Lihat ke Halaman Asli

Joko ’Marquez’ Widodo Presiden RI ke-7

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu Amien Rais – seperti sudah sering dia lakukan – kembali membuat heboh media dengan mengibaratkan Pilpres 2014 seperti layaknya Perang Badar. Beruntung publik sudah sangat mengenal karakter Pak Amien, sehingga cukup pandai untuk memilih tidak menanggapi serius pernyataan sembrono tersebut.

Adalah sesuatu yang normal bahwa pada setiap peristiwa penting, publik dan media akan mengkaitkannya dengan peristiwa akbar di masa lalu. Sepanjang tetap menjaga etika, pengibaratan itu sah-sah saja, bahkan akan menambah semaraknya pesta demokrasi. Tetapi mengibaratkan Pilpres seperti Perang Badar adalah sesuatu yang tidak pada tempatnya.

Satu hal yang menarik dari Pilpres 2014 adalah bahwa kekuatan kedua kubu relatif seimbang dengan masa kampanye cukup panjang. Sehingga segala sesuatunya bisa ditentukan oleh satu kesalahan kecil team sukses mereka pada menit-menit akhir. Saat ini rasanya masih sulit untuk memperkirakan siapa yang akhirnya nanti akan memenangkan Pilpres dan menjadi Presiden RI ke-7.

Sambil berdebar menunggu 9 Juli, saya mencoba untuk ‘otak-atik’ membuat korelasi antara profil kedua Capres kita dengan profil beberapa sosok terkenal lain yang juga pernah terlibat dalam persaingan ‘head-to-head’. Dari beberapa korelasi regional yang saya lakukan, dua kasus diantaranya ternyata cocok dengan kedua Capres kita dan dua-duanya menunjukkan bahwa kemungkinan besar Jokowi-lah yang akhirnya akan keluar sebagai pemenang.

Pendukung Prabowo tentu akan langsung berkomentar bahwa korelasi ini mengada-ada, tidak punya dasar teori dan tidak ilmiah. Memang benar, korelasi ini memang tidak ada unsur ilmiah-nya tapi bukan mengada-ada. Korelasi ini dilakukan berdasarkan observasi yang (mungkin) kebetulan saja hasilnya seperti itu. Jadi santai saja…­.

Korelasi yang pertama pernah saya tulis di Kompasiana edisi 26 Mei 2014 (link ke artikel ada di akhir tulisan ini***). Sedangkan korelasi yang kedua adalah antara profil kedua Capres kita dengan profil dua pembalap Spanyol yang bersaing ketat di ajang motoGP 2013. Apa korelasinya antara Pilpres dengan balap motor ? Kaitannya akan saya paparkan di bawah ini.

Bagi penggemar motoGP, nama Dani Pedrosa dan Marc Marquez tentu sudah tidak asing lagi. Pedrosa sudah delapan tahun berada di kelas primer balap motor bersama team Repsol-Honda. Sebelum naik ke kelas primer, karier Pedrosa cukup mengkilap. Sekali juara dunia kelas 125 cc dan dua kali juara dunia kelas 250 cc. Sejak 2006 Pedrosa sudah diproyeksikan untuk menjadi juara dunia kelas primer tapi sampai sekarang tidak pernah kesampaian. Bahkan akhir-akhir ini pamor dan kharismanya mulai meredup.

Marquez – delapan tahun lebih muda dari Pedrosa – adalah pembalap muda yang kariernya melesat sekencang motornya. Sebelum naik ke kelas primer, Marquez pernah sekali juara dunia kelas 125 cc dan sekali juara dunia kelas Moto2. Marquez naik ke kelas primer secara ‘tidak sengaja’ karena mengisi kekosongan posisi di team Repsol-Honda. Di kelas motoGP, nomor motor Marquez (93) lebih besar dari nomor motor Pedrosa (26).

Pedrosa termasuk salah satu yang saat itu merekomendasi Marquez bergabung di team Repsol-Honda. Dalam benak Pedrosa, sebagai pendatang baru tidak mungkin Marquez mampu menggoyahkan posisinya sebagai pembalap utama di team. Pedrosa berharap Marquez justru dapat membantu merealisasikan ambisinya menjadi juara dunia kelas primer. Sepanjang sejarah balap motor memang baru sekali terjadi, tahun 1978, seorang debutan kelas primer bisa langsung menjadi juara dunia.

Apa yang terjadi kemudian adalah bahwa kedatangan Marquez ke team Repsol-Honda justru membuyarkan ambisi Pedrosa. Di tahun pertamanya naik kelas, Marquez hampir selalu mengalahkan Pedrosa di setiap balapan dan segera menggeser posisinya sebagai pembalap utama di team. Puncaknya adalah justru Marquez-lah yang menjadi juara dunia 2013 di kelas primer.

Dani ‘Prabowo’ Pedrosa (kiri) dan Marc ‘Jokowi’ Marquez (Sumber : MotoGP.com)

Prabowo sudah sepuluh tahun terjun di dunia politik. Terlepas bahwa dia adalah menantu Soeharto, saat masih dinas di militer karier-nya sangat mengkilap. Sejak muda sudah bercita-cita menjadi Presiden RI. Tahun 2004 mulai benar-benar mencoba merealisasikan ambisinya dengan mengikuti konvensi Presiden partai Golkar, tapi gagal. Tahun 2009 dengan menumpang kendaraan politiknya sendiri, kembali bertarung dan kembali gagal. Pilpres kali ini (saya rasa) akan merupakan kesempatannya yang terbesar dan terakhir, ibaratnya it’s now or never. Saya yakin, kalau sampai 9 Juli nanti Prabowo kembali gagal, karier politiknya akan langsung meredup.

Jokowi – sepuluh tahun lebih muda dari Prabowo – adalah politikus muda dengan karier yang meroket. Terpilih sebagai walikota Solo untuk kedua kalinya dengan perolehan suara di atas 90% tanpa melakukan kampanye. Berbagai penghargaan internasional pernah diterima. Mengaku terjun ke dunia politik karena ‘kecelakaan’. Tahun 2012 ‘naik kelas’ dengan terpilih menjadi Gubernur DKI yang kemudian mengantarnya menjadi kandidat Capres. Di Pilpres ini, nomor Capres Jokowi (2) lebih besar dari nomor Capres Prabowo (1).

Prabowo saat itu merupakan salah satu tokoh yang mendukung Jokowi maju sebagai Gubernur. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tujuan Prabowo mendukung Jokowi adalah untuk mendongkrak popularitasnya menuju kursi RI-1. Dalam benak Prabowo saat itu (mungkin) adalah tidak ada ceritanya dalam sejarah seorang politikus ‘ingusan’ akan mendapat dukungan publik untuk maju Pilpres.

Apa yang terjadi kemudian adalah bahwa kedatangan Jokowi ke Jakarta justru membuyarkan ambisi Prabowo. Kita semua tahu bahwa publik kemudian menginginkan Jokowi untuk maju dalam Pilpres 2014. Dalam semua survey yang dilakukan oleh berbagai macam lembaga survey – tidak terkecuali lembaga survey yang manapun – Jokowi selalu unggul atas Prabowo.

Dari fakta-fakta di atas, dengan mudah dapat di-analogi-kan bahwa Pedrosa merupakan representasi dari Prabowo, sedangkan Marquez representasi Jokowi. Di atas juga telah diceritakan bahwa Marquez-lah yang akhirnya keluar sebagai pemenang dalam persaingan mereka. Akankah akhir kisah persaingan Pedrosa-Marquez di tahun 2013 terulang pada kisah persaingan Prabowo-Jokowi di tahun 2014 ? Jujur, saya sudah tidak sabar menunggu 9 Juli.

-------------------------

***) Korelasi pertama bisa dibaca melalui link ini : (http://politik.kompasiana.com/2014/05/26/akankah-seperti-pilpres-2008-di-amerika--659983.html)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline