Dalam bahasa Indonesia ada satu pribahasa yang cukup populer yaitu, "Buruk muka, cermin dibelah".
Berdasarkan KBBI, arti dari pribahasa tersebut yaitu suatu sikap menyalahkan orang atau hal lain, meskipun sebenarnya dia sendiri yang salah, bodoh dan sebagainya.
Arti lainnya, dari buruk muka cermin dibelah adalah karena aibnya (kesalahannya) sendiri orang lain yang dipersalahkan.
Fenomena buruk muka cermin dibelah, sudah pasti sering kita temui sehari-hari. Dimana ada segelintir orang yang entah kenapa begitu gemar melakukan ritual tersebut secara rutin.
Bahkan bisa dibilang sudah menjadi kebiasaan, mungkin lebih nikmat dan mudah menyalahkan pihak luar ketimbang harus melakukan introspeksi diri.
Umumnya sikap gemar menyalahkan pihak luar disebabkan karena adanya ego yang terlalu tinggi. Perasaan tidak mau disalahkan, merasa benar sendiri, bahkan merasa paling suci.
Berdasarkan teori, orang-orang seperti ini dinilai memiliki kecerdasan emosional yang rendah, mereka hanya peduli pada perasaannya sendiri, sementara abai pada perasaan orang lain.
Inginnya selalu dihargai, dipuja-puji dan dihormati, namun enggan menghargai, memuji dan menghormati orang lain.
Orang-orang terdekat adalah cerminan dari diri kita sendiri. Kita hanya bisa melihat cerminan diri ini melalui orang lain. Kita mampu menakar sejauh mana kualitas diri kita berdasarkan penilaian dari orang lain.
Kita tidak bisa mendeklarasikan, "Saya orang baik" atau "Saya orang jujur". Kita, hanya bisa bersikap dan menunjukkan kualitas-kualitas tersebut sambil menunggu timbal balik dari orang lain.
Kalau ingin diperlakukan baik, maka kita harus berbuat baik. Kalau ingin dihormati, maka kita harus menghormati. Kalau ingin dihargai, maka kita harus pula menghargai.