Lihat ke Halaman Asli

[Dewasa] “Jual Diri”

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa waktu lalu sesaat setelah saya selesai bertelepon ria dengan salah satu klienku,tiba tiba HP ku berdering lagi dan ternyata yang menghubungiku sebut saja Dian salah seorang sahabatku lamaku di Jakarta.

Dian,seorang ibu yang ditinggalkan oleh suaminya dengan memiliki dua orang anak perempuan Ida 15 Tahun siswi smp dan adiknya Sia berumur 13 tahun.

Kedua anaknya bersekolah dikampung mereka di Manado.

Dian mengawali kalimat dengan kata “ Apa kabar kak? Sambil sedikit bergurau,setelah ku jawab dan berbasa basi sejenak tiba tiba dirinya menangis dan terus menangis.

Maka meluncurlah kisahnya :

Adiknya di Irian sedang sangat sakit dan segera harus membutuhkan biaya untuk pemeriksaan dan obat obatannya. Dian berujar,Kak tau sendirkan saya cuman pelayan disebuah rumah makan,saya sangat terbatas secara finansial sementara adiku butuh sekali biaya katanya disela sela tangisnya.

Aku mencoba menenangkan ...

Eh malah tangisnya tambah keras dan meluncurlah cerita selanjutnya bahwa anaknya yang baru berumur 15 tahun sehari sebelumnya dijemput pacarnya disekolah dan malamnya membuat pengakuan bahwa mereka telah melakukan hubungan suami istri dan mereka akan menikah.

Dian menangis sambil berteriak dan berkata Kak,aku masih ingin anakku sekolah.

Bukan bermaksud sok menggurui aku hanya berujar, sebagai Ibu kamu penya hak penuh. Dan aku mengatakan bagiku sekalipun mereka salah telah berhubungan tetapi tidak harus dikawinkan,anakmu 15 tahun pacarnya 16 tahun mo jadi apa mereka?

Singkat cerita keputusannya dia akan berupaya mencari dana agar anaknya bisa dikeluarkan dari kampung dan diterbangkan ke Jakarta.

Ketika semuanya sudah mulai tenang dan terkendali maka kendala utamanya kembali diperhadapkan pada persoalan dana,duit,uang....berbagai ide,gagasan dan solusi coba dicari tapi dengan berlalunya waktu hasilnya nihil....

Tiba tiba ibu ini berkata “ Kak gimana pendapat kakak kalo saya jual diri aja?”

Saya termangu,terdiam membisu sedikit melongo mendengarnya.

Dia melanjutkan,kak coba pikir teman saya pernah cerita kalo lagi laris untungnya banyak,kakak bayangkan modal cuman 35 ribu pasang iklan dikoran LH di Jakarta ini. Trus dibantu teman teman hasilnya bisa banyak lho kak.

Kakak hitung ya tuturnya dengan semangat,sekali kencan itu paling murah dapet 200 ribulah kalo seusia saya nah sehari dapat tiga orang aja udah 600 ribu itu minimal nah kalo sebulam dikali 25 hari lah kan udah dapat 15 juta blum ditambah gajiku jadi pelayan dirumah makan di mall tempat saya kerja.

Nah aku bisa pinjam duit dulu untuk biaya adikku dan kedatangan anakku serta semua kebutuhannya di Jakarta ini tinggal aku cicil untuk pengembaliannya.

Gimana kak?

Aku.....benar benar bengong!!!

De,kamu mo jual diri?

Iya kak,lanjutnya Kak, disamping itu kan aku udah lama ga gituan lo,jujur semenjak suamiku kabur aku fokus ke kerjaan demi kedua anakku. Nah kalo aku lakuin itu kan untungnya double dapat duit,aku enak,adik dan anakku aman.

Kakak akhirnya aku menyadari bahwa tak ada gunanya ketika 12 tahun berlalu aku menjaga hidup ini karena saat ini adalah saat membuat keputusanantara memilih mempertahankan nurani atau menyelamatkan adik dan anakku.

Label label negatif memang akan disematkan pada diriku tetapi apa urusan mereka? Mereka tak tau apa yang kurasakan dan kualami,mereka hanya bisa teriak menista dan memaki tapi coba kalau mereka yang ada diposisi ku?

Kakak jual diri itu bukankah juga sudah menjadi satu profesi? Satu pekerjaan?

Jadi kakak gimana dong?

Kakak boleh ya?please boleh ya...aku harus punya uang....!!!AKU HARUS PUNYA UANG.

Aku menjawabnya :

“De,kamu sudah dewasa dalam hal ini kk ga tau harus bilang apa,kakak ga bisa bilang boleh atau tidak. Orang dewasa harus bisa membuat keputusannya sendiri dan bertanggung jawab atas keputusannya tersebut. Kamu putuskanlah sendiri dan apapun keputusanmu kk akan hormati.”

Aku menyadari sebagus  apapun nasehatku hanya akan terlihat hambar sehebat apapun aku berkoar koar dengan berbagai jurus seolah aku paling tau dan paling pakar tetap tak memberi arti apa apa karena dalam kondisiku aku tak bisa memberi apa yang real dia butuhkan.Aku tau dia tak butuh nasehat,tak butuh doa,tak butuh orang yang sok pinter,seperti yang dia bilang DIA BUTUH UANG.

Tak terasa waktu sudah menyentuh pukul 04.47 wita. Pembicaraanpun selesai.

“Jangan hanya melihat yang tersurat tetapi maknai juga yang tersirat”

Salam persahabatan

Reva.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline