Lihat ke Halaman Asli

Solusi Bahan Bakar Pesawat Ramah Lingkungan, Indonesia, Jepang Kembangkan Industri Bioavtur

Diperbarui: 20 Oktober 2024   20:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SOLUSI BAHAN BAKAR PESAWAT RAMAH LINGKUNGAN, INDONESIA-JEPANG KEMBANGKAN INDUSTRI BIOAVTUR

Indonesia melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan PT ABE Indonesia Berjaya bersama Green Power Development Corporation of Japan (GPDJ) mengembangkan proyek industri bioavtur. Proyek ini sudah pada tahap pembangunan pabrik di Banyuasin, Sumatera Selatan.

Kerja sama yang terjalin atas inisiasi Indonesia Japan Business Network (IJBNet) ini berawal dari riset bersama antara IJBNet, GPDJ, dan BRIN, yang saat ini sudah memasuki tahun ke-3.

Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN Mego Pinandito mengatakan, bahan baku bioavtur bersumber dari kelapa non-standar. Yang mana, bahan baku ini sudah diakui dan telah masuk dalam positive list Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).

“Masuknya kelapa non-standar ke dalam positive list menandakan keberhasilan dari upaya bersama melakukan inovasi sumber bahan baku SAF di luar pilihan yang sudah ada. Sehingga, akan membuka peluang bagi negara-negara penghasil kelapa, termasuk Indonesia sebagai salah negara penghasil kelapa terbesar di dunia, untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon di sektor penerbangan,” kata Mego dalam penandatanganan kerja sama, di Gedung B.J. Habibie, Thamrin, Jakarta, Kamis (18/7).

Hal ini, lanjut Mego, sejalan dengan kesepakatan global untuk pembangunan berkelanjutan dan terwujudnya karbon netral. Serta, menekankan pentingnya solusi inovatif dalam mitigasi pemanasan global.

Lebih lanjut dijelaskan Mego, dalam proses produksinya, bahan baku kelapa non-standar diolah menjadi minyak kelapa mentah atau crude coconut oil (CCO). Keberadaan bahan baku kelapa non-standar ini sangat penting, mengingat, kelapa adalah komoditi yang dibutuhkan industri pangan.

“Kelapa non-standar diambil dari kelapa yang terlalu tua, kelapa yang berukuran sangat kecil, kelapa yang sudah bertunas, kelapa yang mulai membusuk atau berjamur, serta kelapa yang pecah,” tutur Mego.

Adapun GPDJ memilih Indonesia sebagai tempat industri pembuatan CCO, karena potensi kelapa di Indonesia yang sangat melimpah. Hasil riset menunjukkan, jumlah kelapa non-standar di Indonesia mencapai 30 persen dari total kelapa yang dihasilkan.

Sementara PT ABE Indonesia Berjaya adalah perusahaan lokal yang akan bertindak sebagai pelaksana proyek. Perusahaan ini ditargetkan mampu menghasilkan 100 ton CCO per hari dari bahan baku kelapa non-standar.

“Dalam proses produksinya, PT ABE akan menggunakan teknologi mesin traceability system buatan anak bangsa,” terang Mego.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline