Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk dapat berkomunikasi dengan mudah. Selain itu, bahasa juga bisa menjadi identitas pada kelompok tertentu. Seperti hal nya sekarang ini, bahasa mulai berkembang dan mulai bervariasi seiring majunya peradaban manusia. Bahasa selalu menjadi cermin dari budaya dan dinamika zaman. Setiap generasi memiliki cara unik untuk mengekspresikan diri, dan salah satu fenomena linguistik yang menarik perhatian adalah istilah "Slang" atau bahasa gaul. Baik itu Gen Milenial, Gen Z, maupun Gen Alpha, mereka semua menciptakan, mengadopsi, dan mengubah bahasa gaul sesuai dengan konteks dan kebutuhan mereka.
Berbicara mengenai perbedaan Slang antar generasi, hal ini tidak lain karena adanya perkembangan teknologi seiring berjalannya waktu. Nampak jelas sekali pengaruh teknologi terhadap gaya bahasa setiap generasi. Bahasa gaul sendiri sebenarnya sudah ada sejak lama, namun istilahnya berbeda, dulu bahasa gaul sering dikenal dengan istilah "Prokem". Istilah "Prokem" ini seringkali digunakan oleh sekelompok tertentu yang digunakan sebagai sebuah kode agar sekelompok yang lain tidak mengetahuinya.
Mengenai generasi Milenial, seorang ahli demografi bernama William Strauss dan Neil Howe yaitu pencetus dari istilah milenial, mendefinisikan milenial sebagai anak-anak yang lahir di tahun antara 1982 hingga 2004, namun, mereka sering menyebut bahwa rentang ini bisa bervariasi tergantung konteks budaya atau regional. Salah satu ciri generasi ini menurut William Strauss dan Neil Howe adalah Digital Native. Digital Native adalah sekelompok orang yang sudah bisa berinteraksi, beraktivitas, dan memanfaatkan teknologi internet dan media sosial.
Slang pada setiap zaman mencerminkan gaya hidup dan tren yang berkembang pada era digital. Ada beberapa kata yang booming pada masa Generasi Milenial seperti, ciee, alay, lebay, yang tersebar luas melalui platform-platform digital pada masa itu, yaitu Facebook dan Twitter.
Slang ini kemudian semakin berkembang seiring majunya IPTEK. Gen Z merupakan generasi yang lahir pada tahun 1997-2012. Gen Z tumbuh dalam dunia digital, dan ini tercermin dari cara mereka menciptakan serta menyebarkan bahasa gaul. Istilah seperti nolep (no life), santuy (santai), atau gaje (nggak jelas) lahir dari dinamika kehidupan mereka yang serba cepat dan terhubung. Uniknya, Gen Z sering menggunakan bahasa gaul sebagai kode eksklusif untuk membedakan diri dari generasi lainnya. Bahasa ini menyebar melalui platform seperti TikTok, Instagram, dan Twitter, di mana istilah baru dapat muncul dan viral hanya dalam hitungan hari. Di satu sisi, ini menunjukkan kreativitas mereka; di sisi lain, ada risiko bahwa bahasa ini menjadi terlalu cepat berubah sehingga sulit untuk dipahami oleh generasi lain.
Gen Alpha, generasi yang lahir setelah 2013, mulai menyerap bahasa gaul dari kakak-kakak Gen Z mereka. Namun, mereka juga mulai mengembangkan gaya bicara yang sesuai dengan zaman mereka. Istilah seperti mewing (mencoba berpenampilan menarik dengan suatu gestur), sigma (seseorang yang mandiri atau berkarakter kuat), dan rizz (pesona atau daya tarik dalam menggoda) menjadi bagian dari kosakata yang sering digunakan di kalangan mereka. Selain itu, cara Gen Alpha menggunakan bahasa gaul cenderung lebih visual dan interaktif. Mereka menggabungkan kata-kata dengan emoji, GIF, atau meme, menciptakan komunikasi yang lebih kreatif dan beragam. Dengan semakin majunya teknologi, bahasa mereka kemungkinan besar akan terus berkembang dengan unsur-unsur yang lebih canggih, seperti augmented reality atau elemen visual lainnya.
Pada akhirnya, bahasa gaul bukan hanya soal kata-kata, tetapi tentang bagaimana setiap generasi mengekspresikan diri, memahami dunia, dan menciptakan koneksi. Jadi, entah itu santuy ala Gen Z atau istilah baru dari Gen Alpha yang akan datang, "slang" akan selalu menjadi bagian penting dari perjalanan budaya kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H