Lihat ke Halaman Asli

Jangan tanyakan pantas atau tidaknya! Tetapi tanyakan bisa atau tidak!

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memimpin Hanya Untuk Menjadi Tumbal

Oleh : Ngore

Sudah menjadi hal yang lumrah, jikalau jabatan “Ketua” atau “Pemimpin” merupakan jabatan yang sangat urgent dalam sebuah roda organisasi, lembaga atau apapun bentuknya. Tanpanya organisasi akan tempang karena tidak ada yang memimpin organisasi tersebut. Ini diibaratkan seperti kapal yang terombang-ambing di tengah gelombang. Karena pentingnya jabatan ini maka tak heran kalau banyak dari kita bercita-cita jadi pemimpin. Minimal pemimpin atas dirinya sendiri. Ini pun sudah terpapar jelas dari wahyu Allah SWT. dalam Surah Al-Anbiyah’ayat 21 : 73 yang artinya “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.”

Belandaskan ayat diatas kita akan menyadari bahwa seoarang pemimpin adalah orang-orang terpilih dan digariskan oleh Allah SWT. menjadi pemimpin. Pemimpin disini tidak hanya memimpin suatu negara, lembaga atau apapun bentuk dan wujudnya minimal pemimpin diri sendiri ataupun pemimpin dalam rumah tangga.

Baginda Rasulullah Muhammad SAW. berpesan “Ada dua golongan dari umat yang jika keduanya baik maka umat akan menjadi baik dan jika keduanya buruk maka umat akan menjadi buruk. Kedua golongan itu adalah ulama dan penguasa.”

Memang betul apa yang dikatakan Nabi Muhammad SAW., ulama dan penguasa merupakan sosok pemimpin umat setelah Beliau wafat. Penguasa sebagai pengambil arah kebijakan suatu bangsa tentunya dari hasil musyawarah dan ulama sebagai media untuk mengingatkan kalau penguasa melenceng dari kebijakan tersebut. Lantas ada apa dengan bangsa ini? Mulai dari pucuk kepemimpinan entah itu dari lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif sekalipun seolah mati suri atas apa yang terjadi pada bangsanya. Mudah-mudahan para ulama bangsa ini tidak terkontaminasi dari trend mati suri yang sedang populer sekarang ini.

Tidak usah penulis menceritrakan tentang kisah para pemimpin dari berbagai macam latar belakang yang sarat akan inspiratif. Toh!! juga anak Sekolah Dasar sekalipun tahu kisah para pemimpin yang menjadi inspirasi mereka. Bukankah pemimpin itu dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat? Jadi sudah sepantasnya pemimpin itu turun langsung mendengar teriakan dari rakyat. Jangan seolah-olah teriakan rakyat ini masuk telinga kiri keluarnya juga di telinga kiri. Mau di bawa ke mana bangsa ini?

Belajarlah dari sejarah peradaban manusia terdahulu. Seorang pemimpin yang tak dapat mengayomi lagi masyarakatnya dan hanya mengurusi kampung tengahnya sendiri maka akan membawanya pada kehancuran suatu bangsa. Kemudian masyarakat yang melahirkan seorang pemimpin yang korup maka masyarakat itu sendiri akan melahirkan kenistaan terhadap diri mereka sendiri. Tengoklah kisah seorang pemimpin seperti Fir’aun yang kafir yang mengakui dirinya adalah esa dan mengingkari keberadaan Tuhan Yang Maha Esa lahir dari sebuah degradasi nilai yang terjadi pada masyarakatnya waktu itu. Cukuplah Fir’aun sebagai contoh manusia paling kafir dan jangan sampai ada lagi masyarakat yang mencetak pemimpin seperti dia.

Jika para pemimpin dan bakal calon pemimpin mau menyadari sesadar-sadarnya bahwa seorang pemimpin itu memikul tanggung jawab yang sangat besar dan akan dipertanggungjawabkan dihadapan sidang Allah SWT., pastilah tidak akan ada pemimpin seperti Fir’aun dan masyarakatnya. Andai saja para pemimpin ini dapat lebih peka dengan lisan, telinga, mata dan otak mereka maka tak ada lagi kesenjangan sosial di masyarakat saat ini. Dan andai saja hati para pemimpin ini terorientasi bukan hanya untuk uang melainkan untuk membantu masyarakatnya itu sendiri keluar dari jurang kemiskinan maka tak ada lagi pemimpin yang korup baik dari segi waktu maupun uang.

Bukan karena garis keturunannya seorang pemimpin dapat dijadikan pemimpin sesungguhnya, tetapi dari perilaku memimpinnyalah seorang dikatakan the real leader.

Para kaum muda sekarang ini haruslah bisa keluar dari zona nyaman yang sedang membelenggunya. Janganlah mau diperbudak oleh arus globalisasi informasi sekarang ini yang mengarah pada hegemoni-hegemoni para korporat dan akan mengerus nilai-nilai budaya timur serta menghilangkankarakter setiap kaum mudanya.

Tugas berat sedang mununggu kaum muda. Mau atau tidak mau dan suka atau tidak suka para kaum muda akan memikul tanggung jawab sebagai seorang pemimpin. Belajarlah dari kehidupan kaum jompo ambil pengalaman yang bisa diambil manfaatnya dan jadikan kesalahan mereka sebagai pelajaran untuk memperbaikinya dihari esok kelak. Dan janganlah lupa kalau di atas langit masih ada langit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline