Lihat ke Halaman Asli

Timor-Timur, Di Sana Dahulu Kami Berjuang untuk Negara (Kisah dari Pejuang Veteran Eks Timor-Timur Desember 1975 - Juli 1976)

Diperbarui: 10 Agustus 2020   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Tulisan ini sejatinya menceritakan pengalaman Ayah saya Kolonel Infantri (Purn) Michael Roderick Ronny Muaya, seorang Veteran Perang Timor-Timur, ketika ikut dalam penerjunan pertama Operasi Seroja tahun 1975, adalah operasi militer yang pertama untuk merebut Timor Portugis untuk berintegrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Sebelumnya pernah saya publikasikan pada blogs pribadi saya. Sengaja saya publish kembali pada rubrik Kompasiana dengan sebuah maksud agar Bangsa Indonesia tidak melupakan sejarah Integrasi Timor-Timur (sekarang Timor Leste) kedalam NKRI, karena baik atau buruk sejarah suatu bangsa hendaknya tidak pernah dilupakan karena didalamnya ada suatu pembelajaran untuk kebaikan Bangsa ini dimasa depan.
     

Sebuah Pengantar ...............

Di suatu hari ketika saya sedang merapihkan gudang rumah, mata saya teralih kepada sebuah tas usang berwarna coklat yang terbuat dari kulit. 

Entah mengapa saya tertarik untuk meraihnya saat itu.Ada sebuah tulisan berwarna hitam dari spidol permanent pada muka tas itu bertuliskan; “Kulakukan ini demi keluargaku”. 

Saya terhenyak, pikiran saya menerawang teringat pada sebuah cerita ketika ayah saya di tahun 1975 adalah salah seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari ribuan prajurit yang ikut dalam OPERASI SEROJA, sebuah nama sandi operasi dalam rangka meng-Integrasi Timor Portugis (yang kemudian selama integrasi namanya menjadi Timor-Timur disingkat Tim-Tim) untuk menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Latar belakang operasi tersebut adalah menerima keinginan sebagian rakyat Timor Portugis yang menghendaki masa depan Timor Portugis menjadi bagian dari NKRI setelah sekian lama dijajah oleh kolonialis Portugal/Portugis, latar belakang lainnya adalah ketika Timor Portugis sedang porak-poranda akibat Perang Saudara sepeninggal pemerintah kolonialis Portugal, pihak Fretilin yang berhaluan Marxisme (Komunis) memproklamasikan kemerdekaan secara sepihak sebuah negara baru berideologi Komunis.

Didukung atmosfer situasi dunia saat itu ada pada era perang dingin antara dua blok besar yaitu Barat (Amerika) dan Timur (Uni Sovyet) dan Indonesia yang memiliki trauma kelam kepada Komunisme merasa tidak dapat menerima ada negara komunis berdiri diserambi halaman Republik Indonesia, maka atas dasar alasan tersebutlah Pemerintah Indonesia saat itu memutuskan merebut Timor Portugis untuk dijadikan bagian dari NKRI.

Selama di Timor Portugis, operasi demi operasi dilaksanakan oleh Ayah saya berserta pasukannya, hingga akhirnya ditahun 1978 terjadilah suatu peristiwa yang akan mengubah kehidupan Ayah dan keluarga kami selamanya. 

Pada sebuah pertempuran hebat, Ayah tertembak oleh musuh di lengan kirinya, yang mengakibatkan harus diamputasi. Diceritakan oleh Ibu dan Pamanku, ketika Ayah tersadar di Rumah Sakit dan mengetahui tangannya tidak ada, Ayah meronta-ronta tidak dapat menerima kenyataan sambil berteriak; “Bunuh saja saya dokter!!, bunuh saja saya!!”.

Ayahku berpikir, apalah guna seorang prajurit infantri yang cacat fisiknya, saat itu dia yakin kehidupan dan kariernya sebagai seorang Perwira muda telah hancur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline