Lihat ke Halaman Asli

Reza Rosa Hamira

Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Andalas

Upaya Melestarikan Bahasa Minangkabau sebagai Identitas Masyarakat Minang

Diperbarui: 8 Desember 2021   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sumatera Barat identik dengan dialek bahasanya yang khas yakni bahasa minangkabau. Bahasa Minangkabau sendiri merupakan bahasa daerah yang berkembang di Sumatera Barat yang digunakan oleh masyarakat minangkabau dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa minangkabau ini juga berasal dari rumpun bahasa melayu dengan memiliki dialek yang hampir sama. Dalam berbahasa, masyarakat minangkabau memiliki kesantunan dan tatakrama dalam berkomunikasi seperti yang dikenal dengan Kato Nan Ampek :

  • Kato mandaki adalah bahasa yang digunakan kepada lawan bicara yang lebih dewasa seperti digunakan kepada orang tua, mamak, dan guru
  • Kato manurun adalah bahasa yang digunakan kepada lawan bicara yang lebih kecil seperti guru berbicara kepada muridnya
  • Kato mandata adalah bahasa yang digunakan dalam interaksi biasa kepada lawan bicara yang seusia atau sesama besar seperti kepada teman
  • Kato malereang adalah bahasa yang digunakan kepada lawan bicara yang disegani dan dihormati baik secara adat dan budaya seperti ulama, penghulu, dan lainnya. Biasanya juga digunakan pada hubungan kekerabatan seperti ipar, menantu, mertua, dan besan.

Sebagai identitas masyarakat minang, tentu bahasa minangkabau harus terus dijaga dan dilestarikan untuk generasi selanjutnya. Mengingat bahasa minangakabau ini merupakan bahasa ibu bagi masyarakat asli minangkabau dan menjadi kekhasan yang dimiliki Sumatera Barat. Agar bahasa minangkabau tetap terjaga, berikut ini adalah cara-cara dalam melestarikan bahasa minangkabau :

  • Melalui lagu-lagu minangkabau

Lagu menjadi media yang dapat mempelajari bahasa khususnya bahasa minangkabau. Lewat lagu masyarakat akan terus mengenal dan membayangkan daerah minangkabau. Lagu minangkabau banyak memberikan pesan-pesan didalamnya seperti pada lagu "Si Jobang" yang berasal dari daerah Lima Puluh Koto yang memiliki pesan untuk menghimbau orang-orang agar tidak mengulur waktu dalam menyelesaikan pekerjaan. Dalam acara kesenian yang dilakukan masyarakat minangkabau, lagu-lagu digunakan sebagai bentuk dalam mempertahankan bahasa minang.

  • Melalui peribahasa (petatah-petitih)

Seringkali masyarakat minangkabau berkomunikasi menggunakan petatah-petitih. Biasanya petatah-petitih ini mengandung nasihat dan ajaran dari orang tua yang sanagat dalam dan bijak. Serta disetiap katanya berisi aturan-aturan dasar dalam berperilaku. Petatah-petitih digunakan untuk memberikan pujian, nasehat, menyindir secara halus, ataupun digunakan untuk mematahkan pembicaraan dari lawan bicara. Contoh dari petatah-petitih "buruak muko camin dibalah" artinya seseorang yang membuat kesalahan, tetapi orang lain yang disalahkan.

  • Melalui pantun

Dalam bidang sastra, pantun digunakan sebagai bentuk mempertahankan bahasa minangkabau. Pantun biasanya digunakan pada acara-acara adat dan pernikahan. Pantun ini juga memiliki pesan disetiap baitnya. Menurut Gani (2010:137) pantun minangkabau memiliki beberapa fungsi, yakni pantun sebagai bentuk ungkapan dalam berkomunikasi, pantun sebagai ungakapan yang berfungsi sebagai jati diri masyarakat minangkabau, pantun sebagai sarana untuk mendidik atau sebagai wadah untuk kependidikan, pantun sebagai sarana hiburan, pantun berfungsi sebagai pengejawantahan adat, dan lainnya.

Upaya dalam melestarikan bahasa minangkabau tentu tidak hanya dilakukan oleh orang tua saja, namun juga harus dilakukan oleh anak-anak muda agar bahasa tidak luntur dan selalu ada.

Referensi :

Shintia Dwi Alika, Fathur Rokhman, Haryadi. "Upaya Pemertahanan Bahasa Minangkabau Ragam Nonformal pada Komunitas Seni Sakato di Kota Yogyakarta", Lingua, Vol. XIII, No. 2, (Juli 2017)

Leo Fandi, Agustina, Nurizzati. "Struktur dan Fungsi Pantun Minangkabau dalam Masyarakat Pasa Lamo, Pulau Punjung, Dharmasraya", Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 1, No. 1, (September 2012)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline