Selamat malam, Joanna.
Mengapa melamun sendiri di titian jendela?
Menatap purnama yang sedang bulat sempurna.
Lukis raut wajahmu mengatakan; kamu sedang gelisah.
Ada apa denganmu, Joanna?
Joanna, malam ini cantiknya terselubung muram. Seperti rembulan terhalang awan kelabu, meskipun bulat purnama, namun sinarnya tampak redup di langit temaram. Suram. Begitu redupnya, seperti lampu 5 watt, hingga tak pantas untuk bersanding bersama bintang. Hanya garis-garis tipis yang terlihat menerobos kisi-kisi kaca, berpendar menerangi jelita wajah Joanna. Bias cahaya terpantul pada untai mutiara yang berderai di pipi, selebihnya musnah. Ketika pelupuk mata itu tak kuasa lagi membendung sedih, akhirnya beningpun bergulir pelan. Sebutir terlihat berlomba untuk menetes ke pangkuan, lalu lenyap memercikkan sepi. Joanna, benaknya hanyut terbawa sunyi. Larut dalam keheningan, tenggelam dalam kesendirian. Ada apa dengan Joanna?
Joanna,
mengapa senyummu surut di penghujung senja?
Meski hanya bayang-bayang yang mendampingi, percayalah bahwa kamu tidak sendiri.
Aku ada, dan akan selalu ada.
Tak usah kamu menunggu aku, Joanna.
Bukalah telingamu kepada desir angin yang berbisik lirih.
Kepada angin yang berhembus pelan,
yang menyentuhmu lembut dalam belaian.
Angin yang setia menghantar kabarku padamu.
Walau terkadang bertiup kencang, suaranya terdengar menderu.
Jangan takut, badai takkan menghempaskanmu, Joanna.
Saat topan melintas samudra,
gemuruh debur ombak hanyalah sebuah pertanda rindu.
Juga kepada gelombang laut yang tiada pernah terputus, aku memohon.
Sampaikanlah salamku untukmu.
Kutitipkan bersama sebuah kecupan termanis untuk Joanna tersayang.
Tak usah kamu menunggu aku.
Aku tak dapat berjanji bilamana aku akan pulang.
Joanna membisu. Pandangannya kosong tiada bermakna, menerawang membelah hampa. Cukup lama Joanna diam tak bergeming. Berawal sejak putih menyapa pagi, hingga jingga melukis kanvas angkasa. Mengapa hanya pedih yang kurasakan, Joanna bergumam. Apakah dosaku hingga kebahagiaan selalu berwajah semu? Derasnya arus nostalgia membawa ingatan Joanna mengarungi waktu dan bermuara di masa lalu. Lalu ia teringat kepada sebuah benda, sebuah cincin. Ya, cincin dengan ukiran indah bertuliskan namanya. Joanna terbayang akan wujud dimana cincin itu terselip, tatkala ia merasakan betapa halus jemari yang menelusur elok parasnya. Cincin serupa pernah menghias jari lentik Joanna, sebelum akhirnya ia melempar cincin itu jauh dan membiarkannya kandas di dasar danau. Joanna juga teringat ketika sepasang lengan kokoh senantiasa mendekapnya mesra. Sebuah dekapan penuh cinta. Dekapan yang menghangatkan, membuat diri itu terasa dan terlindung dalam aman.
Dinginnya malam membuat Joanna semakin mengharu dalam biru. Ia membayangkan dirinya berperan dalam sebuah kisah percintaan klasik serupa Romeo & Juliet. Sebuah cerita romansa yang selalu abadi. Namun berbeda dengan mahakarya yang tertuang dalam syair-syair sang pujangga, kisah ini mustahil untuk ia kenang. Sebuah asa telah putus tanpa pengharapan, dan tetes-tetes kesedihan yang tersisa dibiarkannya terjatuh dan menggenang. Wahai semesta, mengapa engkau menyeret aku ke dalam misteri sebuah cerita tanpa akhir? Joanna bertanya pada jagad raya, emosinya semakin meluap tak tertahan. Dilampiaskannya segala kekesalan pada sebuah gelas kaca. Prraaang! Dan gelas kaca itupun pecah berantakan. Serpihannya menggores kulit Joanna hingga terluka, namun rasanya tak sesakit kala asmara menggores hatinya.
Joanna, Joanna, dengarkan aku.
Sungguh diriku mendambakan kamu, Joanna.
Kini hapuslah noda itu dari beningnya hatimu dan kembalilah tersenyum.
Ajaklah sebatang pena supaya turut menari bersama dengan angan.
Jangan kamu ragu.
Menarilah, melenggoklah dengan gemulai di atas sehelai pentas putih.
Bebaskan diri dari segala nestapa, Joanna.
Biarkan torehan tintamu tertinggal disana, jejak langkahnya takkan terhenti walau terhadang mimpi.
Ceritakanlah tentang kisah sang kekasih yang telah terbang mencari persinggahan.
Cintaku, Joanna.
Satu telah berlalu, satu kini menanti waktu.
Sungguh aku teramat mendambakanmu,
namun tak usah kamu menunggu aku.
Aku tak dapat berjanji bilamana aku akan pulang.
Meski hanya bayang-bayang yang mendampingi, percayalah bahwa kamu tidak sendiri.
Aku ada, dan akan selalu ada.
Perlahan Joanna membuka sebuah lembar kosong dalam catatan hidupnya. Lalu ia mengajak sebatang pena untuk menari bersama angannya. Joanna, meliuk anggun di atas secarik pentas putih. Meniti langkah baru, ia bercerita tentang kisah sang kekasih yang telah terbang mencari sebuah persinggahan.
(RV060511)
http://artfuljunkie.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H