Pemilu merupakan proses demokratis yang dilakukan untuk memilih wakil rakyat pada suatu negara. Pada proses demokrasi ini, memungkinkan rakyat untuk berpartisipasi dalam memilih pemimpin dan kebijakan negara. Untuk meningkatkan keterpilihan masyarakat, masing-masing pasangan calon (paslon) membentuk tim sukses dan strategi dalam memaparkan visi dan misi kedepan ke masyarakat. Selain itu, KPU (Komite Pemilihan Umum) menyelenggarakan debat untuk mengupas visi dan misi masing-masing paslon agar masyarakat dapat memilih pemimpin yang tepat. Ada strategi menarik dari salah satu paslon yang menjadi warna baru di dalam melakukan kampanye pemilu kepada masyarakat. Strategi tersebut adalah menyelenggarakan debat terbuka dengan akademisi dan menjawab keluh kesah masyarakat maupun permasalahan yang terjadi di masyarakat. Selain dari debat terbuka dan menjawab keluh kesah masyarakat, strategi terbaru dalam memaparkan visi dan misi dari suatu paslon dilakukan melalui sosial media.
Sosial media ini menjadi alat komunikasi yang ampuh dalam mendekatkan generasi yang pada saat ini lekat dengan teknologi maupun gadget. Jenis komunikasi dan sosialisasi melalui debat serta media sosial ini menjadi hal yang baru dalam menjelaskan program yang akan dilakukan selama lima tahun. Pada tahun sebelumnya, kampanye dilakukan pada lapangan luas maupun ruang-ruang publik lainnya dan debat hanya dilakukan saat KPU yang menyelenggarakannya. Tentunya, strategi debat dengan akademisi, masyarakat maupun sosial media ini harus terus dipertahankan untuk beberapa tahun agar pemimpin mengetahui kebutuhan masyarakat serta rencana program yang akan dilaksanakan selama lima tahun. Hal yang menjadi pertanyaan di kalangan masyarakat "Apakah pendekatan strategi ini mampu meningkatkan elektabilitas paslon dan keterpilihan masyarakat" sehingga paslon tersebut dapat memenangkan pemilu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H