Lihat ke Halaman Asli

Bumi dalam Cengkraman “Global Warming”

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tak ada lagi kesejukan di bumi ini. Semua direnggut oleh ganasnya mesin-mesin industri yang bekerja siang dan malam. Kepulan asap dari cerobong-cerobong yang menjulang perkasa ke langit, membuat bumi tertutup olehnya. Bumi seakan sedang marah terhadap kita, apakah kita sadar? Tak khayal jika anak cucu kita kelak nanti, akan merasakan betapa panasnya bumi ini. Atau mungkin mendapatkan hal yang lebih dari kita rasakan. Tengoklah daerah-daerah pesisir yang berkenaan langsung atas dampaknya. Ya… Sosok monster pembunuh abad dua satu. Memang kasat mata tetapi dapat dirasakan akibatnya. Lantas apa penyebabnya? Apakah kepulan asap dari mesin industri? Ataukah ilalang yang di kepung oleh bukit-bukit gundul? Banyak hal yang dapat berkaitan dengan hal itu.

Mari kita telaah sejenak apa yang menyebabkan hal itu terjadi. Pandangan orang secara umum bahwa monster abad dua satu atau biasa lebih dikenal dengan sebutan Global Warming disebabkan oleh peningkatan efek rumah kaca dan gas rumah kaca. Energi matahari yang masuk ke bumi mengalami beberapa mekanisme yaitu 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer, 25% diserap oleh awan, 45% diadsorpsi oleh permukaan bumi, dan 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi. Energi yang diadsorpsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra-merah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar infra-merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 serta gas rumah kaca lainya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi.

Selain gas CO2 yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana (CH4) dan kloro flouro karbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca dan disebut gas rumah kaca. Lantas dari mana gas-gas ini muncul? Beberapa hal yang menyebabkan gas karbon dioksida (CO2) dan kawan-kawannya yaitu akibat letusan gunung berapi, pembakaran bahan bakar fosil, cerobong pabrik yang terus mengepul, pembakaran hutan, sampai perlatan rumah tangga seperti kulkas, AC, dan obat semprot aerosol.

Hal ini belum lagi diperburuk oleh pengundulan bukit-bukit dan gunung yang penuh dengan deratan hutan yang berbaris indah seperti untaian zamrud. Contoh kasus yang paling ekstim kita temui yakni pembalakan hutan secara liar (illegal logging) dan pembakaran hutan, baik disengaja maupun tidak. Belum lagi jika kita melihat banyaknya hutan dan lahan hijau yang telah beralih fungsi menjadi bangunan villa, kantor, mall, ruko dan gedung-gedung pencakar langit, semakin menegaskan kepada kita betapa semena-menanya manusia memperlakukan alam tanpa memikirkan dampak yang ditinggalkan.

Saat ini jumlah kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai pada tingkat yang sangat parah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh berbagai LSM serta badan milik pemerintah (WALHI, YPLH, Pioner, Greanpeace dan Perhutani), saat ini lahan di pulau Jawa yang masih tertutup hutan hanya tinggal 4 persen saja. Jumlah tersebut sangat jauh dari batas minimal yang telah distandarkan, yaitu sekitar 30 persen dari luas seluruh kepulauan Jawa. Selama sepuluh tahun terakhir, tingkat kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai dua juta hektar per tahun. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebanyak 72 persen. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun telah menyebabkan penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Padahal kita ketahui bersama, esensi dari adanya hutan ini sebagai paru-paru dunia dan penyerapan air, serta sumber perlindungan dan penghidupan bagi makhluk didalamnya. Selain itu, hutan memegang peranan penting dalam pemanasan global yakni hutan dengan kemampuannya mengikat gas karbondioksida di udara serta beberapa gas lain seperti nitrogen. Dengan menurunnya kuantitas hutan berarti meningkatkan jumlah gas emisi akibat produksi pabrik.

Belum lagi daya sadar masyarakat yang sangat kurang untuk menjaga lingkungan. Semakin menegaskan bahwa bumi kita akan semakin panas dari tahun ke tahun.

Penggundulan hutan menjadikan udara semakin gerah dan semakin panas. Sekali lagi, ini membuktikan kepada kita bahwa sesungguhnya bumi sebagai rumah dan habitat bagi kehidupan manusia dan makhluk-makhluk hidup lain yang ada di dalamnya juga dapat mengalami gangguan. Karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki, bumi juga bisa berada diambang kehancuran apabila manusia tidak ekstra hati-hati dalam memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Begitu juga dengan terjadinya pemanasan global yang sudah banyak memberikan dampak buruk bagi kehidupan manusia, tidak juga dapat menyadarkan kepada kita untuk segera menyelamatkan bumi yang sudah semakin tua ini dari bahaya kehancuran. Akibat keserakahan dan kecerobohan manusia yang terus menerus mengeksploitasi alam secara besar-besaran, penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan dan adanya pembangunan yang tidak mempertimbangan ketersediaan sumber daya alam di masa mendatang telah menimbulkan kerusakan. Kini kondisi bumi semakin kacau. Efek penggunaan rumah kaca telah menimbulkan pemanasan global dan menyebabkan perubahan iklim. Suhu di permukaan bumi pun semakin meningkat dan berdampak pada melelehnya (mencairnya) gunung-gunung es di kutub yang pada akhirnya akan mengakibatkan naiknya permukaan air laut.

Pada 28 Februari 2008 yang lalu, dunia sudah dibuat terhentak oleh adanya sebuah pemberitaan dari para peneliti yang menyebutkan bahwa lapisan es di semenanjung Wilkins di Antartika, yang selama ini menjadi lapisan es abadi sudah mulai mencair dengan kecepatan yang sangat mengejutkan. Hal ini terjadi karena meningkatnya suhu dan pemanasan global. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka dikhawatirkan akan menenggelamkan pulau-pulau kecil yang ada di muka bumi.

Selain itu, pemanasan global juga dapat mengakibatkan dampak yang serius bagi lingkungan biogeofisik, seperti meningkatnya curah hujan, terjadinya banjir, punahnya flora dan fauna tertentu dan munculnya berbagai penyakit hingga berujung pada kematian. Di Indonesia sendiri, dampak kenaikan permukaan air laut secara signifikan telah menyebabkan luas hutan tropis semakin berkurang, baik akibat kebakaran hutan maupun akibat adanya penebangan liar.

Selama era pra-industri, menurut perkiraan efek rumah kaca telah meningkatkan suhu bumi rata-rata sekitar 10-50 C. Perkembangan ekonomi dunia memperkirakan konsumsi global bahan bakar fosil akan terus meningkat. Hal ini menyebabkan emisi karbon dioksida antara 0,3 – 2 % pertahun dan bila kecendrungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global (Global Warming) antara 1,50 – 4,50C sekitar tahun 2030.

Dengan melihat kondisi bumi yang sangat ekstrim sekarang ini, apakah kita hanya terdiam terpaku tanpa melakukan tindakan yang berarti? Kalau bukan kita yang menyalamatkan bumi lantas siapa lagi? Sejatinya kita terlahir di bumi sebagai khalifa yang menjaga keseimbangan bumi, bukan merusak dan memperpendek umurnya. Tak sadarkah kalau selama ini telah di tetapkan bahwa tanggal 22 April sebagai hari bumi? Jadikanlah tanggal 22 April sebagai momentum untuk mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat yang cenderung mengeksploitasi bumi secara sembarangan dengan penuh keserakahan, menjadi pola pikir dan perilaku yang berorientasi pada penyelamatan bumi dan seisinya. Caranya adalah dengan memanfaatkan semua yang ada di bumi secermat dan sehati-hati mungkin. Karena kita hidup di bumi ini tidak cuma untuk hari ini, tetapi juga untuk hari esok. Jadi kita juga harus memikirkannya untuk kelangsungan hidup anak cucu kita di masa yang akan datang.

Lantas hanya dengan 22 April saja? Saya rasa tidak cukup. Sejatinya anak kecil yang suatu saat nanti akan melanjutkan tongkat estafet kehidupan mendatangperlu dididik akan bahaya peningkatan suhu bumi dan berbagai faktor yang dapat menyebabkannya. Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat turut andil dalam mendidik dan memberikan penjelasan secara mendalam. Contoh jalan keluar yang saya tawarkan yakni dibukanya kurikulum berbasis lingkungan oleh pemerintah, di mana pelajar turun langsung melihat apa yang terjadi pada alamnya. Hal ini dapat dimulai dari tingkatan paling sederhana yakni Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) sebagai tahap pengenalan lingkungan, dilanjutkan ke tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai dampak apa yang terjadi jika lingkungan yang ada disekelilingnya dirusak dan upaya penanggulangan serta perbaharuannya.

Cara lain yang juga dapat dilakukan untuk mengatasi dampak pemanasan global dan perubahan iklim yang sedang terjadi di bumi adalah dengan tidak membuang sampah sembarangan (terutama yang berbahan kaleng dan plastik) di areal pemukiman termasuk sungai, memilih kendaraan yang menggunakan bahan bakar beroktan rendah (bahan bakar yang paling efisien) sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Dan yang terpenting adalah mengurangi (kalau bisa menghindari) penggunaan efek rumah kaca karena dapat berdampak pada meningkatnya suhu di permukaan bumi. Maka mulailah melakukan perbaikan dan pencegahan untuk menyelamatkan bumi dari bahaya kehancuran. Jangan biarkan bumi semakin parah.

Bagaimanapun bumi adalah tempat kita berdiam dan tempat kita bertahan hidup. Apapun yang kita lakukan asal berorientasi pada upaya penyelamatan dan perlindungan bumi ini, pasti akan berbuah kebaikan. Sudah seharusnya bumi kita perhatikan, kita sayangi, kita cintai dan kita jaga keutuhannya. Karena hanya dengan menanamkan kesadaran kepada seluruh masyarakat yang disertai dengan adanya tindakan nyata untuk menjaga dan merawat lingkungan hidup, maka kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini dapat terus berjalan.

Oleh : Reza Al-Sofyan Dano

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline