Lihat ke Halaman Asli

Kembang...Syair Terakhir Untukmu! (Episode Cinta Rangkat #72)

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam Gemericik Sungai Rangkat. Di atas bebatuan, Penyair Jalanan Termenung sendiri. Merasakan hati yang membuncah. Peperangan batin yang terus menggebu – gebu membuat dia semakin sedih. Cinta yang selalu diagungkan sebagai sebuah keindahan yang tak tergantikan kini telah ternoda… Kembang… entah kenapa selalu dengan kembang ia terluka. Sebelum menetap di desa Rangkat, ia menjadi gila juga karena kembang. “Ach.. kembang… Harummu menyayat kalbu !”gumam Penyair dengan tetesan matanya yang mengalir lembut di pipinya.

~~ooO0Ooo~~

Aliran sungai rangkat yang bening. Kupu – kupu terbang kesana kemari dengan corak warna yang anggun dan menawan. Dedaunan hijau. Dan serpihan – serpihan air terjun memantulkan cahaya mentari menjadi sebuah pelangi. Udara segar yang tercipta dari makhluk – makhluk Tuhan yang bertasbih, berhembus semilir menerpa wajah penyair dengan lembutnya. Perlahan... Ia menghirup nafas dalam – dalamdan mensyukurinya sebagai suatu nikmat yang tak tergantikan.

~~ooO0Ooo~~

Di batu besar…. dimana dibawah mengalir air sungai rangkat yang bening dan berenang bermacam – macam ikan, penyair mencurahkan isi hati kepada Tuhan tentang kegalauan hatinya yang selama ini ia rasakan. “Ya Tuhan… Kaulah yang menciptakan semua keindahan. Kau pula yang menghadiahkan sebuah keindahan. Dan Kaulah yang menghadiahkan Cinta sebagai sebuah keindahan yang terindah. Tapi kenapa keindahan cinta yang kau hadiahkan pada hamba  membuat luka dan lara yang tersemat dalam palung hati ? Ya Tuhan... Kau ciptakan Rahasia di dalam Rahasia. Kau pula Memberi apa yang Hamba butuhkan bukan hamba inginkan. Dan Kau pulalah yang membuka Tabir kebenaran Cinta Sejati. Maka.. segerakanlah Kau ungkapkan Rahasia di dalam Rahasia-MU. Segerakanlah Kau Berikan apa yang Hamba Butuhkan. Dan segerakanlah Kau buka Tabir kebenaran Cinta Sejati untuk Hamba.......” lelehan air mata yang mengalir diantara pipinya, kini menjadi gerimis dalam hati. Gerimis yang menyirami kekeringan hati.

~~ooO0Ooo~~

Suara nyanyian alam yang syahdu dan merdu, mencoba mengusap lelehan air mata dan gerimis hati Penyair Jalanan yang terus mengguyur. Ketika air matanya berhenti, ia mengambil buku catatan yang selalu di bawanya dan menuliskan sebuah puisi. Tentang rasa cinta, tentang sebuah asa, tentang sebuah impian, tentang sebuah masa depan.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Segenap rasa aku curahkan

Segenap cinta aku dendangkan

Segenap jiwa aku lakukan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline