Lihat ke Halaman Asli

Demonstran Terpecah: Dimensi Lain Krisis Politik di Irak Pasca-Kematian Soleimani

Diperbarui: 7 Februari 2020   19:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Protes Anti Pemerintah Di Irak [BBC/AFP]

Bentrokan terjadi antara demonstran anti pemerintah Irak dan para pendukung ulama Syiah Muqtada al-Sadr di Najaf, Irak Selatan pada Rabu (5/2) waktu setempat. Kondisi ini terjadi pasca ditunjuknya Mohammed Allawi sebagai Perdana Menteri menggantikan Adel Abdul Mahdi yang mundur pada akhir November tahun lalu akibat meluasnya protes anti pemerintah saat itu.

Melansir dari Reuters, setidaknya delapan orang tewas, dan 20 orang lainnya terluka dalam bentrokan yang terjadi saat para pendukung al-Sadr mencoba menghentikan aksi massa protes yang memblokir jalan.

Al-Sadr, pekan lalu menunjukkan dukungannya atas pengangkatan Mohammed Allawi sebagai Perdana Menteri dan menegaskan pada para pendukungnya untuk membantu pihak berwenang menciptakan kembali kondisi yang kondusif agar kegiatan sehari-hari dapat berjalan seperti sediakala. Meski tidak melarang aksi protes anti pemerintah berlanjut, namun pada saat kejadiaan bentrokan antar kedua kubu tidak dapat dihindari.

Terpecahnya Kelompok Demonstran

Bentrokan yang terjadi disinyalir dipicu oleh sudah tidak adanya lagi dukungan yang diberikan oleh al-Sadr dan pengikutnya terhadap para demonstran anti pemerintah. Al-Sadr sebelumnya diketahui mendukung protes anti pemerintah yang terjadi sejak Oktober tahun lalu.

Semula, protes yang terjadi di Baghdad dan kota-kota selatan Irak itu merupakan bagian dari sebuah tuntutan reformasi rakyat Irak terhadap para elite politik yang berkuasa pasca invasi AS tahun 2003. Pemerintah Irak dinilai gagal dalam mengatasi sejumlah masalah, diantaranya masalah korupsi, layanan publik yang buruk, tingginya pengangguran dan adanya campur tangan asing. Demonstran-pun menuntut adanya perombakan dalam pemerintah dengan diadakannya pemilihan umum lebih awal serta adanya akuntabilitas.

Keberadaan al-Sadr dan para pendukungnya dibarisan protes anti pemerintah dinilai dapat memberikan sedikit tekanan kepada petugas keamanan dari tindakan represif karena al-Sadr memiliki pengaruh di parlemen dimana koalisi Sairoon (koalisi antara pendukung al-Sadr (Sadris) dengan Partai Komunis Irak) memenangkan kursi terbanyak pada pemilihan parlemen tahun 2018.

Selain itu, al-Sadr juga mendukung persediaan para demonstran dan perlindungan dari kelompok-kelompok bersenjata pro-Iran yang mendukung pemerintahan Irak. Benar saja, seperti yang diberitakan oleh Reuters, pasca mengutarakan mundur dari aksi protes, para demonstran sampai hari ini mengalami bentrok dengan petugas keamanan dan tenda-tenda mereka diserang oleh kelompok bersenjata tidak dikenal.

Dilansir dari Aljazeera, perubahan sikap Al Sadr itu bermula pada akhir bulan lalu (24/1) dimana ia bersama sepuluh ribu orang memilih untuk melakukan aksi protes menyerukan keluarnya pasukan AS di Irak sebagai tanggapan atas serangan AS pada awal Januari (3/1) yang menewaskan Petinggi Militer Iran Qassem Soleimani dan juga Komandan milisi Irak, Abu Mahdi Al Muhandis di Bandara Internasional Baghdad Irak.

Adapun kematian Soleimani telah memicu ketegangan antara Amerika dan Iran. Petinggi Militer yang tewas itu adalah seorang Jenderal, Kepala Korps Quds Garda Revolusi Iran yang terkenal dekat dengan elite politik dan juga pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei. Sebagai Kepala Korps Quds Garda Revolusi Iran, Soleimani memimpin penanganan operasi Iran di luar negeri. Ia terkenal sebagai sosok yang jenius, karismatik dan dicintai prajuritnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline