Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan ke Dusun Laboratorium Bambu, Kerujuk

Diperbarui: 28 September 2017   13:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jembatan selamat datang di Dusun Kerujuk (foto RETYA)

Konferensi Nasional PRBBK XIII tahun ini terasa agak sedikit berbeda, selain karena pemilihan lokasi yang merupakan destinasi wisata terkini yang paling banyak digandrungi wisatawan lokal dan asing, konferensi juga dimulai dengan kunjungan lapangan di hari pertama sehingga peserta bisa menyaksikan langsung upaya PRBBK yang telah dilakukan di Pulau Seribu Masjid ini. Kunjungan lapangan KNPRBBK XIII terbagi menjadi empat wilayah dan masing-masing peserta dibagi secara berkelompok dalam jumlah yang hampir seimbang. Salah satu lokasi kunjungan lapangan berada di Dusun Kerujuk, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara. Kecamatan Pemenang tidak hanya menang dari keindahan hamparan tiga gili (Gili Trawangan, Gili Air, Gili Meno), tetapi juga menang dari segi potensi ekowisata yang terletak di Dusun Kerujuk. Perjalanan kurang lebih satu setengah jam dari Kota Mataram terbayar sudah dengan pemandangan hijau dari perbukitan dan sawah yang masih sangat asri dan menyejukkan mata. Setelah itu kita juga akan disambut dengan bangunan sekolah PAUD dan jembatan yang dibangun dari bambu.

Dusun Kerujuk memang merupakan salah satu destinasi wisata berbasis konservasi alam, khususnya bambu. Bambu sengaja dipilih karena memiliki manfaat yang cukup banyak dalam kehidupan, secara ekologis bermanfaat untuk mengikat tanah dan air serta memproduksi oksigen, secara ekonomis juga dapat dijual dan dijadikan kerajinan tangan seperti bakul, caping, miniatur sehingga dapat menambah pendapatan. Sejalan dengan pendapat Yani (2016: 7) yang mengatakan bahwa bambu memiliki banyak manfaat dari akar sampai daunnya, salah satunya adalah rumpun pohon bambu yang dapat menjadi benteng yang kuat untuk mencegah tanah dan erosi akibat terkikis oleh air hujan atau air tanah sehingga mencegah terjadinya longsor. Selain itu, masyarakat Dusun Kerujuk memang sangat dekat dengan bambu mulai sejak hari lahir sampai pada akhir kehidupan sebagai manusia. Berdasarkan ritual adat sekitar, pada saat lahir bambu digunakan sebagai pemotong tali pusar dan pada saat prosesi kematian, bambu digunakan sebagai keranda mayat, penopang tanah pada liang lahat dan sebagai penutup kuburan. Munculnya ide ekowisata berbasis bambu di Dusun Kerujuk bukannya tanpa alasan. Kepala Desa Pemenang Barat, M. Sukri mengatakan bahwa posisi geografis daerah yang diapit oleh pegunungan dan memiliki aliran sungai yang cukup besar dari lereng membuat dusun ini pernah mengalami berbagai bencana seperti banjir bandang tahun 1985 dan 2015, longsor di tahun 2002 dan 2013, dan kekeringan tahun 2010-2014. Hal inilah yang menjadi latar belakang dimanfaatkannya potensi sumber daya untuk melakukan upaya pengurangan risiko bencana. Pendirian konsep dusun ekowisata dimulai tahun 2014 dan dilakukan secara gotong royong bersama warga sekitar. Mata pencaharian yang sebagian besar adalah petani membuat masyarakat berpikir lebih jauh bagaimana caranya agar kawasan tetap hijau, masyarakat tetap hidup dekat dengan alam, namun tetap menghasilkan pendapatan tanpa harus terus-terusan melakukan rutinitas yang sama di dalam hutan ataupun ladang. Secara berangsur-angsur pembangunan dilakukan dengan pembuatan jembatan, sekolah PAUD, kolam pemacingan, pipanisasi, dan permainan-permainan tradisional yang secara keseluruhan memanfaatkan bambu. Sampai saat ini pemerintah desa, pokdarwis (kelompok sadar wisata) dan masyarakat setempat terus melakukan upaya pengembangan wisata dengan harapan menjadikan Dusun Kerujuk sebagai dusun laboratorium bambu.

TK Dusun Kerujuk

Menurut Irwan, Wakil Ketua Pokdarwis, konsep ekowisata Dusun Kerujuk membuat masyarakat semakin peduli dengan alam dan lingkungan. Hal ini dapat dilihat dengan diberlakukannya awig-awig atau aturan adat yang harus dipatuhi oleh masyarakat dusun. Jika seseorang terbukti meracuni sungai, maka yang bersangkutan akan mendapat denda berupa penyerahan dua ekor kerbau, atau menebar 10.000 bibit ikan di sungai, atau dengan membayar uang sejumlah 15 juta. Jika tidak bisa dikabulkan, maka pihak berwenang akan melapor ke kepolisian untuk memproses kasus lebih lanjut. Hukum adat yang dapat menjadi sebuah praktik baik untuk membuat lingkungan tetap lestari. Selain itu Dusun Kerujuk juga diperkuat dengan beberapa kelompok masyarakat seperti kelompok Wanita Tangguh, kelompok Peduli Sungai, kelompok Siaga Bencana, kelompok Sahabat Pulau Lombok, kelompok pemuda KAPAK, dan lain-lain. Semoga kolaborasi pemanfaatan potensi ekologi dan sumber daya manusia terus bergerak maju di Dusun Kerujuk dan mampu mengubah mindset para wisatawan bahwa Pulau Lombok tidak hanya menawarkan keindahan pantai, tetapi juga hamparan hijau perbukitan dan sawah yang dapat dinikmati seiring dengan proses kehidupan masyarakat desa.

REFERENSI

  • Yani, Priotomo. 2016. Philosopy of Bamboo. Bogor: Guepedia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline