Lihat ke Halaman Asli

Sendu

Diperbarui: 19 Oktober 2024   21:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Huhhhhh"

Ini adalah kesekian kalinya gadis berperawakan manis itu menarik napas perlahan, lalu menghembuskannya. Buku yang sedari tadi dia pegang masih tidak diperdulikan keberadaannya. Sepertinya dia masih mencoba mengumpulkan sedikit lagi kekuatan untuk membuka lembaran kosong itu. Buku itu tampak pasrah, sepasrah pulpen hitam yang dimainkannya di atas meja.

Jauh dari relung hati yang paling dalam, ini bukanlah keinginan darinya. Membuka kembali luka lama yang belum sepenuhnya dilupakan. Namun, hal ini harus dilakukanuntuk mengurangi beban yang sudah memenuhi isi kepalanya. Beban yang selama ini dipendamnya sendiri dengan harapan semua akan baik-baik saja. Tetapi ternyata, semua tidak mudah musnah dimakan oleh waktu. Sisa-sisa penyesalan dan kenangan itu masih jelas terukir di benak gadis tersebut.

Bagi Naura menulis merupakan salah satu cara untuk melepaskan beban yang sedang dipikulnya. Dengan mulai merangkai kata dan menjelmanya menjadi sebuah tulisan yang bermakna. Keinginan untuk menulis itu sendiri sudah ada, tepat sejak dua bulan setelah kepergian Jaka. Seorang pria yang tulus mencintai Naura hingga ajal pun menjemputnya. Namun sayang, semasa hidupnya Jaka hanya berperan sebagai seorang pejuang cinta yang selalu berusaha meluluhkan hati Naura. Sedangkan Naura, sama sekali tidak menghargai dan menanggapi sedikitpun ketulusan hati pria itu.

Teringat beberapa hari sebelum kecelakaan merenggut nyawa pria yang terkenal dengan seragam putihnya itu. Sempat terjadi perkelahian kecil di antara Jaka dan Naura. Entah apa yang melatarbelakangi permasalahan mereka, namun akhir-akhir itu tampaknya Jaka memang selalu memancing amarah Naura. Tetapi walaupun begitu, Jaka tidak bisa menunafikkan rasa rindunya pada gadis yang bernama lengkap Adinda Naura tersebut. Walaupun kondisi hubungan mereka kurang baik, namun Jaka selalu berusaha untuk tidak putus berkomunikasi dengan gadis itu.

Perhatian yang diberikan oleh Jaka menurut Naura terlalu berlebihan. Hingga membuat gadis itu merasa kurang nyaman dan selalu mencari celah untuk menjauhi pria tersebut. Rasa egois yang semakin menggunung di hati Naura membuatnya ingin segera memutuskan hubungan komunikasi dengan pria itu. Namun, seolah telah ada jaringan batin yang terhubung di antara keduanya, tepat pagi itu sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Naura. Sebuah nomor tanpa nama, tetapi tidak asing lagi bagi Naura mendarat di layar ponselnya. Jari-jemari gadis itu langsung menggapai ponsel yang tidak jauh darinya dan membuka pesan tersebut.

"Ra, maafkan aku ya atas semua kesalahan yang telah aku lakukan selama ini. Aku tahu, aku salah dan aku selalu mengganggu hidupmu. Namun percayalah Ra, cinta ini benar adanya. Aku sangat mencintaimu sampai kapanpun. Tetapi kamu tenang saja Ra, aku tidak akan menuntut pembalasan rasa darimu kok Ra. Dan hari ini adalah hari terakhirku untuk mencampuri hidupmu. Aku tidak akan mengganggumu lagi, aku hanya bisa  berdoa agar suatu saat kamu temukan seorang lelaki yang lebih baik dariku. Karena bagiku, kebahagianmu adalah kebahagiaanku juga"

Beberapa menit setelah membaca pesan itu Naura langsung terdiam, kemudian sebuah balasan singkat melayang dari ponselnya. Tidak ada firasat atau apapun yang dirasakan gadis itu. Seandainya dia tahu bahwa pesan itu adalah pesan terakhir pria tersebut, tentu Naura lah yang mestinya meminta maaf. Namun sayang, hati manusia terkadang terlalu keras jika sudah dibumbui oleh keegoisan. Tidak bisa lagi menerima kelembutan, yang terpenting ia bisa menjadi seorang pemenang.

Tak terasa, buliran bening itu membasahi lembaran buku yang sudah hampir satu halaman di tulisnya. Matanya tampak sayu, penuh dengan rasa penyesalan di masa lalu. Cahaya sinar rembulan yang menembus sela-sela tirai jendela menjadi saksi bisu kesedihan Naura. Terkadang pikiran konyol pun hinggap di benak gadis tersebut, yang berharap jika Jaka akan datang dengan senyuman khas dan menghapus air matanya. Karena Naura tahu betul kalau Jaka sama sekali tidak mengizinkan air mata gadis itu jatuh, apalagi demi dirinya. Namun sayang, itu tidak akan pernah terjadi sekalipun bayangan Jaka masih menemani langkah kakinya.

Jaka adalah seorang pria hebat yang baru diakui Naura sejak dia sudah berada di alam yang berbeda. Perjuangannya dalam menghadapi berbagai ujian hidup telah berhasil dia lewati. Ujian demi ujian telah membuatnya menjadi seorang pria yang kuat dan telah banyak mengajarkan arti kehidupan pada Naura. Namun, sepertinya Allah tidak merelakan lagi hamba terbaik-Nya itu terus berpetualang dengan rintangan kehidupan ini. Hingga Allah memanggilnya untuk pulang dan beristirahat untuk selamanya. Meninggalkan semua beban kehidupan, meninggalkan angan-angan yang indah dan meninggalkan cinta yang sempat diperjuangkan.

Tangisan Naura kembali pecah, kali ini air matanya sudah tidak mampu lagi dibendung. Tanpa disadari, pulpen yang dipegangnya sedari tadipun telah jatuh bebas, meloncat berkali-kali dan akhirnya mendarat tepat di bawah rak buku kecil. Tubuhnya hanya mampu bersandar pada kursi kayu yang memikulnya sejak dua jam yang lalu. Tubuh gadis itu lemah dan matanya sulit untuk dibuka karena sudah berlimpahkan air mata. Dengan segenap kekuatan, tangannya mencoba menggapai buku diary yang ada di atas meja lalu menutupnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline