Sejak lama, bangsa Indonesia telah menempuh politik kebahasaan, dengan menetapkan bulan Mei sebagai kelahiran bahasa Indonesia dan bulan Oktober sebagai Bulan Bahasa. Namun, jika kita melihat kenyataan di lapangan dewasa ini, secara jujur harus diakui, bahasa Indonesia belum difungsikan secara baik dan benar.
Banyak para penuturnya masih dihinggapi sikap rendah diri, sehingga merasa lebih bangga, modern, terhormat, dan terpelajar jika dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulis, menyelipkan setumpuk istilah asing, walaupun sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Sayangnya, beberapa kaidah yang telah dikodifikasi dengan susah-payah tampaknya belum banyak mendapatkan perhatian masyarakat luas.
Baca juga : Bulan Bahasa Jantungnya Generasi Pemuda
Akibatnya bisa ditebak, pemakaian bahasa Indonesia bermutu rendah, kalimatnya rancu dan kacau, kosa-katanya payah, dan secara semantik sulit dipahami maknanya.
Anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar seolah-olah hanya bersifat sloganistis, tanpa tindakan nyata dari penuturnya.
Sebelum kita masuk ke dalam eksistensi bahasa Indonesia, ada baiknya kita mengenal apa itu Arabisasi. Pada dasarnya kata ‘Arabisasi’ memiliki padanan kata searti yang lebih tepat, yaitu kata ‘peng-araban’. Kata ‘Arabisasi’ merupakan penggabungan antara kata ‘Arab’ dan akhiran –isasi. Akhiran –isasi bisa kita jumpai pada kata-kata bentukan seperti modernisasi, liberalisasi, spesialisasi, dan sebagainya.
Lebih jelasnya, akhiran –isasi bersangkutan dengan (proses peng-an), yaitu Peng-arab-an, sedangkan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia justru tertulis ‘kearab-araban’, yaitu berarti bersikap dan bertingkah laku (berbahasa) seperti orang arab.
Jadi, secara terminologi, definisi ‘Arabisasi’ adalah masuknya bahasa asing ke dalam bahasa Arab setelah mengalami perubahan pada lafalnya, dan mengikuti pola atau kaidah dalam bahasa Arab.
Sejarah mencatat, bahwa bahasa Cina dan bahasa Arab masih ada dan digunakan oleh warga oleh warga negara Indonesia berasal dari etnis Cina dan Arab. Hal ini memang bisa dipahami, mengingat bahasa Cina dan bahasa Arab telah mempunyai sejarah yang cukup panjang dalam berkontak dengan bahasa Indonesia.
Bahasa Arab sebagai bahasa percakapan sehari-hari masih digunakan secara terbatas oleh orang-orang tua etnis Arab, dan anehnya lagi, golongan muda malah jarang menggunakannya lagi.