Lihat ke Halaman Asli

Menulis Puisi dengan PBL: Pengalaman Seru di SMPN 4 Cilegon

Diperbarui: 8 Desember 2022   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membimbing siswa dalam penyelidikan berkelompok (dok. pribadi)

Serunya menjadi seorang guru apabila mampu mencoba model pembelajaran baru. Kali ini saya mau cerita tentang pengalaman mengajarkan menulis puisi dengan PBL di tempat saya mengajar.

PBL itu singkatan dari Problem Based Learning. Artinya, pembelajaran dengan PBL adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan mengarahkan siswa pada permasalahan dan penyelesaiannya. Sebelum saya menggunakan PBL pengajaran penulisan puisi dilakukan dengan cara menyampaikan materi yang bersifat satu arah atau biasa disebut pembelajaran konvensional-klasikal.

Pembelajaran satu arah membuat siswa bosan di  kelas. Selain itu, ketika diberikan tugas menulis puisi, siswa langsung mengeluh.

"Aduh Bu, jangan menulis deh Bu. Saya nggak bisa". keluh salah seorang siswa.

Setelah dilakukan pengamatan dan wawancara, penyebab mereka tidak suka menulis karena kesulitan dalam menuangkan ide dan penguasaan kosa kata yang rendah. 

Praktik baik ini penting dilakukan sebagai pembelajaran bagi saya dan juga  berbagi pengalaman dengan guru-guru lain, ahli pendidikan, praktisi pendidikan, serta calon-calon pengajar bahasa Indonesia. Sebagai guru, saya berkewajiban untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran bisa tercapai. 

Tentu tidak mudah untuk melakukan sebuah perubahan. Banyak tantangan yang saya hadapi selama pelaksanaan pembelajaran tersebut seperti: persiapan membutuhkan waktu yang cukup panjang, siswa canggung beradaptasi dengan perubahan model pembelajaran, dan sarana audio-visual belum benar-benar memadai.

Guru yang hebat adalah guru yang mampu menaklukan tantangan. untuk mengatasi tantangan tersebut, saya mempersiapkan dan mematangkan media pembelajaran sebelum pelaksanaan, kemudian memberi pemahaman kepada siswa tentang model pembelajaran yang akan digunakan, tidak lupa menyiapkan perangkat alternatif untuk mengantisipasi kelemahan sarana dari sekolah. 

Karakteristik siswa berbeda juga termasuk tantangan dalam pembelajaran ini. Beruntung saya memiliki Sdosen pembimbing Arip Senjaya dan guru pamong Saroh Jarmin yang memberikan bimbingan bagaimana menghadapi karakter siswa yang berbeda. Akhirnya saya menyadari bahwa tidak ada istilah siswa nakal, hanya saja saya yang kurang melakukan pendekatan. 

Hasil tidak akan mengkhianati usaha. Dengan usaha yang saya lakukan, akhirnya kelas saya tidak kelas nano-nano lagi. Siswa aktif selama proses pembelajaran. Pembelajaran menjadi menyenangkan. Semua terlihat antusias. Apalagi ketika mengerjakan puisinya di canva. Mereka sersan (serius tapi santai) dan hasil yang diperoleh juga sangat bagus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline