Lihat ke Halaman Asli

Wacana Hukum Pancung di Nanggroe Aceh Darussalam Menuai Pro dan Kontra

Diperbarui: 2 Mei 2023   09:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam perspektif hukum Islam, hukuman pancung adalah salah satu bentuk hukuman pidana yang dikenakan terhadap pelaku kejahatan yang melanggar hukum syariah, seperti zina, perampokan, dan pembunuhan. Di Aceh, hukuman pancung masih diterapkan sebagai bentuk tegaknya hukum adat yang berlandaskan hukum Islam. Menurut pandangan Islam, hukuman pancung harus diterapkan dengan adil dan proporsional terhadap pelaku kejahatan yang telah terbukti bersalah. Namun, di beberapa kasus, hukuman pancung dapat menjadi kontroversial karena beberapa pelaku kejahatan mungkin tidak menerima pengadilan yang adil atau terbukti bersalah.

Dalam konteks Aceh, hukuman pancung masih menjadi topik perdebatan. Meskipun diakui sebagai bagian dari hukum adat dan syariah, beberapa pihak berpendapat bahwa hukuman pancung tidak lagi relevan dengan zaman modern dan seharusnya dihapuskan. Namun, di sisi lain, ada juga yang berargumen bahwa hukuman pancung masih dibutuhkan untuk mempertahankan moralitas dan keadilan sosial dalam masyarakat Aceh yang berlandaskan hukum Islam. Dalam hal ini, perlu ada kajian mendalam tentang relevansi dan efektivitas hukuman pancung dalam konteks sosial dan budaya Aceh. 

Diperlukan juga upaya untuk memperkuat sistem hukum adat yang berbasis hukum Islam dengan memastikan bahwa hukuman pancung diterapkan secara adil dan proporsional terhadap pelaku kejahatan yang terbukti bersalah. Dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang hukum pidana dalam perspektif Islam, perlu juga dilakukan upaya untuk memberikan edukasi tentang nilai-nilai Islam yang mendorong keadilan, perdamaian, dan toleransi dalam masyarakat.

Hukuman pancung merupakan bagian dari sistem hukum adat yang berlandaskan hukum Islam di Aceh. Hukuman ini dianggap sebagai bentuk tegaknya hukum adat yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Hukuman pancung diterapkan dalam kasus-kasus pelanggaran hukum syariah, seperti zina, perampokan, dan pembunuhan. Dalam konteks Aceh, hukuman pancung dianggap sebagai bentuk hukuman yang efektif dalam mempertahankan moralitas dan keadilan sosial dalam masyarakat. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa hukuman pancung tidak lagi relevan dengan zaman modern dan seharusnya dihapuskan. 

Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mendalam tentang relevansi dan efektivitas hukuman pancung dalam konteks sosial dan budaya Aceh. Dalam hal ini, pemerintah Aceh perlu memastikan bahwa hukuman pancung diterapkan secara adil dan proporsional terhadap pelaku kejahatan yang terbukti bersalah.

Selain itu, perlu juga dilakukan upaya untuk memperkuat sistem hukum adat yang berbasis hukum Islam dengan memberikan edukasi tentang nilai-nilai Islam yang mendorong keadilan, perdamaian, dan toleransi dalam masyarakat. Dengan demikian, hukuman pancung masih memiliki relevansi dalam konteks sosial dan budaya Aceh yang berlandaskan hukum Islam, asalkan diterapkan dengan adil dan proporsional terhadap pelaku kejahatan yang terbukti bersalah.

Penerapan hukuman qishas dan diyat dalam qanun jinayat aceh merupakan sebuah keharusan dengan payung hukum yang cukup kuat yaitu undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), undang-undang No. 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, dan undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. qishas dalam hal ini hukum pancung/hukum mati sendiri belum pernah dijatuhkan atau divoniskan secara tegas dalam hukum jinayat Nanggroe Aceh Darussalam, wacana penerapan hukum pancung sudah diwacanakan 2018 silam. 

Hanya saja wacana hukuman pancung sebagai upaya tegaknya hukum syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam menuai pro dan kontra terutama bagi para aktivis HAM yang menganggap hukum pancung adalah hukuman yang tidak manusiawi dan melanggar Asasi Manusia serta sudah tidak relevan untuk era modern. Tekanan dari aktivis HAM yang menentang hukum pancung ini lah yang menjadi pertimbangan mengapa hukum pancung masih menjadi wacana sampai sekarang.

Ditulis : Setyo Aji Wicaksono dan Dr. Ira Alia Merani S.H., M.H 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline