Lihat ke Halaman Asli

Jurnalisme Kuning, Keuntungan Lebih dari yang Berlebihan

Diperbarui: 23 Oktober 2018   12:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: daily.jstor.org

Ermanto dalam bukunya yang berjudul Menjadi Wartawan Handal dan Profesional menyatakan bahwa jurnalisme adalah pengelolaan informasi yang disampaikan dalam bentuk berita oleh para jurnalis. Jurnalisme memiliki berbagai jenis, salah satunya adalah jurnalisme kuning atau yellow journalism.

Sejarah Jurnalisme Kuning

Pada tahun 1833, Benjamin Day merubah dunia jurnalisme di Amerika. Benjamin Day yang berusia 22 tahun menerbitkan surat kabar bernama New York Sun. New York Sun dijual satu penny per eksemplar. 

Harga yang amat terjangkau ini membuat New York Sun dapat mengalahkan koran-koran yang sudah terlebih dahulu terbit. Harga koran-koran lain termasuk mahal di kala itu. Untuk berlangganan tahunan, masyarakat harus merogoh kocek yang setara dengan gaji satu minggu.

Proses distribusi dan konten New York Sun juga berbeda dengan koran lain. Koran lain didistribusikan melalui pos, sedangkan New York Sun didistribusikan dengan cara dijual di pinggir jalan tiap harinya. Konten New York Sun berfokus pada berita yang menarik pembaca awam. New York Sun tidak memuat berita mengenai politik dan ekonomi.

Koran New York Sun sukses menarik para pembeli. Koran yang laku keras ini mengundang para pengiklan untuk memasang iklan di koran ini.  Hal itu membuat koran lain mulai meniru konsep New York Sun. Fenomena ini disebut sebagai periode koran penny.

Munculnya koran penny berdampak pada persaingan antara koran satu dengan koran lainnya. Pada tahun 1883, Joseph Pulitzer membeli New York World. Pulitzer berfokus pada berita human interest sebagai konten korannya. Ia sempat mengirim salah satu reporternya untuk berpura-pura gila di penampungan orang gila. Peristiwa itu dibuat sebuah berita yang menggemparkan dan laku di pasaran.

Pada 1895, William Randolph Hearst membeli New York Journal. Tercipta persaingan yang sengit di antara Hearst dengan Pulitzer. Hearst bersumpah untuk mengalahkan dan menyingkirkan Pulitzer dari industri surat kabar. Persaingan tidak sehat terjadi di antara mereka.

Persaingan tak sehat tersebut muncul ke permukaan ketika kartunis New York World "dicuri" oleh New York Journal. Komik Yellow Kid yang ada di New York World juga muncul di New York Journal dengan nama yang berbeda. Komik itu menjadi alat Pulitzer dan Hearst untuk saling sindir. Hal itu membuat istilah yellow journalism muncul ke permukaan. Istilah ini berarti ejekan bagi berita yang berlebihan dan sensasional.

Jurnalisme kuning menuai banyak kritikan. Kritikan tersebut berfokus pada jurnalisme kuning yang menjual sensasionalitas dan melebih-lebihkan serta merekayasa berita. Jurnalisme kuning hadir untuk menarik perhatian pembaca terutama kalangan inferior atau kalangan bawah. Jurnalisme kuning masih dipakai jurnalis di Amerika, begitu pula di Indonesia.

Jurnalisme Kuning di Indonesia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline