Lihat ke Halaman Asli

Riana Evelina

seorang teman

Sudah Ku Katakan " Kita Berbeda"

Diperbarui: 6 Oktober 2020   20:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Hari ini hujan.

Tapi rintiknya nggak sederas rasa kecewa saya. Mau berteduh di mana, kalau rumah yang sudah saya singgahi selama dua tahun porakporanda. Dihancurkan dengan paksa oleh salah satu pemiliknya. Tentu saja bukan saya. Atau bisa jadi saya.

 "Bana, andai saja di dunia ini hanya ada saya dan kamu. Andai saja perempuan itu tidak pernah muncul di dunia kita. Nggak. Duniamu. Sebab, setelah dua tahun kebersamaan kita, merawat kasih agar menjadi suatu kisah yang indah. 

Saya baru sadar, Bana. Dunia saya dan duniamu berbeda. Nggak hanya itu, Bana. Warna yang selama ini kita hadirkan hanya dua. Hitam dan putih. Nggak ada warna lain. 

Apa karena itu, kamu memilih warna selain hitam dan putih yang dimilikinya ?". Ya, kita berbeda. Dari awal kita tahu akan hal itu. Kita tahu bahwa abu-abu bukan warna yang pas untuk kita. Pelangi saja menolak.

 "Kita coba, ya" Kamu tahu ajakan itu nggak semestinya keluar dari mulutmu. Bodohnya saya meng-iya kan ajakanmu dua tahun lalu.

Jatuh cinta padamu, memang sengaja saya rencanakan. Saya pikir, dengan meng-iyakan ajakanmu itu, kenyataan yang sudah sejak awal saya tahu bahwa kita berbeda. Akan membuat suatu hal yang baru. Sesuatu yang saya nggak tahu namanya apa. Kamu bilang, perbedaan bisa menyatukan satu sama lain. Tapi nggak dengan kita, Bana. Nggak bisa.

Awalnya saya menjadi manusia bodoh yang pura-pura nggak tahu akan hal itu. Berkali-kali saya menguatkan diri saya sendiri. Hanya karena rasa cinta yang saya miliki nggak pernah berhenti untuk tumbuh. Hanya karena saya selalu percaya dengan kata-katamu. 

"Nggak ada ruang di hatiku untuk orang lain lagi, sora. Cuma ada ibuku dan kamu. Percayalah. Percayalah, warna abu-abu akan membuat kita lebih unggul dari warna pelangi. Percayalah pada perbedaan kita, sampai saat ini Tuhan masih menjaga takdir kita untuk menyatu". Katamu, waktu saya nggak sengaja melihat isi emailmu di laptop yang saya pinjam. Kamu lupa untuk keluar dan menghapusnya.

Sampai saat ini, masih sangat mudah saya ingat nama perempuan yang tertera di emailmu itu. Nama yang sama dengan bulan kelahiranmu.

Setelah hari itu, beberapa kali nama Juli muncul di layar handphone mu. Saya biasa saja. Nggak. Saya memaksa diri saya sendiri untuk terlihat baik-baik saja, saat melihatmu tersenyum dengan layar handphone.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline