Lihat ke Halaman Asli

Retty Hakim

Senang belajar dan berbagi

Mengembangkan Talenta Muda Tanpa Pilih Kasih

Diperbarui: 27 Juni 2020   23:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Michael Anthony membawakan Rapsodia Nusantara no.5 (Makassar) dalam Tribute to BJ Habibie (foto: screenshot Youtube Budaya Saya)

Dalam konser daring "Tribute to BJ Habibie", ada satu penampilan yang sangat memukau saya. Itulah penampilan Michael Anthony membawakan Rapsodie Nusantara no.5 karya Ananda Sukarlan. Permainan musik klasik yang menghadirkan nada-nada lagu Anging Mamiri dan Marencong-rencong menggelitik memori personal saya akan tanah kelahiran saya, Makassar.

Bisa jadi ikatan pribadi itu yang menggugah saya, tapi bisa juga aura konser Tribute to BJ Habibie ikut mempengaruhi permainan jemari Michael Anthony di atas tuts piano di hadapannya. Penampilannya malam itu, bahkan terasa jauh lebih mengesankan daripada penampilannya di Makassar membawakan lagu yang sama (hasil mengintip YouTube). Keheningan konser tanpa penonton ini bisa jadi juga membuat saya fokus hanya pada alunan musik yang terdengar.

Menurut Ananda Sukarlan, "Bermain untuk penonton daring lebih berat daripada bermain dalam konser biasa. Nggak ada feedback dari penonton, sehingga adrenalin harus dipacu sendiri." Apalagi bermain secara live streaming. Tidak boleh ada kesalahan, karena semuanya seperti konser yang berlangsung di depan penonton.

Sebagai pencinta musik klasik yang tidak bisa bermain piano, saya sangat penasaran bagaimana seorang Michael Anthony, pianis muda dengan disabilitas penglihatan sejak lahir, yang disertai spektrum autisme, mampu memainkan aransemen lagu yang bagi orang awam seperti saya sangat rumit.

Kenapa pula seorang maestro seperti Ananda Sukarlan mau berbagi panggung dengan Michael? "Michael Anthony memiliki kemampuan yang satu juta orang lainnya ga punya," jawab Ananda Sukarlan. Kemampuan memori auditori Michael Anthony yang membuatnya mampu memainkan berbagai partitur musik klasik tanpa kemampuan membaca partitur.

Menurut Christie, kakak Michael, adiknya sangat bangga bisa bermain dalam konser di rumah almarhum Presiden ke-3 Republik Indonesia itu. Ia bolak balik bercerita, "Hari ini main di tempat Pak Habibie."

Michael Anthony bersama Ananda Sukarlan dan pengisi acara lainnya dan tuan rumah, Ilham Habibie (foto: istimewa)

Michael yang sekarang berusia 17 tahun, pertama kali dikenali bakatnya saat ia berusia dua tahun oleh sang Ibu. Saat itu ibunya tercengang mendapati Michael menirukan lagu penjual es krim keliling di piano. 

Sejak saat itu, ia berlatih piano. Ibunya juga berbekal dengan rekaman kumpulan lagu-lagu klasik yang berguna untuk menenangkan Michael. Bagian informasi ini saya peroleh dari YouTube acara Indonesia Got Talents tahun 2014 (IGT). Rupanya saat itu, Michael pernah mengikuti audisi IGT dan membuat keempat juri tercengang dengan kemampuannya.

Lagu kesukaan Michael Anthony adalah Appassionata dari Beethoven. Jaya Suprana dari Jaya Suprana Music School sempat kaget ketika mengetahui bahwa dentingan piano yang memainkan lagu Appasionata, yang menurutnya adalah mahakarya yang rumit dan amat sulit, dimainkan oleh seorang anak yang kala itu berusia 8 tahun dengan disabilitas netra. Ia terpana mengetahui bahwa anak ini bisa memainkan komposisi tersebut hanya dari mendengarkan.

Pasti masih banyak kisah Michael Anthony, tidak heran kalau Ananda Sukarlan berani mengajaknya tampil dalam konser Tribute to BJ Habibie. Ananda Sukarlan pertama kali terpesona pada permainan piano Michael ketika ia mengikuti Ananda Sukarlan Award di tahun 2013. Saat itu Michael berada di peringkat sembilan. Bukan hal yang mudah untuk mencapai posisi itu di antara 80 hingga 100 orang pianis muda yang berkompetisi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline