervariasi. Sebagian masyarakat mungkin setuju dengan pemahaman yang dimiliki oleh Jemaat Ahmadiyah, sementara sebagian lainnya mungkin tidak setuju. Sebuah penelitian di lingkungan Majeluk menemukan bahwa sebanyak 9 dari masyarakat merasa tidak setuju dengan pemahaman yang dimiliki oleh Jemaat Ahmadiyah. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan di tingkat masyarakat terkait dengan pemahaman Ahmadiyah.

Beberapa alasan kontroversial yang menyebabkan sebagian masyarakat tidak setuju dengan pemahaman Ahmadiyah antara lain terkait dengan keyakinan Ahmadiyah terhadap sosok Mirza Ghulam Ahmad yang diposisikan sebagai nabi, konsistensi dalam syahadat Islam, serta keyakinan terhadap kitab suci Tazdkirah. 

Namun, penting untuk dicatat bahwa pemahaman masyarakat tentang Ahmadiyah juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor sosial, budaya, dan politik. Oleh karena itu, pemahaman masyarakat tentang Ahmadiyah dapat sangat bervariasi dan kompleks.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline