Lihat ke Halaman Asli

Reyvan Maulid

Writing is my passion

Santri Milenial, Kesalehan Sosial, dan Santripreneur

Diperbarui: 22 Oktober 2021   16:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Santri putra beraktivitas di Pondok Pesantren An Nuqthah, Kota Tangerang, Banten, Kamis (18/6/2020).| Sumber: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Suasana di Kota Santri
Asyik tenangkan hati

Merayakan Hari Santri merupakan sebuah apresiasi berkat andil santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Hari santri sejatinya menjadi sebuah refleksi bahwa kemerdekaan yang kita raih sampai detik ini merupakan buah manis yang dipetik tanpa perjuangan dari kaum para santri. 

Kita tahu bahwa ada pejuang kemerdekaan maupun tokoh besar yang memiliki latar belakang santri seperti KH. Hasyim Asyari dari Nahdlatul Ulama, KH. Ahmad Dahlan dari Muhammadiyah dan lain-lain.

Adapun kilas balik penetapan tanggal 22 Oktober sebagai hari Santri juga ada filosofinya. 22 Oktober dipilih karena gaung Resolusi Jihad yang diserukan oleh KH. Hasyim Asyari pada tanggal 22 Oktober 1945. 

Momentum seruan ini menjadi kobaran semangat para santri untuk tetap gigih memperjuangkan kemerdekaan Indonesia agar bisa lepas dari jeratan penjajah. 

Ditetapkannya Hari Santri Nasional bukan tanpa alasan karena andilnya para santri dan kiai terkait keterlibatannya dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Ketetapan Hari Santri dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 yang secara langsung ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.

Kini, kita sudah memasuki era digitalisasi teknologi dan Society 5.0. Hari Santri sejatinya dapat menjadi media refleksi untuk saling berbenah dengan meningkatkan kualitas dan kapabilitas diri sehingga menjadi insan santri yang mampu menjawab tantangan-tantangan nyata didepan, perubahan global demi kemajuan bangsa Indonesia kedepannya. 

Memang ini bukan perkara yang gampang, sebab saya yakin dengan keyakinan dan keteguhan hati yang telah diajarkan semasa menjadi santri oleh pengasuh-pengasuhnya di pondok pesantren dapat menjadi bekal tersendiri bagi para santri untuk saling mawas diri menghadapi digitalisasi yang sedang terjadi di saat ini.

Seorang santri juga setidaknya mampu menyesuaikan derasnya arus modernisasi, baik ditilik dari sisi positif dan negatifnya. Jika santri tidak paham soal ini bisa-bisa menjadi korban dari tergerusnya modernisasi yang semakin gila-gilaan ini. Salah satu contoh nyatanya adalah perlindungan data pribadi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline